DPR Miris Indonesia Tak Mampu Tangkal Ketergantungan Barang Impor
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII dengan Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Foto: dpr.go.idJAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengaku "naik tensi" lantaran mendengar kondisi industri tekstil yang babak belur akibat banjirnya produk impor di Tanah Air.
Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (9/7), disebutkan regulasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor telah membawa masalah besar bagi produk industri dalam negeri. Pasalnya, produk impor dengan harga murah membanjiri pasar dalam negeri, sehingga tidak mampu diimbangi oleh produk lokal.
Adanya Permendag No 8/2024 tersebut, kata Plt Dirjen IKFT Kemenperin Reni Yunita, mengakibatkan naiknya volume impor tekstil secara signifikan pada bulan Mei 2024 menjadi 194.870 ton dari semula 136.360 ton pada April 2024. Imbasnya, ada 11.000 orang yang harus dirumahkan alias di-PHK buntut banyaknya pabrik tekstil yang tutup dampak diberlakukannya Permendag 8/2024.
"Terus terang saya mendengar paparan ibu, saya stres. Saya stres cemas karena saya tidak menyangka industri tekstil kita begitu lemahnya, ketergantungan kita pada impor yang begitu besarnya, ketidakmampuan kita menangkal impor yang kalah bersaing dengan produk dalam negeri," ujar Eddy dalam rapat tersebut.
Eddy juga mengaku miris lantaran Indonesia yang memiliki pasar yang luas namun yang menguasai malah negara asing.
"Kita kalah bersaing karena impor begitu murah harganya. Dan daya saing kita juga lemah. Saya stres karena kita yang punya pasar tapi orang lian yang menguasai terus terus menerus. Saya terus terus terang mudah-mudahan enggak naik nih tensi saya, tapi ternyata naik juga loh ini. Ini saya kaget mendengarnya," katanya.
Hal ini juga diamini anggota Komisi VII DPR Nasril Bahar. Dia mengaku miris mendengar kondisi tekstil saat ini. Dia membandingkan kondisi tekstil saat ini jauh lebih merosot jika dibandingkan dengan kondisi tekstil di era zaman Orde Baru. "Zaman Orde Baru Suharto itu cukup baik, nah sekarang lompatannya itu menurun, bukan cukup baik," katanya.
Oleh sebab itu, dia berharap, pemerintah bisa fokus menentukan kebijakan yang tepat. "Fokus dalam menentukan kebijakan terhadap perkembangan dan kemajuan industri kita. Jangan terlalu fokus sama yang terlalu tinggi tapi yang di bawah berantakan," katanya.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: -
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD
Berita Terkini
- Midea Rilis Kulkas Berkapasitas Besar yang Hemat Energi
- Musyawarah Kadin Indonesia Siap Digelar, Arsjad Rasjid Pertahankan Keutuhan Organisasi
- Ini Rekap Transfer Liga Prancis
- Ini Kata Jens Raven Soal Kluivert dan Indonesia ke Piala Dunia
- Ternyata Ini yang Dilakukan Pembunuh Sandy Permana untuk Hilangkan Jejak