Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stok Pangan I Kebijakan Impor Beras Patut Dipertanyakan

Efektivitas Kebijakan Impor Beras Diragukan Bisa Meredam Kenaikan Harga

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

» Sekarang ini harga beras merangkak naik dan diprediksi tidak akan turun hingga tahun depan, bahkan cenderung terus naik.

» Harga beras mahal karena biaya pupuknya mahal, distribusinya naik dan terlambat diintervensi pemerintah.

JAKARTA - Keputusan pemerintah memperkuat cadangan pangan dengan mengimpor beras guna menjaga harga bahan pokok tetap stabil mulai diragukan. Keraguan atas efektivitas impor beras karena dalam pendistribusiannya banyak dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan bantuan sosial.

Analis politik kebijakan pangan, Syaiful Bahari, mengatakan setelah beras impor masuk, harga beras tidak mengalami penurunan karena penggunaannya tidak memiliki efek terhadap pasar. Sementara mengenai impor beras yang dijanjikan dua juta ton pada 2024 hingga kini belum ada kepastian.

"Sekarang ini harga beras merangkak naik, dan diprediksi tidak akan turun hingga tahun depan, bahkan cenderung terus naik," katanya dalam keterangan tertulisnya di Kabupaten Purwakarta, Rabu (29/11), seperti dikutip dari Antara.

Syaiful pun menyoroti kenaikan harga beras medium yang sekarang bertengger di angka 13.500 rupiah per kilogram dan harga premium berada di 15 ribu-16 ribu rupiah per kilogram.

Jika mengacu kepada laporan tahun-tahun sebelumnya saat situasi normal, selalu ada surplus beras pada Desember rata-rata 1 hingga 1,5 juta ton sebagai cadangan beras nasional. Namun akhir tahun ini, stok beras nasional justru defisit 1,45 juta ton.

Syaiful, yang juga anggota Majelis Nasional Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI), mengatakan, pada Januari 2024, defisit beras semakin besar, mencapai 1,6 juta ton. Sedangkan musim tanam serentak tidak bisa serta merta dilakukan petani di kuartal pertama tahun depan.

"Artinya, panen raya yang diharapkan bisa menutup stok gabah pada April nanti sulit terjadi, dan kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah di tengah perhelatan politik 2024," katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan kalau kenaikan harga beras pada akhir tahun ini akan merambat ke sejumlah harga sembako. "Kenaikan tersebut bukan disebabkan oleh siklus akhir tahun serta liburan Natal dan Tahun Baru, tetapi memang tingkat produktivitas pangan nasional selama ini terus menurun," jelasnya.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, yang diminta tanggapannya mengatakan kalau volume impor beras sudah besar, tetapi belum efektif menurunkan harga beras maka kebijakannya patut dipertanyakan.

"Ini antara penghitungan yang salah atau sebenarnya ada rente impor beras yang menikmati dari anomali harga beras akhir-akhir ini? Kalau logika stok beras berkurang, lalu impor bisa turunkan harga, seharusnya harga turun signifikan karena impornya juga masif sekali," katanya.

Namun yang terjadi, impor beras ini sepertinya tidak mampu menyelesaikan masalah harga.

"Kan jelas harga beras mahal itu karena biaya pupuknya mahal, biaya distribusinya naik, dan itu sangat terlambat diintervensi pemerintah," kata Bhima.

Malah, kata Bhima, pemerintah menggabungkan antara izin impor beras dengan BLT El Nino. "Artinya, ada kecenderungan dana pemerintah yang dicairkan ke BLT akan digunakan oleh masyarakat miskin untuk beli beras impor. Ini ibarat kasih uang, tapi yang untung bukan petani, melainkan importir pangan," tegasnya.

Produktifitas Dalam Negeri

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan secara ekonomi, meningkatkan produktivitas dalam negeri dapat menjadi solusi yang lebih efektif daripada mengandalkan impor beras.

Dengan memperkuat sektor pertanian dan meningkatkan produktivitas pangan dalam negeri maka akan menciptakan efek positif terhadap skala ekonomi di dalam negeri.

Peningkatan produksi lokal tidak hanya menjamin ketersediaan pangan, tetapi juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan bagi para pelaku usaha di sektor pertanian.

"Ekonomi itu kuncinya kepastian dan keberlanjutan. Di sini kan sebenarnya jelas bahwa kebijakan impor beras membuat ketidakpastian yang dapat mempengaruhi stabilitas harga dan keberlanjutan rantai pasok pangan dalam negeri. Maka sebenarnya, dalam jangka panjang, investasi pada peningkatan produktivitas lokal menjadi strategi yang lebih berkelanjutan, mengingat kebutuhan pangan yang terus meningkat. Penduduk dunia menuju delapan miliar, ingat," papar Aditya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top