Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penegakan Hukum I Harus Ada Batas Atas untuk Suku Bunga Pinjol Agar Nasabah Tidak Dirugikan

Dugaan Kartel Suku Bunga Fintech Harus Diselidiki

Foto : ISTIMEWA

BHIMA YUDISTHIRA Direktur Center of Economic and Law Studies - Bayangkan bunga 0,8 persen per hari dikalikan satu tahun setara 292 persen itu tidak wajar, bahkan dibanding pinjaman kredit tanpa agunan (KTA) bank dengan bunga berkisar 10–25 persen per tahun.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indikasi permainan suku bunga oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) jelas sangat merugikan masyarakat. Bunga yang seharusnya bisa lebih kompetitif atau rendah, tetapi terhambat penetapan bunga flat 0,8 persen. Untuk itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus mempercepat penyelidikannya.

"Bayangkan bunga 0,8 persen per hari dikalikan satu tahun setara 292 persen itu tidak wajar, bahkan dibanding pinjaman kredit tanpa agunan (KTA) bank dengan bunga berkisar 10-25 persen per tahun," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, kepada Koran Jakarta, Rabu (4/10).

Seperti dikutip dari Antara, KPPU mulai melakukan penyelidikan awal perkara inisiatif atas dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman yang dilakukan oleh AFPI. Penyelidikan ini berawal dari penelitian yang dilakukan KPPU atas sektor pinjaman daring (pinjol) berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat.

"Dari penelitian, KPPU menemukan terdapat pengaturan oleh AFPI kepada anggotanya terkait penentuan komponen pinjaman kepada konsumen, khususnya penetapan suku bunga flat 0,8 persen per hari dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh konsumen atau penerima pinjaman," kata Direktur Investigasi Sekretariat KPPU, Gopprera Panggabean, dalam keterangan di Jakarta.

KPPU menemukan penetapan AFPI tersebut telah diikuti oleh seluruh anggota AFPI yang terdaftar. Berdasarkan informasi di laman resmi AFPI, terdapat 89 anggota yang tergabung dalam fintech lending atau peer-to-peer lending.

"KPPU menilai bahwa penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI ini berpotensi melanggar Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Gopprera.

Untuk itu, KPPU menjadikan temuan itu ditindaklanjuti dengan penyelidikan awal perkara inisiatif, antara lain guna memperjelas identitas Terlapor, pasar bersangkutan, dugaan pasal Undang-Undang yang dilanggar, kesesuaian alat bukti, maupun simpulan perlu atau tidaknya dilanjutkan ke tahap penyelidikan.

Bentuk Satgas

KPPU pun segera membentuk satuan tugas (satgas) untuk menangani persoalan tersebut. Adapun proses penyelidikan awal akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 14 hari terhitung sejak keputusan pembentukan satuan tugas.

Lebih jauh, Bhima mengatakan akibat dari permainan penetapan bunga pinjaman ini membuat fintech tidak lagi membantu pelaku UMKM mendapatkan akses keuangan yang terjangkau, melainkan merugikan pelaku usaha UMKM yang kesulitan mengembalikan pinjaman.

Selain mempercepat proses penyidikan di KPPU, perlu langkah cepat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengatur batas maksimum bunga pinjaman. "Dengan itu, fintech bisa lebih bermanfaat bagi peminjam, khususnya dari kelompok usaha mikro," ucap Bhima.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan tingkat suku bunga pinjol memang jauh lebih tinggi dari kredit bank konvensional, tetapi apakah ada oligopoli atau kartel dalam penentuan bunga pinjol ini, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut.

"Jika KPPU menemukan adanya pengaturan bunga pinjol bersama maka KPPU harus menindak tegas. Dengan mengenakan sanksi karena ada dugaan oligopoli, akan membuat persaingan tidak sempurna," tegasnya.

Untuk itu, lanjut dia, harus ada regulasi yang mengatur bahwa harus ada batas atas untuk suku bunga pinjol agar nasabah tidak dirugikan.

Sementara itu, pakar kebijakan publik dari Universitas Brawijaya, Malang, sekaligus Presiden Forum Dekan Ilmu-ilmu Sosial (Fordekiis), Andy Fefta Wijaya, mengatakan jika terbukti ada praktik kartel suku bunga, masyarakat menunggu tindakan tegas KPPU terhadap perusahaan-perusahaan pinjol.

"Jika memang terbukti adanya pengaturan suku bunga seragam pinjaman pada perusahaan pinjol maka ini jelas merugikan masyarakat, akibat tidak ada persaingan antara pemberi pinjaman, karena sudah dipatok suku bunganya berdasarkan kesepakatan kartel perusahaan sejenis secara bersama. Peminjam sebagai pihak dirugikan dengan suku bunga yang dipatok tinggi. Apabila terbukti maka KPPU harus bertindak tegas, bahkan seharusnya menutup usaha perusahaan-perusahaan pinjol tersebut," ujarnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top