Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilisasi Harga Minyak Goreng

DMO Kewajiban Konstitusi, Pemerintah Harus Paksa Produsen CPO Mematuhi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Masyhuri, mengatakan pemerintah harus tegas menggunakan instrumen untuk mengatur pasokan dan distribusi terkait dengan kelangkaan minyak goreng. Domestic Market Obligation (DMO) harus dinaikkan hingga 50 persen dan harus dijalankan pengusaha. Kalau DMO sampai 50 persen maka otomatis suplai di pasaran berlimpah.

"Dengan suplai yang melimpah maka otomatis harga akan turun dengan sendirinya tanpa perlu diintervensi. Apalagi, minyak goreng ini faktor produksi utama pengusaha kecil, ke depan tak boleh lagi ada kelangkaan," kata Masyhuri.

Selain itu, dengan banjirnya minyak goreng di pasar, penimbun tidak bisa memainkan harga karena akan kehabisan tempat untuk menyimpan barang. Kalau suplai banjir, otomatis harga turun dengan sendirinya. "Pelaksanaan DMO otomatis akan membasmi spekulator," kata Masyhuri.

Pemerintah, jelasnya, mesti menunjukkan bahwa negara ada dan bekerja sepenuhnya untuk kepentingan rakyat banyak, bukan hanya untuk pengusaha CPO. Pada saat seperti ini, pengusaha mesti menunjukkan sedikit timbal balik kepada rakyat dan kepada negara.

Masyhuri juga mengatakan kenaikan harga minyak goreng semestinya membuka mata, kalau ada yang keliru dalam tata niaga sawit di Indonesia yakni para pelaku perkebunan sawit hanya mengejar keuntungan besar dari ekspor dan mengorbankan masyarakat konsumen dalam negeri.

"Jadi ini soal tata niaga hulu hilirnya ya. Kalau pengusaha ya ngejar harga tinggi, tapi jangan lupa Presiden selalu bilang untuk bangun industri nilai tambah. Tambang dibangun smelter, nah CPO, cokelat, kopi, ini bagaimana pengaturannya, pemerintah tidak boleh diam," kata Masyhuri.

Negara-negara maju, seperti Tiongkok pun melarang para pengusahanya untuk menjual barang mentah ke luar negeri. Semua yang diekspor adalah barang jadi sehingga ekonominya bisa tumbuh 8,1 persen, bahkan pernah 2 digit. Dengan industri nilai tambah, value added product, maka Indonesia baru bisa bersaing dengan negara-negara lain.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan, kunci dari penyelesaian minyak goreng adalah ekspor CPO hanya boleh 50 persen, sehingga bahan baku dalam negeri banjir dan otomatis harga akan turun. Penimbun pun tidak bisa memainkan harga karena gudang untuk tempat menyimpan tidak mencukupi. Pelaksanaan DMO otomatis akan membasmi spekulator.

"Ini asas supply and demand. Kalau suplai banjir, otomatis harga turun. Dengan demikian, selisih harga yang diciptakan pengusaha hilang juga dengan sendirinya," katanya.

Kalau bahan baku tambang saja pemerintah bisa melarang untuk mengekspor, kenapa minyak goreng yang jadi konsumsi masyarakat tidak ada larangan ekspor. Penerapan DMO secara tegas seharusnya jadi kewajiban konstitusi untuk memenuhi pangan rakyat.

Namun, Wakil Ketua Komisi VI DPR, Martin Manurung, menegaskan kebijakan penerapan DMO dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak sawit bukan alasan menekan harga sawit petani.

"Banyak laporan yang saya terima, harga sawit turun hingga seribu rupiah dari harga pasaran. Para pengusaha yang membeli memakai kebijakan DMO dan DPO sebagai alasannya," kata Martin dalam keterangan tertulisnya.

Pemerintah Harus Tegas

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Imron Mawardi, mengatakan pemerintah perlu tegas dalam pengawasan dan penindakan agar penerapan DMO bisa mengatasi kelangkaan minyak goreng.

"Minyak goreng masih sulit didapat karena belum semua pengusaha taat dengan kebijakan DMO," kata Imron.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi, Mamit Setiawan, mengusulkan agar ekspor CPO dihentikan terlebih dahulu. "Dengan stop ekspor, saya yakin pasar akan banjir," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top