Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Borgol KPK

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pada awal tahun 2019 ini ada yang baru di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni penerapan peraturan tentang pemborgolan para tahanan korupsi yang tengah menjalani pemeriksaan. Pemborgolan ini juga sebagai bentuk meningkatkan pengamanan tahanan KPK.

Landasan pemborgolan itu ada pada Peraturan KPK Nomor 01 Tahun 2012 tentang Perawatan Tahanan pada Rumah Tahanan KPK, khususnya Pasal 12 Ayat (2), yang mengatur bahwa dalam hal tahanan dibawa ke luar rumah tahanan (rutan) dilakukan pemborgolan.

Pada hari pertama, penerapan aturan pemborgolan tersebut dilakukan di sejumlah rutan dan kebutuhan, yaitu pemeriksaan untuk penyidikan di kantor KPK, kebutuhan persiapan persidangan, yaitu di Jakarta sebanyak tujuh orang, di Surabaya 18 orang, di Medan satu orang, di Ambon satu orang, di Bandung tujuh orang, dan keluar rutan untuk berobat empat orang. Itulah sebab, beberapa tahanan KPK sudah menunjukkan borgol yang dikenakannya saat keluar dari rutan.

Salah satu tahanan yang sudah mengenakan borgol adalah Tubagus Cepy Sethiady, yang juga kakak ipar Bupati Cianjur non-aktif, Irvan Rivano Muchtar. Tubagus Cepy adalah tersangka kasus tindak pidana korupsi suap terkait Dana Alokasi Khusus Pendidikan Kabupaten Cianjur Tahun 2018.

Saat keluar dari mobil tahanan, Tubagus Cepy sudah mengenakan borgol dan juga rompi jingga tahanan KPK yang sudah diterapkan terlebih dahulu. KPK pada Rabu memeriksa Tubagus Cepy sebagai saksi untuk tersangka Bupati Cianjur non-aktif, Irvan Rivano Muchtar.

Sesungguhnya peraturan borgol yang diterapkan KPK mirip seperti yang diterapkan aparat kepolisian kepada tahanan, yakni begitu menjadi tersangka dan tahanan kemudian setelah keluar pemeriksaan diborgol. Itu artinya, KPK mulai meningkatkan faktor keamanan.

Lebih dari itu, pemborgolan ternyata bagian dari sanksi sosial di masyarakat yang dapat membawa efek jera bagi para koruptor. Setidaknya dengan diborgol bisa membuat orang menjadi agak sungkan dan malu untuk melakukan korupsi.

Sebelum borgol, KPK sebenarnya sudah berupaya untuk membedakan antara tahanan korupsi dan tahanan lainnya. Dimulai pada 2012, ketika KPK menerapkan penggunaan jaket bagi mereka yang dijebloskan ke rumah tahanan (rutan). Saat itu, penanda yang digunakan berupa jaket lengan panjang berwarna putih dengan logo KPK di bagian dada sebelah kanan.

Penggunaan jaket tahanan itu dimaksudkan agar memberi efek jera bagi para tersangka. Namun mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S Goeltom, malah tampil modis dengan memadukan jaket warna putih tersebut dengan ikat pinggang besar.

Setahun kemudian, tepatnya 24 Mei 2013, KPK merilis seragam baru untuk tahanan. Saat itu ada empat baju yang diluncurkan, satu baju oranye berlengan untuk baju sehari-hari para tahanan, satu baju oranye tak berlengan untuk yang tertangkap tangan, rompi oranye untuk mengikuti persidangan, dan baju berwarna hitam dipakai saat para tahanan berolahraga. Seluruh baju itu bertulisan Tahanan KPK di bagian punggungnya. Dalam praktiknya, hanya rompi oranye yang dipakai para tahanan KPK hingga saat ini.

Ironisnya, upaya-upaya membuat efek jera para koruptor nyatanya belum juga ampuh. Terbukti, KPK berhasil melakukan 29 operasi tangkap tangan (OTT) pada 2018, jauh lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, dari 29 OTT itu, sebanyak 116 orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Kita berharap dengan penerapan peraturan tentang pemborgolan para tahanan akan menekan keinginan pejabat untuk melakukan korupsi. Paling tidak, borgol akan menjadi simbol pengingat untuk tidak memanfaatkan kekuasaan, menyelewengkan kebijakan, maupun merugikan keuangan negara. Jika perlu, borgol KPK dipajang di setiap instansi pemerintah.

Komentar

Komentar
()

Top