Ekonomi Biru Atasi Masalah Kelaparan dan Transformasi Sistem Pangan Indonesia
Ilustrasi - Aktivitas nelayan di tempat pelelangan ikan.
JAKARTA - Ekonomi biru yang didasarkan pada pemanfaatan sumber daya laut atau perairan secara berkelanjutan, merupakan langkah strategis dalam mengatasi masalah kelaparan, kekurangan gizi, dan transformasi sistem pangan di Indonesia.
"Salah satu contoh nyata dari upaya penerapan konsep ekonomi biru tersebut antara lain kemitraan antara FAO, IPB University, dan perusahaan akuakultur Regal Springs Indonesia di Sumatra Utara," kata pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC) DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa menanggapi manfaat ekonomi biru.
Hakeng memaparkan, pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan harus membuat pihak terkait berupaya menghasilkan solusi yang berkelanjutan dalam mendukung ketahanan pangan di Indonesia
"Kendati kerangka regulatif sudah ada, tak urung tantangan utama dalam mewujudkan konsep ekonomi biru adalah kesadaran dan keterlibatan aktif masyarakat, terutama para nelayan, harus diselesaikan," ujarnya.
Hakeng menyebutkan kendala tersebut antara lain praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan masih menjadi masalah serius yang perlu diatasi.
Oleh karena itu menurut dia, pendidikan dan sosialisasi tentang prinsip-prinsip ekonomi biru menjadi kunci dalam mengatasi tantangan ini. "Maka konsep ekonomi biru tidak hanya berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan pangan, tetapi juga pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan," ujarnya.
"Dengan mengembangkan pangan biru dari laut, danau, dan sungai, maka Indonesia dapat memperkuat kedaulatan pangan dengan mengandalkan sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Pengembangan ini tidak hanya memastikan ketersediaan pangan bagi penduduk Indonesia, tetapi juga meningkatkan kemandirian negara dalam memenuhi kebutuhan pangan," tegas Hakeng.
Selanjutnya, KaBid Penataan dan Distribusi Kader Pengurus Pusat Pemuda Katolik ini juga menjelaskan, prinsip-prinsip alami dan lokalitas menjadi panduan dalam pengembangan konsep ekonomi biru. "Hal ini mengarah pada penerapan praktik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya laut," jelas Hakeng.
Dia menambahkan bahwa dengan memperhatikan aspek lingkungan, Indonesia dapat menjaga kelestarian ekosistem laut yang menjadi sumber utama pangan biru.
"Selain itu, pendekatan lokalitas memungkinkan pengembangan strategi yang sesuai dengan karakteristik unik dari setiap wilayah, sehingga memaksimalkan potensi pangan biru secara lokal" ujar Hakeng sambil mengingatkan bahwa langkah-langkah konkret dalam implementasi konsep ekonomi biru yang meliputi pengembangan infrastruktur untuk pengelolaan sumber daya laut, pemberdayaan masyarakat pesisir dalam praktik akuakultur yang berkelanjutan, dan peningkatan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan, harus terealisasikan dengan tegas.
"Dari situlah konsep ekonomi biru dapat memberikan dampak positif dalam memperkuat ketahanan pangan secara keseluruhan. Dengan memanfaatkan sumber daya laut yang berlimpah, Indonesia juga dapat mengurangi ketergantungannya pada impor pangan dan meningkatkan kedaulatan pangan dalam negeri," ungkap Hakeng.
Hakeng juga mengatakan, dengan dukungan dari lembaga internasional seperti FAO dan lembaga pendidikan seperti IPB University, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor dalam penerapan konsep ekonomi biru. "Melalui kerjasama yang kokoh antara pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat, visi mewujudkan ketahanan pangan melalui konsep ekonomi biru dapat menjadi kenyataan," imbuhnya.
Sementara Perwakilan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) untuk Indonesia dan Timor Leste, Rejendra Aryal, ketika berkunjung ke Medan, Sumatera Utara, Sabtu (11/5) menegaskan pentingnya konsep ekonomi biru dalam upaya menghadapi tantangan global terkait ketahanan pangan. Serta menyoroti relevansinya terhadap terobosan baru dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan, terutama di Indonesia.
Redaktur : Lili Lestari
Komentar
()Muat lainnya