Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Untuk terbang, drone menggunakan empat rotor untuk menggerakkan baling-baling. Namun drone model ini dinilai berisik, kurang cepat dan lincah terutama untuk melakukan manuver sulit dan boros daya listrik.

“Drone" Sayap Capung dengan Kemampuan Akrobatik

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Para peneliti spesialis aeronautika di University of South Australia (UniSA), sedang merancang drone berbentuk capung. Tujuannya drone ini dapat meniru kemampuan aerobatik capung sebuah kelompok serangga tergolong ke dalam bangsa Odonata yang telah ada sejak 300 juta tahun yang lalu.
"Capung adalah serangga penerbang paling gesit di alam dan mungkin yang paling berhasil dimanapun di Bumi. Kemampuannya untuk bergerak ke segala arah dengan kecepatan tinggi atau melayang menjadikannya model sempurna dalam penerbangan robot," ujar peneliti aeronautika dan pemimpin studi aeronautika UniSA, Javaan Chahal.
Para peneliti telah menghabiskan waktu berbulan-bulan mempelajari penerbangan serangga, membuat model tiga dimensi (3D) dan prototipe dari gambar digital, untuk membangun drone bersayap. Chahal percaya bahwa mengepakkan sayap drone berdasarkan bentuk dan gerakan capung akan lebih mudah bermanuver dan hemat energi.
"Capung dapat berbelok dengan cepat dengan kecepatan tinggi dan lepas landas sambil membawa beban lebih dari tiga kali lipat berat badannya sendiri. Mereka juga salah satu predator alam yang paling efektif, menargetkan, mengejar, dan menangkap mangsanya dengan tingkat keberhasilan 95 persen," jelasnya dikutip laman IEEE Spectrum.
Serangga itu memiliki kemampuan terbang yang menakjubkan karena telah melalui evolusi jutaan tahun sebagai cara bertahan hidup. Begitu capung jantan muncul dari tahap larva di bawah air, individu ini akan menghabiskan sebagian besar masa dewasanya hingga enam bulan untuk pertempuran udara melawan saingan, berburu, dan menghindari pemangsa.
Tim Chahal menggunakan teknik fotografi khusus untuk mengklasifikasikan geometri sayap dari 75 spesies capung yang berbeda dari koleksi museum. Hasil pengamatan sayap capung panjang, ringan, dan kaku, dengan kemampuan rasio angkat untuk tarik yang tinggi dan kualitas aerodinamis luar biasa. Plus, tubuh panjangnya menciptakan stabilitas dan keseimbangan yang sangat baik.
"Drone yang meniru capung bisa menjadi ideal untuk mengumpulkan dan mengirimkan muatan, bisa untuk misi pengawasan yang panjang dan menjelajahi lingkungan alam yang rentan dengan mudah," kata Chahal.
Kemampuan capung tetap stabil selama penerbangan juga mengungkapkan teknik yang mereka gunakan untuk keluar dari situasi sulit. Untuk mengetahui hal itu Imperial College London misalnya menggabungkan kamera berkecepatan tinggi dengan magnet kecil dan titik pelacakan gerakan yang menunjukkan capung melakukan backflip terbalik, setelah secara tidak sengaja terbalik di udara.

Mekanisme Stabilitas Pasif
Keterampilan ini bahkan dapat dilakukan saat capung tidak sadar. Artinya hal tersebut merupakan mekanisme stabilitas pasif yang mirip dengan konsep pesawat yang dirancang untuk meluncur ke tempat yang aman dengan mesin dimatikan. Insinyur tengah mencari tahu bentuk dan kekakuan sendi sayap capung untuk menciptakan drone yang lebih aman dan dapat memperbaiki dirinya sendiri.
Tentu saja, tidak semua upaya untuk membuat drone mirip capung berhasil. Misalnya sebuah ornithopter atau pesawat terbang dengan kepakan sayap yang dibiayai secara urun dana (crowdfunded) TechJet seharusnya beroperasi sebagai kamera udara, pengawasan, dan drone keamanan, tetapi gagal sebelum produksi dimulai.
Skema serupa di Animal Dynamics spin-out Universitas Oxford disebut drone mikro Skeeter saat ini sedang didanai untuk mengembangkan produk komersial. Kedua proyek berutang pada 'Insectothopter' CIA, sebuah drone capung mata-mata yang dibangun pada era '70-an yang akhirnya ditinggalkan.
Namun prinsip di balik drone capung yang kuat tetap menjadi perhatian. NASA telah menetapkan pesawat otonom bertenaga nuklir yang disebut Dragonfly untuk menyelidiki permukaan Bulan Saturnus bernama Titan pada 2034.
Proyek NASA itu sebenarnya quadcopter atau drone dengan empat rotor untuk menggerakkan baling-baling, bukan drone bersayap. Tetapi para insinyur masih yakin mereka dapat memecahkan kode serangga terbang paling berbakat di alam dan merevolusi penerbangan tak berawak di masa depan. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top