Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

BMKG Perkuat Peringatan Dini, Indonesia Dihantam Berbagai Bencana Akibat Cuaca Ekstrem

Foto : ANTARA/Fransisco Carolio

Petugas menunjukkan citra satelit cuaca di kantor Balai Besar Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan, Sumatera Utara, Sabtu (18/12/2021).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Hari Meteorologi Dunia diperingati setiap tanggal 23 Maret. Pada peringatan tahun ini, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengangkat tema besar yang cukup penting yakni "Early Warning and Early Action, Hydrometeorological and Climate Information for Disaster Risk Reduction."

Dapat diartikan tema tersebut dalam bahasa Indonesia adalah peringatan dini dan tindakan dini, serta menyoroti pentingnya informasi hidrometeorologi dan iklim untuk pengurangan risiko bencana. Sehingga ini menjadi agenda penting yang harus dijadikan pedoman bagi badan-badan meteorologi sedunia.

WMO sendiri telah merilis informasi suhu rata-rata global pada laporan terakhirnya di awal Desember 2020, menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas di peringkat pertama.

Menyusul di tahun 2020, yang yang sedang dalam perjalanannya, tercatat sebagai salah satu dari tiga tahun terpanas yang dirasakan penduduk dunia.

Adapun dalam catatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tahun 2016 merupakan tahun terpanas di Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0.8 °C sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020.

Sementara tahun 2020 sendiri menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.7 °C, dengan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.6 °C.

Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, kencangnya laju perubahan iklim tersebut menyebabkan Indonesia dihantam oleh masalah yang ditimbulkan akibat cuaca ekstrem.

Tidak hanya intensitasnya yang bertambah, namun menurutDwikorita, durasinya juga bertambah, mulai dari hujan lebat disertai kilat dan petir, siklon tropis, gelombang tinggi, hingga hujan es.

Dia mengatakan ketika situasi tersebut bertemu dengan kerentanan lingkungan, maka fenomena cuaca ekstrem tersebut tidak jarang merembet menjadi bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang, angin puting beliung, dan tanah longsor.

Dwikorita menyoroti kenaikan suhu di Indonesia berdampak pada mencairnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua.

Bila awalnya luasan salju abadi sekitar 200 km persegi, maka kini hanya menyisakan 2 km persegi atau tinggal 1 persen saja. Salju dan es abadi di Puncak Jaya, Papua memiliki keunikan, mengingat wilayah Indonesia beriklim tropis.

Fenomena lainnya, munculnya siklon tropis seroja yang mengakibatkan bencana banjir bandang dan longsor di Nusa Tenggara Timur (NTT) April 2021 lalu. Bencana tersebut memakan puluhan korban jiwa.

Siklon tropis bisa dikatakan sangat jarang terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia. Namun selama 10 tahun terakhir, kejadian siklon tropis semakin sering terjadi dan berdampak tidak langsung pada cuaca Indonesia.

Jika menilik dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama tahun 2022 dari awal Januari hingga Selasa (22/3), tercatat 1.034 kejadian bencana alam terjadi di Indonesia.

Kejadian alam didominasi oleh bencana hidrometeorologi seperti kejadian banjir (424), cuaca ekstrem (358), tanah longsor (195) dan kebakaran hutan dan lahan atau karhutla (44).

Dampak bencana alam tersebut diantaranya puluhan korban jiwa, dan jutaan penduduk menderita dan mengungsi, disertai kerusakan infrastruktur sarana fasilitas umum dan fasilitas sosial.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top