Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Ketahanan Pangan I Impor Pangan Hanya Menguntungkan Para Pemburu Rente

Butuh Kemauan Keras untuk Lepas dari Jeratan Impor

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Praktik rent seeking impor pangan membesarkan sistem monopolistik yang dikuasai oknum pedagang.

» Impor pangan harus di tangan negara dan keuntungannya harus dipegang negara, bukan pedagang.

JAKARTA - Keluhan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa kesempatan belakangan soal maraknya produk impor pangan yang membanjiri pasar dalam negeri dinilai sulit diatasi hanya dengan sebatas imbauan.

Presiden diharapkan tegas memerintahkan kepada bawahannya, khususnya Menteri Pertanian dan Perdagangan, untuk menekan impor dan di sisi lain memacu produktivitas dalam negeri sebagai substitusi dari produk impor.

Pengajar Fakultas Ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Ester Sri Astuti, mengatakan untuk mengakhiri kebergantungan pada impor, maka yang sangat menentukan adalah adanya good will dari pemerintah.

"Tanpa ada kemauan keras dari penyelenggara negara jangan harap RI lepas dari jeratan impor pangan," tegas Esther.

Menurut Esther, impor pangan hanya menguntungkan para pemburu rente (rent seeking) yang mendapat keuntungan dari setiap kilogram (kg) komoditas yang didatangkan dari luar negeri.

Kebergantungan impor, sambung Esther, bahkan terjadi pada komoditas yang sebenarnya sudah diproduksi di dalam negeri yang mengakibatkan harga hasil produksi petani tertekan.

"Jadi, selama tidak ada komitmen dan sistem yang kuat, impor tak akan pernah hilang. Pola kerja sama seperti apa pun untuk mendorong produksi tidak akan berjalan," katanya.

Pola kerja sama yang disampaikan Presiden dengan meminta usaha besar berkolaborasi dengan petani memang sudah tepat dan seharusnya sudah berjalan dari dulu. Namun, karena ada oknum importir yang meraup banyak keuntungan dari impor, sehingga terus merongrong pemerintah untuk impor.

Sistem Monopolistik

Dihubungi dalam kesempatan berbeda, Pengamat Ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, mengatakan praktik rent seeking impor pangan telah membesarkan sistem monopolistik yang dikuasai oknum pedagang. "Akibatnya ratusan juta rakyat Indonesia bergantung pada segelintir pedagang," katanya.

Pemburu rente itu menguasai bisnis pangan selama berpuluh-puluh tahun. Terlebih lagi perusahaan negara tidak masuk membantu petani. Sistem ini yang mematikan petani, dan hampir tidak ada inisiatif untuk membuat Indonesia maju. "Kita menjadi negara terbelakang dalam membangun sistem ketahanan pangan," tegasnya.

Dia sepakat dengan usulan agar kerja sama usaha besar atau perusahaan negara (BUMN) dengan petani itu penting. Kalau fungsi-fungsi penguatan kapasitas perekonomian nasional diisi oleh BUMN, otomatis pemerintah telah berupaya menghilangkan kesempatan untuk korupsi.

Keuntungan dari optimalisasi perusahaan negara itu, merupakan pendapatan negara sehingga bisa dimanfaatkan untuk membangun pertanian mandiri. "Dengan demikian, seluruh impor pangan harus di tangan negara dan keuntungannya harus dipegang negara, bukan pedagang," katanya.

Secara terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, M Nasih, mengatakan untuk menekan impor, pemerintah dapat berperan dalam pembiayaan modal petani, sehingga pelaku pertanian memiliki margin keuntungan yang cukup untuk bersaing dengan produk impor.

"Negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Thailand, dan lainnya masih memberikan subsidi dalam berbagai bentuk agar petani dapat berproduksi dengan lebih murah," kata Nasih.

Sementara di Indonesia, untuk memulai pengolahan lahan dan penanaman komoditas, petani harus meminjam ke rentenir dengan bunga yang tinggi.

"Ini salah satunya yang harus diputus, supaya petani dapat margin yang lebih besar, pemerintah bisa memberikan bantuan modal kepada mereka," kata Nasih.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi menekankan perlunya meningkatkan produksi dalam negeri terutama komoditas pangan agar bisa menekan produk impor yang membuat petani semakin tertekan.

Presiden menyatakan saat ini kondisi pasar domestik masih dibajiri gempuran produk impor, seperti gula, kedelai, jagung, dan bawang putih. Komoditas tersebut masih diimpor dalam jumlah besar untuk menjamin ketersediaan stok di dalam negeri. Padahal, Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah.

n ers/SB/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top