Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Buku Tentang Perjalanan Batik Durian Lubuklinggau Dirilis

Foto : istimewa

buku batik

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Di Lubuklinggau, kota paling barat di Sumatera Selatan, lahir kain batik durian yang memperkaya khasanah batik nusantara. Digagas oleh ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) dan Dekranasda Lubuklinggau, Yetti Oktarina Prana pada Mei 2013, batik durian awalnya muncul dengan motif durian belah.

Selanjutnya dari motif durian belah itu berkembang dengan beragam motif, seperti hiasan dedaunan, dan tidak lagi hanya berbentuk belah durian. Pelah Dekranasda Lubuklinggau, para pengrajin dikirim mengikuti pelatihan proses pembuatan batik, juga menggunakan pewarna alam seperti buah pinang dan kulit jengkol.

Dalam perkembangannya, batik durian Lubuklinggau turut berkolaborasi dengan sejumlah desainer dan dikenalkan ke publik luas dengan tampil di pekan mode lokal, nasional dan juga di tingkat internasional. Bahkan motif batik ini pada 2021 tampil di ajang Milan Fashion Week di Italia.

Apa, bagaimana, dan seperti apa perjalanan batik durian Lubuklinggau dalam satu dekade ini?Yetti Oktarinaatau biasa dipanggil Rina Prana istri dari Prana Putra Sohe, Walikota Lubuklinggau periode 2013-2018, dan 2018-2023, mengatakan batik durian Lubuklinggau pada awalnya dihadirkan untuk mendapatkan ikon atau simbol yang menjadi penanda kota Lubuklinggau.

"Siapa mengira kalau perkembangan dan perjalanannya dalam hitungan satu dekade, telah melangkah cukup jauh dan menjadi harapan banyak orang. Tidak hanya untuk warga Lubuklinggau, tapi juga di luar Lubuklinggau," ujar Rina melalui keterangan tertulis Jumat (13/10).

Untuk memberi gambaran tentang lahirnya batik durian Lubuklinggau dihadirkan buku berjudul Batik Durian Lubuklinggau: Memperkaya Khasanah Batik Nusantara yang ditulis oleh Rai Rahman Indra. Buku ini memaparkan perjalanan dari awal digagas pada 2013 hingga usia 10 tahun pada 2023 ini. Buku ini diharapkan menjadi dokumen tertulis yang membuat siapapun yang membacanya akan turut mendalami serta memahami keberadaan batik durian.

"Sepanjang sepuluh tahun ini, tentu saja ada jatuh dan bangunnya. Dari mulai kesulitan untuk melahirkan pengrajin batik, mengeluarkan motif-motif baru dan estetik, konsistensi untuk terus berproduksi, dan kehadirannya yang masih belum menarik minat banyak orang," ujar Rina.

Namun, semua kendala itu menjadi tantangan untuk terus ada dan berkembang. Oleh karenanya ia mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak, baik yang dari pemerintahan, desainer, pengrajin batik, hingga masyarakat yang terus menaruh harapan dan minat pada batik durian Lubuklinggau.

"Buku ini semoga bisa jadi awal untuk mengenalkan dan membuka mata agar publik dapat memahami keberadaan batik durian Lubuklinggau di antara batik-batik nusantara," imbuhnya.

Sementara itu, Rai Rahman Indra, penulis buku tersebut mengungkapkan, proses penulisan buku ini telah dimulai sejak tahun lalu ketika batik durian Lubuklinggau ikut serta untuk kali kedua dalam panggung mode di Milan, bersama desainer Jenny Yohana Kansil, lewat labelnya JYK.

"Sebuah perjalanan yang membuka mata. Dari mulai mengunjungi sentra pengrajin batik di Lubuklinggau, melihat proses pembuatan batik yang unik, hingga bagaimana daerah yang bisa dibilang tidak punya batik sebelumnya tapi kemudian melahirkan motif batik yang mencolok dan tak kalah menariknya dibanding batik-batik yang sudah lebih dulu ada di Indonesia," ujarnya.

Terdiri dari 13 bab, buku ini diharapkan tidak hanya membuat pembaca mengenal lebih dalam tentang batik durian Lubuklinggau tapi juga turut bangga akan kekayaan batik nusantara, dan cerita-cerita di baliknya.

Buku Batik Durian Lubuklinggau: Memperkaya Khasanah Batik Nusantara diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dengan turut didukung Pemerintah Kota Lubuklinggau, Sentra Batik Madani dan juga Hotel Dewinda. Buku ini diluncurkan pada Minggu, 15 Oktober 2023, di Gramedia Matraman, Jakarta.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top