Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

“Circular Economy" Solusi Tangani Sampah Secara Ekologi dan Ekonomi

Foto : Istimewa

Ketua Umum Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Bagong Suyoto (tengah), usai diskusi soal sampah, di Bekasi, baru-baru ini.

A   A   A   Pengaturan Font

BEKASI - Di Bantargebang ada banyak gunung sampah. Sampah itu berasal dari Jakarta, sekitar 7.500-7.800 ton per hari. Jika dibiarkan tanpa diolah, berapa banyak dalam stahun, lima tahun, sepuluh tahun. Untuk itu dibutuhkan solusi komprehensif dalam menangani sampah secara ekonomi dan ekologi dalam wujud circular economy.

"Sampahnya yang diolah relatif sedikit, tidak lebih dari 10-15% untuk TPST Bantargebang. Sedang di TPA Sumurbatu tidak ada pengolahan sampah. Dampaknya sampah semakin banyak dan hampir semua zona penuh sampah," kata Ketua Umum Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Bagong Suyoto dalam diskusi, di Bekasi, baru-baru ini.

Bagong pada 4 Desember 2021 menerima Rully Syumanda, Ketua Departemen Lingkungan Hidup DPP Partai Gelora Indonesia yang berkunjung ke kawasan TPST Bantargebang bersama empat pengurusnya. Mereka menemui dan diskusi dengan Bagong serta berdialog bersama sejumlah pelapak dan pemulung dan observasi lapangan.

Mereka heran ternyata di Bantargebang ada banyak gunung sampah. Rully menanyakan kepada Bagong, kenapa urusan sampah tidak beres-beres di negeri ini, bukankah peran lembaga pemerintah dan stakeholders lain sudah begitu banyak. Bukankah sampah bisa dikembalikan menjadi sumber daya dan dukung roda perekonomian.

Pertanyaan tersebut, tambah Bagong, tidak mudah dijawab, karena menyangkut beberapa aspek yang belum bisa dilaksanakan secara sinergis dan kolaboratif. Dalam pengelolaan sampah ada beberapa dimesnsi yang perlu dipahami, seperti aspek kebijakan/perundangan, kelembagaan, anggaran,partisipasi masyarakat dan teknologi.

Menurut siaran pers yang diterima Koran Jakarta, Senin (6/12), Indonesia sudah punya UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Pemerintah No. 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tanggal, Perpres No. 97/2017 tentang Jakstranas Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sudah memiliki Perda tentang Pengelolaan Sampah dan Jaksatrada.

"Kita sudah memiliki regulasi pengelolaan sampah cukup, namun sosialisasinya boleh jadi masih kurang, apalagi menyentuh kampung-kampung. Juga, regulasi tersebut tidak dijalankan secara konsisten dengan berbagai alasan. Misal karena anggaran tidak ada, terlalu kecil. Bisa juga sebab SDM-nya terbatas," kata Bagong.

Sekarangan ini dikenal ada tiga pendekatan pengelolaan sampah (KLHK, 2020). Pertama, minim sampah (less waste). Konsep dasarnya, persoalan persampahan dapat diselesaikan melalui perubahan perilaku. Konsep pemikiran ini berkembangan di kalangan anak muda dan millennial. Teori dasarnya, limit to growth dan disruption. Target pada pendekatan nimim sampah: (1) single use plastic bag/kantong kresek, (2) cutley & plastic straw, (3) styrofoam, phasing-down tahun 2029.

Kedua, tambah dia, pelayanan dan teknologi. Konsep dasarnya, kumpul angkut buang yang lebih advanced, persoalan persampahan diselesaikan melalui pelayanan oleh Pemda dengan pendekatan teknologi, tanpa perlu mendorong perubahan perilaku. Konsep ini membutuhkan biaya dan cost yang relatif cukup mahal, negara dengan GDP tinggi akan mudah melakukan konsep ini, seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, Jerman, Inggris, dan Austria.

Ketiga, tambah Bagong, sirkular ekonomi. Konsep dasarnya, persoalan persampahan dapat diselesaikan dengan menjadi sampah sebagai sumber daya serta pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh dengan baik. Konsep circular economy adalah pemikiran yang paling ideal, karena Indonesia masih sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebagai negara sedang menuju negara maju.

Circular Economy Action Plan For a cleaner and more competitive Europe (EU, 2020) menyatakan; This Circular Economy Action Plan memberikan agenda berorientasi masa depan untuk manfaat yang lebih bersih dan lebih kompetitif untuk Eropa dalam kreasi dengan aktor-aktor ekonomi, konsumen, warga dan organisasi masyarakat sipil.

Rencana ini, tambah Bagong, bertujuan mempercepat perubahan transformasi yang diminta oleh European Green Deal, ketika membangun aksi-aksi implementasi circular economy sejak tahun 2015. Rencana ini memperkuat kerangka regulasi yang ditekankan dan membuat suatu masa depan berkelanjutan. Bahwa peluang-peluang baru dari transisi adalah maximized, sementara minimizing menjadi beban manusia dan bisnis.

Selanjutnya, tambah dia, rencana itu mengedepankan serangkaian inisiatif hubungan menuju kemapanan yang kuat dan kerangka produk kebijakan koheren yang akan menciptakan pelayanan-pelayanan sustainable products dan model-model norma bisnis dan transformasi pola konsumsi tanpa sampah yang diproduksi pada tempat pertama.

Kerangka kerja produk kebijakan ini akan menjadi sangat progresif, ketika rantai kunci nilai produk akan diarahkan sebagai suatu proritas. Selanjutnya ukuran ini akan ditempatkan guna mengurangi sampah dan mempertahankan, bahwa EU telah memfungsikan dengan baik pasar internal material-material sekunder bernilai tinggi. Kapasitas EU memegang tanggung jawab untuk sampah juga akan semakin kuat.

Hingga 80% produk-produk tersebut berdampak pada lingkungan yang ditentukan pada phase desain, the linear patter of take-make-usedispose tidak memproduksi dengan insentif memadai untuk membuat produk-produk yang lebih sirkular. Menurut dia, banyak produk yang rusak sangat cepat, tidak mudah diguna-ulang, diperbaiki atau didaur-ulang, dan banyak yang dibuat hanya untuk single use.

"Pada waktu bersamaan, pasar tungal memberikan kritik massif pada EU untuk mengatur standar global dalam product sustainability dan mempempengaruhi desain produk dan nilai rantai menajemen seluruh dunia," kata Bagong.

Menurut dia, ada sejumlah sustainability principles dan penghargaan berkaitan denan aspek circular economy, di antaranya memperbaiki durability produk, reusability, upgradability and reparability yang ditujukan pada produk yang mengandung hazardous chemicals, dan meningkatkan energy and resources efficiency; meningkatkan recycled conten in products, ketiak mempertahankan performance dan keselamatan; memfasilitasi remanufacturing and high-quality recycling; mengurangi carbon and environmental footprints; membatasi single-use and countering premature obsolescence; memperkenalkan suatu ban on the destruction of ubsold durable goods.

Yang paling pokok memperhatikan standar berkualitas tinggi dan memberikan insentif memadai bagi produk-produk ramah lingkungan dan pelaku yang terlibat dalam daur ulang.

Namun, dari semua itu, persoalan lingkungan hidup dan persampahan cenderung merupakan persoalan lapangan. Tidak akan beres kalua hanya didiskusikan, diseminarkan, diwebinarkan sepanjang waktu dengan berpindah-pindah tempat. Persoalan yang terjadi sekarang ini bersumber pada manusia Indonesia. Urusan sampah tak kunjung beres bermula dari manusia negeri ini, birokrat, swasta dan sebagian masyarakat.

Menurut Bagong, masalah sampah itu adalah barang mati, mau ditaruh di mana saja, dibuang ke TPA dan ditumpuk saja itu urusan manusia. Sampah diolah dengan multi-teknologi itu karena kehendak manusia. Jadi, otak dan hati manusia Indonesia yang harus dibenahi, terutama para pejabat dan para pengambil keputusan.

"Selama ini mereka menggunakan pendekatan dan strategi kumpul-angkut-buang dengan mengadalkan TPA/TPST. Pendekatan konvensional tersebut harus digeser kearah pendekatn circular economy," kata Bagong.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top