Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tata Niaga Ekspor

DMO Kunci dari Industri Nilai Tambah Nasional

Foto : ISTIMEWA

MASYHURI Guru Besar Ekonomi Pertanian UGM - Kuncinya adalah Domestic Market Obligation (DMO) atau kewajiban memenuhi pasar dalam negeri untuk industri nilai tambah nasional.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Melonjaknya harga minyak goreng beberapa waktu terakhir dinilai karena tidak adanya penerapan aturan yang tegas kepada para pelaku industri untuk memprioritaskan kepentingan dalam negeri. Para produsen sawit mengabaikan pasar dalam negeri dan lebih mengejar pasar ekspor seiring dengan melonjaknya harga komoditas.

Guru Besar Ekonomi Pertanian dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Masyhuri, mengatakan kenaikan harga minyak goreng semestinya membuka mata, kalau ada yang keliru dalam tata niaga sawit di Indonesia yakni para pelaku perkebunan sawit hanya mengejar keuntungan besar dari ekspor dan mengorbankan masyarakat konsumen dalam negeri.

"Jadi, ini soal tata niaga hulu hilirnya ya. Kalau pengusaha ya ngejar harga tinggi, tapi jangan lupa Presiden selalu bilang untuk bangun industri nilai tambah. Tambang dibangun smelter nah CPO, cokelat, kopi, ini bagaimana pengaturannya, pemerintah tidak boleh diam," kata Masyhuri.

Negara-negara maju, seperti Tiongkok pun melarang para pengusahanya untuk menjual barang mentah ke luar negeri. Semua yang diekspor adalah barang jadi sehingga ekonominya bisa tumbuh 8,1 persen, bahkan pernah dua digit. Dengan industri nilai tambah, value added product, maka Indonesia baru bisa bersaing dengan negara-negara lain.

Tetapi, semua pengaturan tidak boleh merugikan pengusaha sehingga pemerintah harus benar-benar memberi jalan lebih menguntungkan jika value added di dalam negeri dilakukan oleh pengusaha. Melalui berbagai kebijakan yang menguntungkan industri hilir di dalam negeri maka kejadian seperti CPO langka di dalam negeri tidak akan terjadi.

"Kita pengekspor 50 persen kebutuhan CPO dunia kok sampai minyak goreng langka? Kan seperti tikus mati di lumbung padi. Kuncinya adalah Domestic Market Obligation (DMO) atau kewajiban memenuhi pasar dalam negeri untuk industri nilai tambah nasional yang ditopang kebijakan panjang industri yang menguntungkan semua pengusaha yang terlibat di dalam ekonomi dalam negeri," papar Masyhuri.

Kurang Konsisten

Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Wasiaturrahma, mengatakan DMO terhambat karena perusahaan minyak sawit lebih mementingkan keuntungan ekspor daripada kebutuhan dalam negeri.

"Masalahnya di Indonesia kurang konsisten dengan DMO. Biasanya DMO ini dilakukan bila dirasa ada potensi komoditas berkurang. Isu DMO CPO ini sudah lama sebenarnya jadi bukan baru sekarang. Kita kan bersama Malaysia negara penghasil sawit utama di dunia. Nah hematnya, buat apa ada ekspor kalau bahan baku kita sendiri sulit terpenuhi. Ini karena perusahaan tidak mau rugi, karena diekspor perusahaan tetap untung. Ini namanya profit oriented," ujarnya.

Rahma menjelaskan DMO bertujuan untuk menstabilkan antara minyak sawit yang di ekspor dan batu bara kebutuhan domestik. "Kita sebenarnya sudah punya DMO, seharusnya kebutuhan minyak sawit dalam negeri harus mencapai target. Namun, karena permintaan luar negeri tinggi sehingga mengganggu kebutuhan minyak sawit dalam negeri," tambahnya.

Kalau semua produk ekspor memiliki nilai tambah maka yang akan terjadi harga akan terbentuk dan mengikuti nilai pasar. Demokrasi ekonomi adalah keseimbangan antara sisi supply dan demand, bukan dengan mengatur harga yang jelas-jelas melanggar ketentuan organisasi perdagangan dunia WTO.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top