Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ketahanan Pangan I Perlu Kebijakan Komprehensif Selesaikan Masalah Hulu dan Hilir

Diversifikasi Pangan Harus Mulai Dijalankan secara Konsisten

Foto : ISTIMEWA

MASYHURI Guru Besar Ekonomi Pertanian UGM - Untuk kasus ketahanan pangan Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan satu cara saja, tapi harus mengombinasikan dari on farm atau hulu sampai off farm atau hilir, termasuk gagasan mengubah volatile food menjadi komponen inflasi inti.

A   A   A   Pengaturan Font

» Manajemen stok yang buruk tahun ini, jangan terulang kembali di tahuntahun mendatang.

» Penyediaan pupuk bersubsidi, benih, dan faktor input pertanian harus dipastikan langsung menyasar petani.

JAKARTA - Salah satu tantangan pada ketahanan pangan nasional adalah masih sulitnya mengatasi fluktuasi harga komoditas pangan yang bergejolak atau volatile food. Kesulitan tersebut selalu berulang setiap tahun karena dipengaruhi oleh panen, gangguan alam, hingga perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun internasional.

Kepala Badan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, Kasan, dalam seminar bertajuk "Tantangan Perdagangan Pangan Global" di Jakarta, Rabu (25/10), mengatakan kesulitan mengatasi volatile food itu yang menyebabkan ketahanan pangan Indonesia masih tertinggal dibanding Singapura, Malaysia, dan Vietnam.

Jika dibandingkan dengan Indonesia, Singapura lebih banyak melakukan impor pangan. Namun, penanganan masalah ketahanan pangan di negara tersebut lebih baik dibandingkan Indonesia.

Menanggapi pernyataan pejabat Kemendag itu, Guru Besar Ekonomi Pertanian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Masyhuri, mengatakan tantangan ketahanan pangan di Indonesia tidak bisa disamakan dengan Singapura. Sebab, jumlah penduduk yang harus diberi makan di Indonesia jauh lebih banyak dibanding Singapura, bahkan tidak bisa dibandingkan.

Singapura hanya memiliki penduduk sekitar enam juta jiwa, sedangkan Indonesia sekitar 280 juta. Hal itu berarti kebutuhan pangan di Singapura hanya 2 persen persen dari kebutuhan pangan Indonesia.

"Untuk kasus ketahanan pangan Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan satu cara saja, tapi harus mengombinasikan dari on farm atau hulu sampai off farm atau hilir, termasuk gagasan mengubah volatile food menjadi komponen inflasi inti," kata Masyhuri.

Di hulu, diversifikasi pangan harus segera mulai dijalankan secara konsisten terus-menerus. Sementara langkah untuk manajemen stok juga harus terus diperkuat. Jangan sampai buruknya manajemen stok pada tahun ini terulang kembali di tahun-tahun mendatang.

"Sudah tahu akan ada El Nino dari tahun lalu kok stoknya tidak ditambah? Bagaimana mau melakukan stabilisasi harga kalau stoknya tidak ada?" tanya Masyhuri.

Di sisi lain, teknologi hilirisasi juga perlu didukung dengan permodalan yang kuat dan teknologi tinggi. Produk sambal misalnya, pemerintah semestinya memberikan dukungan penuh pada perusahaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mengembangkan produk sambal olahan karena produk mereka sangat dibutuhkan masyarakat.

"Hilirisasi untuk banyak produk pangan memang harus dikerjakan, tapi tidak tunggal. On farm, manajemen stok produk segar dan juga hilirisasi bareng dikerjakan maka kita akan mencapai ketahanan pangan," tandas Masyhuri.

Langsung ke Petani

Senada dengan Masyhuri, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan membandingkan Indonesia dan Singapura tentu kurang tepat dan bukan padanannya baik dari segi jumlah penduduk antar kedua negara, juga kondisi dan kebijakannya sangat berbeda. Baik Indonesia maupun Singapura sama-sama mempunyai keunikan dan karakteristik sendiri-sendiri.

Kebijakan di Singapura tidak bisa diterapkan secara gamblang di Indonesia, begitu pula sebaliknya. Maka untuk menuju ketahanan pangan butuh kebijakan yang fokus penyelesaian dari hulu hingga hilir.

Dari hulu, penyediaan pupuk, terutama pupuk bersubsidi, benih, dan faktor input pertanian lainnya harus dipastikan langsung menyasar petani. Kepastian subsidi diterima langsung oleh petani sangat penting supaya produktivitas pertanian nasional tidak menurun.

Begitu juga dengan menahan alih fungsi lahan pertanian yang semakin menekan lahan pertanian. Penggunaan teknologi pun harus dikuatkan di sisi hulunya.

Tidak ketinggalan pula kebijakan penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah yang pro petani. Dengan demikian, di sisi hilir konsumen tidak dihadapkan pada kelangkaan produk pangan, khususnya beras. "Masyarakat harus dipastikan dapat membeli beras dari segala tingkatan kualitas dengan harga yang sesuai dengan peraturan pemerintah," kata Huda.

Selama ini, kata Huda, pendekatan kebijakan terhadap sektor hulu hilir terpisah-pisah, sehingga dari tahun ke tahun selalu mengalami masalah yang berulang ulang. "Ini yang perlu dibenahi terutama di ketersediaan pupuk subsidi," pungkas Huda.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top