Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Indikator Ekonomi

Deflasi Indikasikan Ekonomi Tidak Sehat

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Deflasi di Indonesia yang terjadi secara berturut- turut dalam dua bulan terakhir dinilai mengindikasikan melemahnya daya beli masyarakat. Ini bisa menjadi cerminan bahwa perekonomian dalam tahap tidak sehat karena melemahnya konsumsi masyarakat bakal menghambat pertumbuhan ekonomi.

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan kesimpulannya deflasi hanya terjadi secara temporer, sampai produsen dan pedagang mulai menyesuaikan harga di tingkat pasar. Masyarakat, khususnya kelas menengah, saat ini menahan konsumsi untuk mempersiapkan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM), harga barang konsumsi impor, dan kenaikan suku bunga kredit perbankan.

"Deflasi juga mengindikasikan ekonomi sedang dalam tahap yang tidak sehat, di mana dorongan sisi konsumen melambat. Ini kemudian berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 di mana hanya mampu tumbuh 5,1 persen, turun dari kuartal sebelumnya yang tmbuh 5,27 persen," ungkap dia, di Jakarta, Senin (1/10).

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada September 2018 terjadi deflasi 0,18 persen secara month-tomonth (MtM). Sebelumnya, pada Agustus lalu juga terjadi deflasi 0,05 persen. Ketua BPS, Suhariyanto, menjelaskan penyebab utama deflasi September karena penurunan harga bahan makanan dan transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

Penurunan atau deflasi harga bahan pangan tercatat sebesar 1,62 persen, dengan andil sebesar 0,35 persen dari total deflasi. Sedangkan penurunan harga transportasi, komunikasi, dan jasa sebesar 0,05 persen dengan andil 0,01 persen. Suhariyanto menambahkan, pada komponen lain masih terjadi inflasi seperti pendidikan, rekreasi dan olahraga yang naik sebesar 0,54 persen dengan andil 0,04 persen.

Disusul biaya kesehatan, naik sebesar 0,41 persen dengan andil 0,02 persen. "Komoditas yang memberikan sumbangan inflasi pada pendidikan adalah kenaikan uang kuliah akademi atau perguruan tinggi," jelas dia, Senin. BPS juga mencatat bahwa tingkat inflasi tahun kalender Januari-September 2018 sebesar 1,94 persen, sedangkan tingkat inflasi tahunan sebesar 2,88 persen year-on-year (YoY).

Permintaan Rendah

Bhima mengemukakan faktor yang membentuk deflasi pada September 2018 adalah rendahnya permintaan masyarakat. Ini bisa terlihat dari inflasi inti yang turun dari bulan Agustus yakni 0,3 persen menjadi 0,28 persen. Artinya, dalam tiga bulan terakhir inflasi inti turun secara berturut-turut. Inflasi inti bisa menunjukkan pembentukan harga di luar dari bahan makanan dan harga yang diatur pemerintah.

Di sisi lain, indeks harga perdagangan besar umum nonmigas justru tercatat naik 0,08 persen. Angka ini mengartikan bahwa di sisi produsen sebenarnya sudah terjadi kenaikan harga barang khususnya impor (imported inflation) akibat pelemahan kurs rupiah. Namun, penjual dan produsen masih menahan kenaikan harga jual di tingkat masyarakat karena permintaan melemah.

"Pertanyaannya, sampai kapan pedagang bertahan dengan memangkas marjin laba?" kata Bhima. Menurut dia, inflasi akibat pelemahan kurs rupiah sudah mulai tecermin dari kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau sebesar 0,29 persen. Ini menjadi sinyal kenaikan inflasi secara umum bakal terjadi pada Oktober-Desember, bertepatan juga dengan Natal dan Tahun baru di mana inflasi biasanya tinggi secara musiman.

ahm/WP

Komentar

Komentar
()

Top