Bos JFX Buka-bukaan, Dampak Robot Trading ke Bisnis Bursa Berjangka
Jakarta - Belakangan ini, ramai kasus robot trading ilegal yang ditangani Bareskrim Polri. Masyarakat yang merasa dirugikan oleh robot trading ilegal tersebut terbilang sangat banyak dengan kerugian jumbo.
Direktur Utama Jakarta Futures Exchange (JFX) atau Bursa Berjangka Jakarta, Stephanus Paulus Lumintang mengungkapkan, robot trading sangat berpengaruh terhadap bisnis Bursa Berjangka. Sebab menurutnya, jumlah player atau investor dari robot ini sangat banyak, tetapi mereka melakukan kontrak yang seharusnya ada di bursa berjangka.
"Itu sangat berdampak pada industri kita," tuturnya kepada wartawan, Kamis, (14/4).
Paulus menyebut, dampak robot trading dirasakan secara langsung dan tidak langsung terhadap bisnisnya. Dampak langsungnya adalah, porsi masyarakat untuk berinvestasi terbagi. Sedangkan dampak tidak langsung yakni negatif image di bursa Berjangka Jakarta akibat kasus robot trading ilegal yang merugikan masyarakat banyak.
"Mereka melakukan kontrak-kontak yang seharusnya ada di bursa berjangka. Yang paling besar pengaruhnya di negatif image. Orang jadi enggan bahkan cenderung takut, akan masuk ke dalam perangkap seperti itu," ungkapnya.
Meski demikian Bos JFX ini menegaskan bahwa sebenarnya robot itu ada, yakni berupa software yang sebenarnya patut digunakan oleh investor yang sudah paham. Bukan kepada investor yang belum paham.
"Robot itu not bad juga, tapi digunakan bagi orang yang sudah melek investasinya, sudah paham itu sebagai alat bantu. Jadi dia (Investor) tidak pantengin monitor dari waktu ke waktu. Dia katakan pasang jam berapa, dia masuk market di angka berapa, dia likuidasi di angka berapa. Tapi tergantung trading plan dari masing-masing investor," jelasnya.
Namun kehadiran robot trading itu kemudian disalahgunakan dengan adanya penawaran investasi yang memakai skema Ponzi, dan Multi Level Marketing (MLM). Selain itu, kesalahan para investor, menurut Paulus yakni kekurang fahaman dimana investor yakin akan profit terus menggunakan robot tersebut, padahal tidak.
"Dan lebih gilanya adalah fix income berapa persen, itu saya sudah pernah katakan dari dua tahun lalu ada itu seperti itu," ucapnya.
"Yang menjadi concern, robot itu ada, banyak (investor) di luar (negeri) pakai, dan ada 1 hal kalau kita beli robot berupa software, itu harusnya robot itu milik kita dong, karena beli kan. Nah ini kita bayar, tapi itu (robot) dipegang si operator, ya untuk apa kita beli," ujarnya.
Menurut Paulus, masalah robot trading ilegal utamanya disebabkan oleh kurangnya edukasi mengenai investasi dan tingginya rasa ingin mendapatkan keuntungan secara instan. Untuk itu, Paulus menegaskan pentingnya literasi.
JFX pun telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi dampak negatif dari kasus robot trading ilegal. Antara lain dengan menggandeng Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas), Kepolisian dan Satgas Waspada Investasi.
Di sisi lain, orang yang melek dan mengerti akan risiko masih tetap memilih berinvestasi di JFX, sehingga di masa pandemi di tahun 2021, bursa berjangka memecahkan rekor tertinggi yang belum pernah tercapai sepanjang berdirinya JFX.
"2021 kita pencapaian tertinggi 9,6 juta lot selama BBJ beroperasi belum pernah. Mengalahkan tahun 2020 sekitar 9,4 juta lot, tambah sekitar 1,8%," beber Paulus.
JFX adalah Bursa Berjangka pertama di Indonesia yang berdiri pada 19 Agustus 1999 dengan landasan untuk membawa manfaat besar bagi komunitas bisnis dan sebagai sarana lindung nilai. JFX memperoleh izin operasi tanggal 21 November 2000 dan memulai perdagangan pertamanya sejak 15 Desember 2000 silam. (IKN/TSR)
Komentar
()Muat lainnya