Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Energi I Selama Lebih 50 Tahun, Conoco Phillips asal AS Kelola Blok Corridor

Blok Corridor Sangat Strategis

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Setelah berhasil mengambil alih Blok Mahakam di Kalimantan Timur dan Blok Rokan di Riau, pemerintah kembali didesak untuk melakukan hal serupa terhadap Blok Corridor di Sumatera Selatan.

JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu mengantisipasi peningkatan kebutuhan gas ke depan seiring penggunaannya untuk pembangkit Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang terus meningkat. Untuk itu, pemerintah harus menjamin pasokan gas dari ladang gas domestik demi menekan impor gas.

Dalam program 35 ribu megawatt (MW), kebutuhan gas untuk pembangkit listrik sekitar 1.000 miliar britisht thermal unit per hari (bbtud) dengan rincian Papua sebesar 58 bbtud, Sulawesi 148 bbtud, Bali, NTT dan NTB 9 bbtud, Kalimantan 86 bbtud, Sumatera 285 bbtud serta Jawa 424 bbtud.

Secara nasional, total kebutuhan gas untuk pembangkit tercatat mencapai 8.297 miliar kaki kubik selama 2016 hingga 2025. Karenanya, apabila pasokan gas dari dalam negeri berkurang, maka pilihan impor gas setelah 2020 kian terbuka lebar.

Sejumlah kalangan mendesak pemerintah segera memberikan hak pengelolaan Blok Corridor di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan kepada PT Pertamina (Persero). Hal itu demi menjamin kelancaran pasokan gas ke PLN sehingga perusahaan sektor kelistrikan tersebut tidak perlu lagi menambah impor gas.

Penguasaan Blok Corridor sangat strategis karena kontribusinya sebesar 17 persen terhadap produksi gas nasional. Blok tersebut akan terminasi pada 19 Desember 2023. "Menteri ESDM jangan sampai bikin keputusan salah," tegas Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (Ceri) Yusri Usman di Jakarta, Selasa (1/1).

Seperti diketahui, selama ini, Blok Corridor dikelola Conoco Phillips (COPI). Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut telah beroperasi di Blok Corridor selama lebih dari 50 tahun. Namun, berdasarkan informasi yang beredar, periode berikutnya Blok tersebut kembali diserahkan kepada kontraktor eksisting, sementara Pertamina diberikan Participating Interest (PI) sebesar 30 persen, meningkat dari sebelumnya yang hanya 10 persen. Adapun keputusan formalnya masih dalam waktu dekat.

Menurut Yusri, setelah Permen ESDM Nomor 23/2018 dibatalkan, maka semua kebijakan Kementerian ESDM harus berpedoman kepada Permen ESDM nmr 30 tahun 2016 yang menyempurnakan Permen ESDM no 15/2015 yang memberikan hak istimewa kepada Pertamina untuk menjadi operator blok migas yang akan berakhir kontrak bagi hasilnya.

Dominasi Asing

Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumelar meminta dominasi asing terhadap pengelolaan blok migas terus dikurangi. Blok Corridor harus mengikuti blok Mahakam dan Rokan serta beberapa blok lainnya yang telah diserahkan ke Pertamina.

Jika Blok Corridor dikuasai, Pertamina akan menguasai sekitar 57 persen cadangan migas nasional. Selain itu, penguasaan terhadap blok tersebut juga sangat strategis karena akan terintegrasi dengan Blok Rokan dan Kilang Dumai. Minyak mentah atau crude tidak akan diekspor, seperti yang dilakukan Conoco Phillips, tetapi untuk kilang Pertamina sendiri.

"Keputusan pengoperasian kembali blok tersebut kepada operator existing berpotensi akan merugikan negara dan memperlemah kedaulatan energi," ujarnya. ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top