Cegah Penyimpangan, Diusulkan Perlu Ada Kode Etik Bagi Profesi Pengguna AI
Analis Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Rionaldo dalam webinar bertajuk "Perlindungan Kekayaan Intelektual di Era Artificial Intelligence" yang dipantau di Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Foto: ANTARA/Agatha Olivia VictoriaJakarta - Analis Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Rionaldo mengusulkan adanya penerbitan kode etik bagi profesi yang menggunakan secara langsung kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Penerbitan kode etik, kata dia, diperlukan lantaran karya yang diciptakan menggunakan kecerdasan buatan tidak bisa dilindungi oleh hak cipta serta tidak memiliki batasan.
"Selama regulasi yang lebih perinci mengenai kecerdasan artifisial belum disusun atau mungkin dalam proses, maka kita membutuhkan semacam kode etik," ucap Rionaldo dalamwebinarbertajukPerlindungan Kekayaan Intelektual di Era Artificial Intelligenceyang dipantau di Jakarta, Selasa.
Dia mencontohkan, beberapa profesi yang menggunakan secara langsung kecerdasan buatan, seperti antara lain penulis, akademisi, hingga desainer grafis, yang menghasilkan karya dari kecerdasan buatan maupun menggunakan bantuan kecerdasan buatan.
Saat ini, DJKI sedang berencana menambahkan regulasi terkait kecerdasan buatan ke dalam revisi Undang-Undang Hak Cipta.
Dalam merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pemerintah bertujuan memperkuat perlindungan hak cipta di era digital, mengadaptasi kebijakan hukum hak cipta agar sesuai dengan perkembangan zaman, serta memberikan perlindungan yang lebih maksimal bagi para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.
"Dengan begitu, para insan kreatif tidak kalah bersaing dengan kecerdasan buatan yang bisa menghasilkan karya dengan cepat dan murah," tuturnya.
Adapun Uni Eropa, Amerika Serikat, China, serta Brasil telah melakukan pengaturan kecerdasan buatan, ada yang berupa perintah eksekutif untuk mengidentifikasi potensi dan risiko kecerdasan buatan serta mekanisme pengawasan agar tidak mengurangi hak fundamental warga.
Di Indonesia, peraturan yang berlaku saat ini yang relevan dengan penggunaan AI, antara lain ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSE), Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (Permen PSE), serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).
Berita Trending
- 1 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 2 Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Sabtu, Harga Pangan Mayoritas Turun, Daging Sapi Rp131.990 per Kg
Berita Terkini
- RSCM Luncurkan Tes Genomik Pengobatan Presisi untuk Penyakit Metabolik
- Basarnas Natuna Jalin Kerja Sama dengan Disdamkar dan Pertamina
- Penyebab Banjir Tempurejo Karena Pendangkalan Sungai
- Lalu lintas di ruas Tol Jabotabek dan Jabar meningkat H-3 natal
- BPBD Jatim sebut penyebab banjir Tempurejo karena pendangkalan sungai