Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Anggaran

Dana Pemda Mengendap di Perbankan Capai Rp220 T

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Dana pemerintah daerah yang mengendap di perbankan hingga semester I-2022 sangat besar, sekitr 220,9 triliun rupiah. Hal itu dikhawatirkan dapat memperlambat pemulihan ekonomi nasional.

"Pemerintah daerah masih memiliki dana di perbankan yang masih sangat tinggi atau meningkat terus, sampai Juni ini mencapai 220,9 triliun rupiah, ini tertinggi dalam enam bulan terakhir," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam Konferensi Pers APBN KiTa secara daring yang dipantau di Jakarta, Kamis (27/7).

Dana pemerintah daerah di perbankan pada Juni 2022 naik 20,95 triliun rupiah atau 10,06 persen dari posisi bulan sebelumnya yang senilai 200,75 triliun rupiah. Endapan dana pemerintah daerah di perbankan membuat pemerintah pusat dilema saat hendak mempercepat transfer ke daerah dan menyalurkan dana desa.

"Jangan sampai ini hanya akan berhenti di dalam deposito di perbankan. Kita berharap akselerasi pemerintah daerah di semester dua ini dari sisi belanja akan bisa dipicu dengan baik untuk bisa membantu membangkitkan kembali ekonomi-ekonomi di daerah," ujarnya.

Sri Mulyani menyebutkan sampai akhir Juni 2022 realisasi transfer ke daerah dan dana desa mencapai 367,1 triliun rupiah atau 45,6 persen terhadap APBN 2022. Kenaikan saldo dana pemerintah di perbankan antara lain disebabkan oleh realisasi belanja daerah yang sampai Juni 2022 belum optimal.

"Jawa Timur menjadi daerah dengan saldo yang mengendap di perbankan tertinggi yakni mencapai 29,82 triliun rupiah, sedangkan Kepulauan Riau memiliki saldo di perbankan terendah yakni 1,17 triliun rupiah," katanya.

Serapan Tak Maksimal

Masih rendahnya realisasi belanja daerah berdampak terhadap serapan anggaran secara nasional. Menkeu menyebut serapan belanja negara hingga semester I-2022 mencapai 1.234,6 triliun rupiah atau 40 persen terhadap APBN 2022. Idealnya, serapan anggaran hingga tengah tahun seharusnya sekitar 50 persen.

"Belanja tersebut terdiri dari belanja kementerian dan lembaga yang sebesar 392,8 triliun rupiah atau mencapai 41,5 persen dari APBN, terutama untuk belanja pegawai termasuk THR, kegiatan operasional kementerian dan lembaga, dan penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat," katanya.

Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Ahmad Akbar Soesamto, memperkirakan defisit APBN 2022 hanya mencapai 3,9 persen dari produk domestik bruto (PDB).

"Kami memperkirakan defisit APBN hanya akan mencapai 732,2 triliun rupiah pada 2022 atau tidak mencapai 4 persen dari PDB. Saya katakan situasi APBN di 2022 secara umum cukup baik, tapi tetap harus ada hal-hal yang perlu digunakan dengan baik," kata Akbar dalam Diskusi Media CORE yang dipantau di Jakarta, kemarin.

Defisit tersebut lebih rendah dari target APBN dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2022 yang sebesar 840,2 triliun rupiah atau 4,5 persen dari PDB.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top