Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Transisi Energi | Pengoperasian PLTU Batu Bara sebanyak 53 Gigawatt Dihentikan pada 2025-2045

DEN Mulai Susun Peta Jalan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Dewan Energi Nasional (DEN) sedang menyusun peta jalan transisi energi untuk menghadapi tren global mengenai pembangunan energi rendah karbon dan pemanfaatan energi ramah lingkungan.

"Penyusunan peta jalan transisi energi merupakan program kerja DEN periode 2021-2025," kata Anggota DEN Satya Widya Yudha dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Minggu (11/7).

Tahun ini, DEN menargetkan inventarisasi berbagai aksi mitigasi untuk setiap sektor dan subsektor energi hingga nol bersih emisi yang dapat menjadi bahan komunikasi publik terkait skenario pemerintah dalam penerapan kebijakan transisi energi.

Selanjutnya pada 2022, peta jalan transisi energi diproyeksikan sudah menjadi dokumen resmi termasuk skenario ambisius nol bersih emisi dan aksi mitigasi sektor energi sebagai bahan rekomendasi DEN.

Proposisi kebijakan menuju nol bersih emisi dalam transisi energi dilakukan dengan tetap menjaga ketahanan energi nasional pada koridor ketahanan energi berupa ketersediaan, aksesibilitas, keterjangkauan, dan penerimaan serta tidak membebani perekonomian.Adapun tantangan terbesar transisi energi adalah pemenuhan penyediaan listrik dari sumber energi terbarukan dan mewujudkan dukungan teknologi untuk menyiapkan pasokan listrik.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah berkomitmen akan menghentikan pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara sebanyak 53 gigawatt pada rentang 2025 hingga 2045. Inisiatif tersebut untuk mendukung kebijakan nol bersih emisi di Indonesia pada subsektor ketenagalistrikan.

Ketika pembangkit energi fosil padam satu per satunya, maka kekosongan pembangkit akan diganti oleh pembangkit energi terbarukan yang bersumber dari matahari, air, angin, biomassa, hingga panas bumi.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanthi menyatakan interaksi dari berbagai sektor termasuk sektor energi akan sangat mempengaruhi dan sangat menentukan keberhasilan capaian Nationally Determined Contributions (NDC) secara utuh.

"Summary energi yang masih berjalan dalam mendukung skenario net zero emission nasional berbentuk policy intervention, antara lain peaking emisi sebelum 2040 dan net zero emission pembangkit di 2050," kata Laksmi.

Komitmen Pemerintah

Untuk merealisasikannya, pemerintah mendorong pemanfaatan energi hijau sebagai bagian dari upaya menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Pemerintah berkomitmen menurunkan emisi GRK pada 2030 sebesar 29 persen atau setara dengan 834 juta ton CO2-ekuivalen secara mandiri dan sebesar 41 persen atau setara dengan 1,08 miliar ton CO2-ekuivalen apabila mendapatkan bantuan internasional.

Sektor industri berkontribusi terhadap penurunan GRK untuk tiga sumber emisi, yaitu energi, proses industri dan penggunaan produk, serta pengelolaan limbah industri. Ini didukung dengan partisipasi dari industri semen, industri pupuk, dan petrokimia, industri logam, industri keramik, serta industri pulp dan kertas.

Dari 10 kelompok industri prioritas dalam Kebijakan Industri Nasional (KIN) 2020-2024, Industri Pembangkit Energi menjadi bagian di dalamnya dengan pengembangan industri alat kelistrikan, yaitu motor/generator listrik, baterai sebagai pendukung pembangkit listrik, solar cell dan solar wafer, turbin, tungku pemanas (boiler), pipa alir uap panas, dan mesin peralatan pembangkit listrik.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top