Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Calon Rektor Berbekal Ijazah Palsu

A   A   A   Pengaturan Font

Dunia pendidikan nasional baru saja kisruh karena sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Banyak orang tua protes, kesal, dan jengkel dibuatnya. Mereka mempertanyakan sistem zonasi yang dianggap tidak adil, terutama bagi siswa dengan tingkat kepandaian di atas rata-rata.

Meski tak seheboh kasus PPDB, dunia pendidikan nasional kembali tersambar petir karena calon rektor ditangkap polisi lantaran memalsukan ijazah. Tak tanggung-tanggung yang dipalsukan adalah ijazah S-2 dan S-3. Luar biasa!! Maksudnya, luar biasa 'gila.' Gelar doktor pun dipalsukan. Doktor adalah gelar yang harus dicapai melalui urutan proses belajar penuh perjuangan keras, seperti harus mempertahankan disertasi. Ternyata di sini gelar seberat itu bisa dibeli.

Sebenarnya, terlalu banyak orang yang tergila-gila gelar entah untuk keperluan tertentu atau sekadar aksi-aksi yang memalsukan ijazah. Mereka bisa membeli ijazah. Mereka bisa juga mendaftar sebagai mahasiswa (baik program S-1 maupun S-2), tetapi tidak pernah kuliah, namun lulus. Tidak sedikit institusi pendidikan tinggi yang mau merendahkan moral pendidikan dengan menerima pembayaran agar seseorang lulus dalam program kesarjanaan. Pendeknya, mahasiswa tidak kuliah, bisa lulus karena membayar.

Dalam sejarah paling tragis dunia pendidikan nasional mungkin terjadi pada Institut Manajemen Global Indonesia (IMGI). Berdasarkan data kepolisian, dalam kurun waktu 1997 hingga 2004, IMGI sudah menelurkan 9.273 ijazah palsu. Seluruh ijazah itu berasal dari 13 program kesarjanaan, mulai dari gelar master of business administration (MBA) hingga profesor.

Lembaga pendidikan yang berafiliasi dengan Northern California Global University ini mengenakan biaya bervariasi kepada mahasiswanya, mulai dari 5 juta hingga 25 juta rupiah untuk satu gelar. Murah sekali harga gelar sarjana! Ini sebuah lembaga resmi menjual ijazah sampai 9.273!!!

Namun, yang jauh lebih mengerikan, kalau benar, adalah langkah yang dilakukan orang yang dulu dikenal dalam grup lawak "Empat Sekawan" bernama Qomar atau Nurul Qomar. Mengapa mengerikan? Sebab untuk mencalonkan diri sebagai Rektor Universitas Muhadi Setiabudhi, Brebes, Jateng, dia harus memalsukan ijazah S-2 dan S-3!!

Apa yang mau dicapai dari seorang pucuk pendidikan tinggi yang tidak bermoral? Dunia pendidikan mestinya teguh dalam menjaga moral, integritas, kejujuran, dan nilai-nilai luhur lainnya. Tapi kalau sang rektor sudah menjadi penjahat dengan memalsukan ijazah, apa yang mau diberikan kepada dunia pendidikan? Langkah Qomar adalah gerbang kehancuran dunia pendidikan.

Lebih parahnya, ternyata, itu pencalonan kembali Qomar sebagai Rektor Universtas Muhadi Setiabudhi. Sebab dia pernah menabat rektor di tempat yang sama. Apa yang mau diberikan Qomar dengan ijazah palsunya dalam mengabdi sebuah universitas dengan nama "setiabudhi?" Gurunya pemalsu, muridnya apa? Sehancur inikah pendidikan nasional?

Qomar pantas dihukum berat karena dia lama mantan anggota DPR dalam komisi pendidikan lagi. Beruntung, dia kalah saat maju dalam pilkada kabupaten Cirebon dengan menjadi calon wakil bupati. Memang lagi apes, pemenang pilkada Kabupaten Cirebon (petahana) Sunjaya pun akhirnya harus ditangkap KPK.

Pucuk pendidikan (apalagi tinggi) mestinya harus benar-benar 'suci.' Bukan malah memalsukan ijazah. Doktor adalah gelar amat terhormat karena jenjang terakhir (tertinggi) proses pendidikan. Doktor sudah harus memenuhi hampir 'seluruh" kriteria: intelektualitas, kejujuran, dan integritas. Tapi di negeri ini doktor hanyalah embel-embel yang bisa dibeli. Doktor macam itu tidak melekat pada pribadi karena hanya tempelan.

Komentar

Komentar
()

Top