Jum'at, 29 Nov 2024, 00:06 WIB

BRIN Sebut Perlu Ada Revisi Regulasi untuk Akomodir Pengemudi Daring

Massa yang tergabung dalam Koalisi Ojol Nasional (KON) berunjuk rasa di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (29/8/2024).

Foto: ANTARA/Muhammad Ramdan

Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai perlu ada revisi regulasi untuk mengakomodir kondisi pengemudi transportasi daring atau ojek online (ojol) khususnya di Jakarta.

Peneliti Pusat Riset Hukum Nurangga Firmanditya di Jakarta, Kamis, mengatakan meski memiliki fleksibilitas dalam pekerjaan, namun ia menilai kendali pemerintah masih minim.

"Fleksibilitas dan otonomi yang seharusnya menjadi keunggulan pekerjaan ini justru menjadi masalah karena kurangnya regulasi dan kontrol pemerintah," katanya salam diskusi bertajuk "Akses Terhadap Keadilan bagi Pengemudi Online: Studi di Jakarta".

Angga menuturkan dari sudut pandang arsitektur platform, sistem tersebut tidak hanya mengatur pembagian pesanan dan tarif, tetapi juga membentuk pola kerja yang dianggap sebagai bentuk regulasi digital yang menciptakan kondisi kerja yang buruk bagi pengemudi daring.

Selain itu, Angga menyoroti lemahnya perlindungan hukum di Indonesia terhadap pengemudi online yang hanya dianggap sebagai mitra, bukan pekerja.

"Karena hubungan mereka berbasis perjanjian kemitraan, pengemudi tidak memiliki hak yang umumnya dimiliki pekerja formal, seperti jaminan sosial atau perlindungan kerja," imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRH BRIN) Emilia Yustiningrum menyoroti empat masalah utama yang dihadapi oleh para pengemudi transportasi daring.

Pertama, yakni belum adanya peraturan spesifik yang mengatur hubungan kerja antara pengemudi online dan platform.

"Peraturan pada level nasional yang dapat diterapkan hingga level provinsi dan kabupaten/kota masih belum tersedia. Akibatnya, banyak pengemudi merasa tidak terlindungi secara hukum, terutama dalam hal pemotongan komisi yang terus meningkat," ujar Emilia.

Permasalahan kedua, yaitu sulitnya pengemudi membentuk serikat pekerja yang diakui secara formal. Ketiga, akses ke BPJS Ketenagakerjaan masih menjadi tantangan besar, terutama dalam situasi kerja non-operasional.

Terakhir, hubungan pengemudi dengan platform seringkali berujung pada ketidakadilan, seperti suspensi akun akibat ulasan negatif dari pelanggan tanpa proses klarifikasi.

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan: