Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Krisis - Presiden Minta Gubernur Dongkrak Investasi di Daerah

Defisit Ganda Membuat RI Rawan Kena Gejolak Global

Foto : Koran Jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

>>Impor tumbuh lebih kencang, defisit transaksi berjalan bakal melonjak.

>>Dorong investasi yang berorientasi ekspor dan substitusi impor.

JAKARTA - Perekonomian Indonesia saat ini menghadapi dua persoalan besar, yakni ketidakpastian global serta defisit ganda yaitu defisit neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan.

Guna mengatasi persoalan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpesan kepada para gubernur agar mendongkrak investasi, terutama yang berorientasi ekspor dan substitusi impor.

Menanggapi hal itu, ekonom Indef, Abdul Manap Pulungan, menilai semua masalah tersebut sulit diatasi dalam waktu dekat. Selain itu, juga membutuh kebijakan yang tegas dan keberpihakan kuat terhadap pelaku usaha dalam negeri.

Menurut dia, defisit transaksi berjalan memang sudah menjadi persoalan sejak lama. Neraca transaksi berjalan digerakkan oleh transaksi barang, jasa, dan pendapatan.

"Kita yang bisa surplus itu hanya neraca barang, melalui ekspor. Sementara neraca transaksi jasa dan pendapatan selalu defisit. Jadi agak susah mengurangi defisit neraca transaksi berjalan jika hanya menggenjot ekspor," jelas Manap, di Jakarta, Kamis (26/7).

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, memperkirakan defisit transaksi berjalan pada tahun ini bakal mencapai di atas 25 miliar dollar AS. Angka ini meningkat 44,51 persen dibandingkan realisasi tahun lalu sebesar 17,3 miliar dollar AS.

"Terus terang (defisit transaksi berjalan) berat. Tekornya tambah gede," jelas Perry. Melebarnya defisit transaksi berjalan, menurut dia, tak lepas dari laju impor yang lebih kencang dibandingkan ekspor.

"Ekspor sebenarnya cukup baik, meningkat, tetapi kenaikan impornya lebih besar," ungkap Perry. Terkait dengan investasi, Manap mengemukakan hal itu juga terkait erat dengan daya saing Indonesia.

"Indeks daya saing investasi kita naik, tapi bukan didorong oleh perbaikan di masalah daya saing," kata dia.

Saat ini, menurut dia, ada tiga masalah daya saing yang masih menghantui dunia usaha, yaitu birokrasi, korupsi, dan akses ke sektor keuangan. Kalaupun ada peningkatan indeks daya saing, hal itu hanya didorong oleh sisi makroekonomi.

"Misalnya, inflasi rendah. Tapi tidak menyelesaikan masalah secara mendasar," kata dia. Mengenai defisit perdagangan, Manap mengatakan ekspor sulit digenjot karena didominasi oleh komoditas primer yang harganya ditentukan pasar global.

Kalau tidak ada gebrakan maka ekspor juga akan begitu-begitu saja. "Ekspor kita dalam bentuk nonkomoditas sebenarnya lebih banyak, tapi harganya relatif lebih mahal karena mayoritas bahan baku dari impor.

Jadi repot," tukas dia. Di sisi lain, lanjut dia, impor sulit turun karena kebutuhan industri sangat tinggi, terutama bahan baku, modal, dan penolong. Bahkan untuk bahan makanan, seperti beras pun Indonesia tetap impor.

"Jadi, kalau tidak dikurangi ya gini-gini aja. Kita nggak bisa membalikkan ekspor lebih banyak dibanding impor. Artinya, kalau business as usual ya tidak akan surplus," tutur dia.

Menurut Manap, program hilirisasi harus dijalankan. Sayangnya, ada kepentingan segelintir orang yang harus diakomodasi dengan mengorbankan kepentingan bangsa.

"Jadi, kalau program yang sudah bagus tidak dijalankan, ekonominya nggak tumbuh-tumbuh. Padahal, semua komoditas ada di Indonesia, tapi jualannya yang mentah-mentah aja," papar dia.

Posisi Transisi

Sementara itu, dalam Rakernas Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) 2018 di Jakarta, Kamis, Presiden Jokowi mengungkapkan Indonesia saat ini menghadapi dua masalah besar.

Kedua masalah ini harus segera dicari jalan keluarnya. "Pertama, saya ingin sampaikan problem besar ketidakpastian global sulit diprediksi karena kebijakan sekarang ini memang pada posisi transisi menuju [titik] normal yang baru.

Ini masa transisi sehingga persiapan, antisipasi harus terus kita lakukan dalam merespons perubahan," papar Jokowi. Presiden menambahkan ada problem besar lain harus dicarikan jalan keluarnya.

"Problem defisit transaksi berjalan dan defisit necara perdagangan. Kalau fundamental ini bisa dijaga, kita akan menuju negara yang tidak akan terpengaruh gejolak dunia," papar dia.

"Neraca perdagangan ini terus menerus ekspor-impor kita defisit karena impor banyak, ekspor sedikit. Problemnya ada di investasi, ekspansi usaha," imbuh Presiden Jokowi.

Oleh karena itu, Kepala Negara berpesan kepada para gubernur agar bersama-sama mendongkrak investasi di setiap daerah. Investasi tersebut lebih diarahkan yang memiliki orientasi ekspor atau investasi yang termasuk substitusi barang-barang impor.

"Suruh bangun investor itu, perusahaan itu, karena ini yang kita butuhkan," kata Jokowi. ahm/fdl/WP

Penulis : Muhamad Umar Fadloli

Komentar

Komentar
()

Top