Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Resesi I Perlu Bankir Hebat yang Mampu Bangun Ekonomi Rakyat

Dorong Alokasi Kredit untuk Perkuat Sektor Riil

Foto : Sumber: Bank Indonesia – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

>> Dana masyarakat jangan dihamburkan untuk fasilitasi barang impor.

>> Mahasiswa perlu didorong ikut dampingi warga bangun ekonomi perdesaan.

JAKARTA - Perbankan Indonesia, dalam menjalankan fungsi intermediasi, semestinya memanfaatkan dana masyarakat untuk kegiatan yang produktif, memperkuat fundamental ekonomi, dan mendukung kemandirian, seperti membangun sektor riil nasional dengan fokus industri substitusi impor dan orientasi ekspor.

Oleh karena itu, dana masyarakat seharusnya tidak digunakan untuk kegiatan yang pada akhirnya malah menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi produk negara lain, misalnya membangun mal dan kredit konsumsi yang melancarkan impor. Jangan sampai, kredit bank untuk membangun infrastruktur yang memfasilitasi masuknya barang dari luar negeri.

Guru Besar Ekonomi Pertanian UGM, Dwijono Hadi Darwanto, mengatakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki kewenangan penuh untuk membuat kebijakan intermediasi bank seperti itu. "Pilih bankir yang hebat, menteri best of the best yang mampu bangun ekonomi rakyat," ujar dia, ketika dihubungi, Senin (2/9).

Menurut Dwijono, sudah saatnya pemerintah memilih orang-orang berdasarkan kompetensi dan kapasitas memadai, bukan sekadar alasan koneksi politik. Begitu pula di perbankan, primitive banking atau praktik untuk mendapatkan kredit dengan cara lama, yakni hubungan politik, suap, dan korupsi mesti ditinggalkan.

Dia menegaskan, Indonesia yang berlandaskan ekonomi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat semestinya menjadikan bank BUMN seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Bank BRI) lebih concern pada usaha di perdesaan. Sebab, ekonomi rakyat banyak tumbuh di desa, sedangkan ekonomi konglomerat mendorong dan mengandalkan ekonomi konsumsi perkotaan.

"Selama ini manajemen perbankan nasional, termasuk bank BUMN, hanya berpikir tradisional yakni mengucurkan kredit dengan cepat dengan bayangan hasil yang mudah, ya dikucurkan untuk konglomerat," jelas Dwijono.

Di sisi lain, lanjut dia, mengucurkan kredit skala kecil untuk jutaan petani dan nelayan memiliki tantangan lebih kompleks. "Namun dengan perkembangan teknologi semestinya tidak sulit mengubah corak portofolio perbankan," tukas dia.

Sebelumnya, Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta, YS Susilo, mengemukakan saat ini outstanding kredit yang masuk ke sektor nonpoduktif, seperti properti dan konsumsi mencapai sekitar 2.000 triliun rupiah. Padahal, jika dana sebesar itu disalurkan ke sektor yang lebih produktif misalnya sektor riil, industri substitusi impor, bahkan orientasi ekspor, maka bisa menyelesaikan masalah ekonomi negara. "Kredit lebih banyak untuk sektor pertambangan dan sawit yang tidak ada nilai tambahnya," ungkap dia.

Menurut Susilo, jika kredit disebarkan ke puluhan juta petani dan nelayan maupun usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), risikonya akan jauh lebih kecil karena tersebar secara luas dan dalam. Dari situlah bisa tumbuh secara berkelanjutan atau sustainable sehingga mengangkat mereka menjadi kelas menengah.

"Intermediasi bank yang masif dan intensif, satu-satunya cara mempersempit kesenjangan ekonomi," papar dia.

Dukungan Mahasiswa

Pengamat pendidikan dari Universitas Brawijaya, Aulia Luqman Aziz, mengatakan kalangan mahasiswa mesti berpartisipasi mendukung pembangunan sektor riil, seperti pertanian nasional, dengan cara mendampingi petani, nelayan, dan UMKM untuk peningkatan sistem dan teknologi. Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) mesti benar-benar dioptimalkan untuk praktik kerja mahasiswa mendampingi pengembangan ekonomi rakyat.

"Akan sangat bagus kalau KKN dirancang untuk mendukung pengembangan ekonomi perdesaan. Jadi selain yang sudah berjalan selama ini, seperti membangun prasarana desa, bisa juga difokuskan untuk mendukung sektor riil seperti pertanian dan perikanan," papar dia.

Menurut Aulia, KKN diperlukan supaya inovasi mahasiswa dapat langsung dipraktikkan di lapangan, sekaligus membantu meningkatkan ekonomi desa. Mahasiswa juga bisa membantu peningkatan kapasitas masyarakat, sesuai orientasi akademik masing-masing.

"Jadi, dalam terjun tidak hanya mahasiswa peternakan atau perikanan saja yang berperan, anak ekonomi juga bisa untuk memberi penyuluhan dari sisi pemasaran, pengelolaan keuangan, dan lain-lain," jelas dia. YK/SB/WP

Penulis : Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top