Di Asia Tenggara, Pemanfaatan PLTS Indonesia Tertinggal Jauh
Asap membubung dari cerobong di PLTU Suralaya di Cilegon.
Foto: BAY ISMOYO / AFPJAKARTA - Indonesia dalam pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) masih jauh tertinggal dibanding negara tetangga di Asia Tenggara. Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, bahkan Kamboja, perkembangan PLTS Indonesia sangat terlambat.
Pada 2021, secara global terdapat tambahan 302 gigawatt (GW) kapasitas energi terbarukan, yang mana PLTS mencapai 168 GW atau 56 persen dari seluruh kapasitas tersebut. Sedangkan Indonesia hanya bertambah 0,04 GW di 2021, kurang dari setengah persen dari tambahan kapasitas global. Padahal dari sisi sumber daya, energi surya sedikitnya dapat membangkitkan 3.400 GWp.
Menurut Fabby, faktor yang menyebabkan lambannya PLTS di Indonesia karena pertama, kepentingan industri batu bara. Kedua, pengembangan PLTS sangat bergantung pada PLN.
"Untuk PLTS skala besar tergantung pada perencanaan dan lelang pembangkit PLN. PLTS Atap juga mengalami kendala karena PLN enggan memberikan izin sesuai peraturan perundangan," ungkap Fabby.
Ketiga, regulasi sering tumpang tindih dan membuat investasi PLTS menjadi tidak bankable. "Misalnya, peraturan mengenai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) membuat proyek proyek tidak bankable," katanya.
Begitu pula dengan Permen ESDM No 50/2017 yang menyebabkan ekosistem industri PLTS belum terbentuk. Terakhir, masih tingginya kebergantungan pada impor membuat harga modul surya dalam negeri tidak kompetitif.
Untuk mendorong pengembangan PLTS, kata Fabby, Presiden harus memerintahkan semua pihak, khususnya PLN, untuk akselerasi pembangunan PLTS, mempermudah perizinan PLTS Atap serta moratorium ketentuan TKDN modul surya hingga 2025 dan pada periode ini mulai bangun PLTS terintegrasi, dimulai dari sel surya dan modul surya.
Selain itu harus membuat dukungan pendanaan PLTS Atap skala kecil, misalnya melalui hibah atau kredit murah.
Harga Kompetitif
Secara terpisah, Direktur Strategi Bisnis dan Portofolio PT Len Industri (Persero), Linus Andor M Sijabat, mengatakan kapasitas PLTS terpasang di Indonesia masih ratusan megawatt, sedangkan di Vietnam sudah memiliki kapasitas terpasang PLTS mencapai puluhan gigawatt (GW).
Dengan dukungan dari pemerintah, PLTS diharapkan menjadi solusi terdepan bagi seluruh daerah 3T yang ada di Indonesia. PLTS merupakan salah satu program prioritas pemerintah untuk mencapai target pengembangan energi baru terbarukan (EBT) 23 persen pada 2025.
Potensi energi surya di Indonesia sangat tinggi dan mulai memiliki harga yang kompetitif.
"Diperlukan sinergi antara pemerintah sebagai regulator, PLN sebagai operator, pihak industri sebagai produsen, serta masyarakat sebagai konsumen sehingga bisa mengakselerasi pemanfaatan potensi energi surya secepatnya," kata Linus.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Electricity Connect 2024, Momentum Kemandirian dan Ketahanan Energi Nasional
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Tim Putra LavAni Kembali Tembus Grand Final Usai Bungkam Indomaret
Berita Terkini
- World Plastics Council and Global Plastics Alliance Minta Akhiri Polusi Plastik
- Lima Remaja Diamankan Polisi Saat Hendak Tawuran di Jakarta Barat
- Ini Peringkat 30 Eksportir Terbesar di Dunia, Indonesia Nomor 3 dari Belakang
- Memiliki Ide Memajukan Jakarta, Rujaks Deklarasi Dukung Ridwan Kamil – Suswono
- Terus Bertambah, Daop 7 Catat 13.489 Tiket Terpesan di Libur Natal dan Tahun Baru 2025