Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebebasan Berpendapat

Demokrasi Indonesia Masuk Kategori Cacat

Foto : ANTARA/Fikri Yusuf

Presiden Joko Widodo

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Skor Indeks Demokrasi Indonesia terendah selama 14 tahun terakhir, maka negeri ini dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi cacat. Pernyataan ini dikeluarkan Presiden Joko Widodo, di Bali, Jumat (3/12).

Presiden mengutip laporan Indeks Demokrasi 2020 yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU), yang menempatkan Indonesia di posisi ke-64 dunia dengan skor 6.3. "Skor tersebut merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam 14 tahun terakhir. Indonesia pun dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi cacat," tandas Presiden dalam arahan Apel Kasatpel Polri, di Bali, Jumat (3/12).

Meski peringkat Indonesia sama dengan tahun sebelumnya, skor tersebut menurun dari sebelumnya 6.48. "Karena ini persepsi lagi, dilihat oleh masyarakat, sekali lagi ini persepsi. Sedikit-sedikit ditangkap. Oleh sebab itu pendekatan harus persuasive, dialogis, persuasif, dan dialog," ungkap Presiden.

Presiden Jokowi menyebutkan contoh penghapusan mural yang mengkritik dirinya beberapa waktu lalu. "Contoh kecil-kecil saja, mural dihapus. Saya tahu nggak mungkin perintahnya Kapolri. Perintahnya Kapolda juga nggak mungkin. Perintahnya Kapolres juga mungkin, nggak mungkin. Itu sebetulnya urusan di Polsek yang saya cek di lapangan, tapi nyatanya dihapus. Oleh sebab itu beritahu kapolsek-kapolsek itu urusan kecil," tambah Presiden.

Sebelumnya, ada mural di dinding terowongan inspeksi Tol Kunciran-Bandara Soekarno Hatta di Batuceper, Kota Tangerang, Banten yang dihapus. "Saya datang ke sebuah daerah ada mural dihapus, ramai. Wah Presiden yo urukan? Urusan mural, oh urusan mural saja ngapain sih? Wong saya dihina. Saya dimaki-maki, difitnah udah biasa. Ada mural saja takut, ngapain?" ungkap Presiden.

Presiden Jokowi minta agar aparat membedakan antara kritik yang membangun dan kritik yang mengganggu ketertiban masyarakat. "Baca ini hati-hati. Ini kebebasan berpendapat, tapi kalau menyebabkan ketertiban masyarakat di daerah menjadi terganggu, beda soal. Sehingga saya mengapresiasi di balik Kapolri membuat lomba mural dan saya kira hasilnya positif," kata Presiden.

Ia pun minta agar di alam demokrasi, pemerintah tetap harus menghormati kebebasan berpendapat dan menyerap aspirasinya. "Tapi ketegasan itu juga jangan hilang dari Polri. Kewibawaan juga jangan hilang dari Polri. Saya kadang-kadang sudah lama sekali ingin menyampaikan, ada kapolda baru, ada kapolres baru, malah datang kepada sesepuhnya ormas yang sering membuat keributan. Benar ini? Saya tanya ke Kapolres, kenapa bapak melakukan ini? Supaya kotanya kondusif. Tapi apakah cara itu betul? Hati-hati, jangan menggadaikan kewibawaan dengan sowan kepada pelanggar hukum. Banyak ini saya lihat. Saudara-saudara harus memiliki kewibawaan. Polri harus memiliki kewibawaan," tegas Presiden.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top