Dinasti Politik Marak di Negara Demokrasi, Ini Dampak Buruknya
Presiden AS ke-43 George Bush (kiri) dan mendiang ayahnya Presiden AS ke-41 George HW Bush.
Misalnya, seorang pemimpin politik akan menempatkan keluarganya dalam posisi pemerintahan penting atau berpengaruh tanpa peduli apakah keluarga tersebut memiliki pengalaman atau kualifikasi yang layak. Di satu sisi, mereka telah memiliki akses khusus dalam pendanaan sehingga membuat langkah mereka menjadi lebih mudah.
Di jurnal yang berjudul "The Irony of Indonesia's democracy: The Rise of Dynastic Politics in the Post-Suharto Era" terdapat temuan empiris bahwa jumlah dinasti politik di Indonesia meningkat lebih dari tiga kali lipat antara 2010 dan 2018, atau hanya dalam satu siklus pemilu.
Dalam konteks ini, terjadi parasitic symbionts yang dalam konteks biologi adalah interaksi simbiosis yang erat dan berjangka panjang antara dua organisme, yakni salah satu organisme hidup di dalam tubuh inangnya sehingga menimbulkan kerugian.
Dalam konteks politik, hal ini menjelaskan bagaimana pelaku dinasti melakukan apa yang disebut "institutional drift" yaitu mengatur sedemikian rupa aturan atau regulasi di institusi. Ini berarti mereka mampu memengaruhi dan mengubah cara kerja institusi demokratis untuk mendukung keberlangsungan dinasti politik mereka.
Contoh praktiknya bisa dilihat dari bagaimana institusi peradilan, Mahkamah Konstitusi, memengaruhi dan mengubah aturan perundang-undangan untuk membuka jalan bagi figur tertentu untuk bisa maju di kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal ini bisa terjadi akibat adanya ruang dan kuasa yang bisa digunakan oleh pihak dinasti politik.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : -
Komentar
()Muat lainnya