Dialog Pilar Negara dengan Guru Honorer

Bandung - Banyak profesi di Tanah Air, termasuk profesi yang sangat mulia yakni tenaga pengajar atau guru, yang masih berstatus honorer. Tentu saja penghasilan mereka lebih minim dibandingkan dengan yang sudah berstatus pegawai negeri atau PNS. Mereka inilah yang kerap menanyakan nasib dan masa depannya dikaitkan dengan salahg satu pilar negara, Pancasila, khususnya sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Untung saja, forum dialog dan sosialisasi Empat Pilar MPR yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI) dan Bhineka Tunggal Ika memberikan kesempatan untuk menampung semua keluhan dan curhat para tenaga honorer. Adalah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) LiliAsdjudireja yang membuka dialog dan sosialisasi Empat Pilar dengan Forum Pendidik & Tenaga Kependidikan Honorer Sekolah (FPTKHS).

Acara digelar di Gor Desa Kamasan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung, akhir pekan ini Dialog, diawali penyampaian Ketua FPTKHS yakni Ibu Ayi Suatikah. Dia mengungkapkan beberapa keluhan. Salah satu keluhannya yakni tidak tercerminnya sila ke-5 dari Pancasila terkait masalah guru honorer (non-PNS) yang sangat minim.

Selain mengeluhkan hal itu, Ibu Ayi tetap memberikan semangat kepada teman-teman seperjuangannya untuk tetap mengajar dengan sepenuh hati, meskipun terkendala masalah honor yang sangat minim. Dialog kebangsaan ini juga dihadiri oleh Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Ibu Cucu Sugyati.

Menurut Lili, ketika kita sedang gencar-gencarnya berbicara Pancasila yang harus membumi di tanah air, tapi dilain pihak kita mendengarkan adanya ketidakadilan yang diterima oleh para guru honorer. "Dengan mengimplementasikan secara benar dan terarah empat pilar MPR dapat membawa kesejahteraan rakyat Indonesia," kata Lili Lili menjelaskan, pentingnya elemen masyarakat, termasuk guru honorer untuk meyakini bahwa empat pilar MPR adalah hal yang harus diperjuangkan bersama. sur/AR-3