Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Distribusi Pendapatan I APBN Harus Mendukung Kesejahteraan Rakyat yang Lebih Luas

Demokrasi Harus Jadi Instrumen Atasi Ketimpangan

Foto : ISTIMEWA

SUROKIM ABDUSSALAM Wakil Rektor Tiga UTM - Jika selama ini demokrasi hanya mementingkan pertumbuhan dan membuat ketimpangan serta kesenjangan maka demokrasi harus bisa menutup kelemahannya tersebut dengan memeratakan pertumbuhan.

A   A   A   Pengaturan Font

» Di dalam praktiknya, pertumbuhan ekonomi tinggi dan demokrasi yang berjalan baik, kesenjangan malah tampak sangat tajam.

» Demokrasi seharusnya memeratakan pertumbuhan agar keadilan ekonomi lebih terjamin.

JAKARTA - Demokrasi bukan hanya sebagai salah satu sarana untuk memaksimalkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga sebagai instrumen untuk memeratakan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara, dalam sambutannya pada Democracy Dialogue The Jakarta Post 40th Anniversary Forum di Jakarta baru-baru ini mengatakan selalu ada dinamika dari waktu ke waktu yang menjadi penentu keseimbangan yang tepat antara pertumbuhan ekonomi dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Sebab itu, pemerintah terus melihat dan memonitor perubahan setiap waktu agar seluruh kebijakan dapat mencapai kesejahteraan rakyat.

"Karena itu, dalam APBN kita terus melihat peluang untuk mendukung kesejahteraan rakyat yang lebih luas," kata Suahasil.

APBN, paparnya, secara khusus telah mengalokasikan belanja sekitar 40 persen untuk penduduk berpenghasilan rendah yang diwujudkan melalui skema perlindungan sosial dan bantuan sosial.

Selain itu, juga mengalokasikan anggaran yang sangat besar untuk pembangunan infrastruktur, penanganan kemiskinan ekstrem, dan juga menyediakan banyak alokasi untuk membantu daya beli masyarakat kalangan menengah.

Kesejahteraan Masyarakat

Menanggapi hal tersebut, pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, menjelaskan bahwa keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan demokrasi seolah-olah memiliki tujuan yang berbeda, padahal sebenarnya memiliki tujuan sama yakni kesejahteraan masyarakat luas.

Di dalam praktiknya, sering kali pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan disertai demokrasi yang berjalan baik, kesenjangan pun tampak sangat tajam. Di Amerika misalnya, negara yang dianggap sebagai contoh ekonomi kuat dunia dan demokrasi paling matang, ternyata kesenjangan ekonominya sangat tajam. Kekayaan di Amerika hanya terkonsentrasi di kalangan atas saja.

"Padahal keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan demokrasi berkaitan erat dengan bagaimana manfaat ekonomi didistribusikan di tengah masyarakat. Di Amerika, demokrasinya terlalu liberal, malah kemudian manfaat distribusinya juga rendah," kata Aditya.

Sebaliknya, di negara seperti Norwegia, pendekatan yang kuat terhadap redistribusi kekayaan melalui pajak tinggi dan program kesejahteraan sosial telah membantu mengurangi kesenjangan dan memberikan manfaat ekonomi kepada seluruh warga negara.

"Cuma penduduknya sedikit, hanya lima juta, sehingga ekonomi dan demokrasi bisa jalan bareng. Berbeda dengan Singapura yang demokrasinya dianggap kurang, namun ekonominya relatif baik dan juga terdistribusi dalam layanan publik yang luar biasa," kata Aditya.

Satu contoh lain bagaimana kombinasi demokrasi dan pertumbuhan ekonomi, menurut Aditya, ada pada Selandia Baru, di mana pemerintah melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan anggaran melalui konsultasi publik secara terbuka. Partisipasi itu membantu memastikan bahwa kebijakan ekonomi yang diambil mencerminkan aspirasi dan kebutuhan berbagai kelompok masyarakat.

"Sebaliknya, di beberapa negara yang menderita dari kurangnya transparansi dan partisipasi, seperti Zimbabwe pada masa lalu, kebijakan ekonomi dapat menjadi terpusat pada kelompok kekuatan politik atau ekonomi tertentu, berdampak negatif pada pemerataan pertumbuhan," papar Aditya.

Corak demokrasi apa pun yang diambil, stabilitas politik merupakan harga yang tak bisa ditawar. Terlalu banyak perubahan politik dalam waktu singkat juga akan mengganggu ekonomi.

Sementara itu, Wakil Rektor Tiga, Universitas Trunojoyo Madura (UTM), yang juga pakar kebijakan publik, Surokim Abdussalam, mengatakan demokrasi harus menjadi alat tidak hanya untuk kesejahteraan politik, tapi juga harus menciptakan kemakmuran ekonomi yang adil dan merata bagi rakyat.

"Demokrasi ekonomi harus bisa menjawab paradoks yang terjadi selama ini. Jika selama ini demokrasi hanya mementingkan pertumbuhan dan membuat ketimpangan serta kesenjangan maka demokrasi harus bisa menutup kelemahannya tersebut dengan memeratakan pertumbuhan tersebut agar lebih menjamin keadilan ekonomi.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top