Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

“Black Death", Wabah yang Pernah Melanda Eropa

Foto : istimewa

Bernard Tolomei and the Plague in Siena by Giuseppe Maria Crespi, c.1735

A   A   A   Pengaturan Font

Salah satu wabah mematikan yang pernah melanda Eropa adalah pes. Penyebarannya yang tercatat terjadi hampir meliputi seluruh Eropa, mulai dari Russia, Ukraina, Italia, Prancis, Spanyol hingga Inggris.

Sebuah studi terperinci menyatakan bahwa berdasarkan data kematian oleh black death telah menewaskan sekitar 60 persen populasi di Eropa. Secara umum diasumsikan bahwa ukuran populasi Eropa pada saat itu adalah sekitar 80 juta, sehingga diperkirakan 50 juta orang tewas dalam pagebluk (wabah) black death terjadi pada abad ke-14.
Jumlah korban black death dua kali lipat dari korban Perang Dunia II yang dibunuh oleh rezim Stalin di Uni Soviet. Itulah mengapa black death menjadi malapetaka yang tercatat dalam sejarah dengan jumlah korban belum tertandingi hingga saat ini.
Sejarawan sekaligus guru besar emeritus di Universitas Oslo, Norwegia, Ole J Benedictow dalam tulisan di laman History Today menyatakan wabah hitam atau black death merupakan penyakit paling mematikan yang pernah melanda Eropa.
Wabah berupa penyakit pes itu terjadi pada abad pertengahan antara 1346-1353. Nama itu baru muncul beberapa abad setelah muncul terjemahan yang salah dari kata dari bahasa Latin, atra, yang berarti mengerikan dan 'hitam', sehingga menjadi black death.
Dalam catatan kejadian dan surat-surat dari waktu itu, menggambarkan teror oleh penyakit itu. Di Florence, penyair besar Renaisans, Francesco Petrarca atau Petrarch, bahkan sampai mengatakan apa yang disampaikan mungkin tidak akan dipercaya generasi selanjutnya.
"Wahai anak cucu yang bahagia, yang tidak akan mengalami kesengsaraan yang luar biasa dan akan menganggap kesaksian kita sebagai dongeng," kata dia.
Petrarch menggambarkan semua orang tidak melakukan banyak hal lain kecuali membawa mayat untuk dikuburkan.
"Di setiap gereja, mereka menggali lubang yang dalam, sehingga mereka yang miskin dan meninggal pada malam hari, akan dikafani dengan cepat dan dibuang ke dalam lubang," tulis dia.
"Di pagi hari ketika sejumlah besar mayat ditemukan di dalam lubang, mereka mengambil beberapa tanah dan menyekopnya ke atas mereka, dan kemudian mayat yang lain ditumpukkan di atasnya dan kemudian ditutupi tanah lagi seperti seseorang membuat lasagna dengan lapisan pasta dan keju," lanjut dia.
Sementara penulis sejarah bernama Agnolo di Tura yang dijuluki 'si Gemuk' menceritakan soal wabah dari kota asalnya di Tuscan, Italia. "Di banyak tempat di Siena, lubang-lubang besar digali dan terdapat banyak tumpukan orang mati. Ada juga jasad-jasad yang dikubur secara dangkal sehingga anjing-anjing menyeret mayat-mayat itu keluar dan melahapnya," ujar dia.
Bagi seorang Agnolo di Tura, tragedi itu amat luar biasa. Hanya dalam beberapa bulan, 60 persen populasi Florence meninggal karena wabah, dan mungkin proporsi yang sama terjadi di Siena. Secara pribadi ia menyatakan kehilangan istrinya, Luar, beserta 5 anaknya. Dalam puisinya ia menulis, 'Saya mengubur kelima anak saya dengan tangan saya sendiri,'.

Sumber Epidemi
Black death adalah epidemi pes, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang menyebar di antara hewan pengerat liar seperti tikus, di mana mereka hidup dalam jumlah besar. Area seperti itu disebut fokus wabah (plague focus) atau sumber wabah (plague reservoir).
Wabah di antara manusia muncul ketika hewan pengerat di tempat tinggal manusia, biasanya tikus hitam, terinfeksi. Tikus hitam, juga disebut tikus rumah dan tikus kapal, menyukai tinggal dekat dengan manusia sehingga membuatnya berbahaya. Ini berbeda dengan tikus coklat atau abu-abu lebih suka menjaga jarak di selokan dan gudang bawah tanah.
Biasanya perlu waktu sepuluh hingga empat belas hari sebelum wabah membunuh sebagian besar koloni tikus yang terkontaminasi. Namun bakteri yang hidup di kutu tikus itu segera menemukan inang baru, untuk selanjutnya menciptakan penularan lagi.
Setelah tiga hari berpuasa, kutu tikus yang lapar menyerang manusia. Dari tempat gigitan, penularan mengalir ke kelenjar getah bening yang akibatnya membengkak membentuk kelenjar bengkak (bubo) yang menyakitkan, paling sering di selangkangan, di paha, di ketiak atau di leher. Oleh karena itu dinamakan pes.
Infeksi membutuhkan waktu tiga hingga lima hari untuk berinkubasi pada orang sebelum mereka jatuh sakit, dan tiga hingga lima hari berikutnya pada 80 persen kasus, para korbannya meninggal dunia. Jadi, dari permulaan penularan wabah di antara tikus dalam komunitas manusia, dibutuhkan rata-rata dua puluh tiga hari sebelum orang pertama meninggal.
Ketika, misalnya, seorang asing bernama Andrew Hogson meninggal karena wabah pada saat tiba Penrith di Negara Bagian New South Wales, Australia, pada 1597. Wabah berikutnya menyusul dua puluh dua hari kemudian.
Fase 20 hari berhubungan dengan fase pertama perkembangan epidemi wabah pes. Dan Hogson, tentu saja, bukan satu-satunya buronan dari kota atau daerah yang dilanda wabah yang tiba di berbagai komunitas di wilayah tersebut dengan kutu tikus yang menginfeksi di pakaian atau koper mereka.
Pola penyebaran ini disebut menyebar dengan lompatan (spread by leaps) atau penyebaran metastasis (metastatic spread). Dengan demikian, wabah segera menyebar di pusat-pusat kota dan pedesaan lainnya, dari mana penyakit menyebar ke desa-desa dan kota-kota di distrik sekitarnya dengan proses lompatan yang serupa.
Untuk menjadi epidemi, penyakit ini harus menyebar ke koloni tikus lain di wilayah tersebut dan ditularkan ke penduduk dengan cara yang sama. Butuh beberapa waktu bagi orang-orang untuk menyadari bahwa epidemi yang mengerikan sedang terjadi di antara mereka dan bagi para penulis sejarah untuk mencatat hal ini.
Skala waktunya bervariasi. Di pedesaan dibutuhkan sekitar empat puluh hari untuk realisasi. Di sebagian besar kota dengan beberapa ribu penduduk, enam sampai tujuh pekan, di kota-kota dengan lebih dari 10.000 penduduk, sekitar tujuh pekan, dan di beberapa kota besar dengan lebih dari 100.000 penduduk, sebanyak delapan pekan.
Bakteri pes dapat keluar dari bubo dan dibawa oleh aliran darah ke paru-paru dan menyebabkan varian wabah yang disebarkan oleh cipratan (droplet) yang terkontaminasi dari batuk pasien (pneumonic pes). Namun, bertentangan dengan apa yang kadang-kadang diyakini, bentuk ini tidak mudah berkontraksi, menyebar secara normal hanya secara episodik atau insidental. hay/I-1

Berasal dari Eropa atau Asia?

Dalam tulisannya di History Today pada 2005, sejarawan sekaligus guru besar emeritus di Universitas Oslo, Norwegia, Ole J Benedictow, menulis bahwa "wabah hitam" atau black death memiliki kecepatan perkembangan yang khas dan pola penyebaran yang khas. Ditularkan oleh kutu tikus wabah ini terjadi di musim hangat atau panas dan menghilang selama musim dingin.
Dalam sejarahnya, di Norwegia antara 1348-1349 hingga wabah terakhir pada 1654, yang terdiri dari lebih dari tiga puluh gelombang wabah, tidak pernah ada wabah wabah musim dingin. Hal ini berbeda dengan penyakit menular flu yang menular melalui udara dan menyebar langsung di antara orang-orang melalui cipratan (droplet).
Fitur mencolok ini merupakan bukti bahwa black death dan wabah pada umumnya adalah penyakit yang ditularkan melalui serangga. Sejarawan Cambridge John Hatcher telah mencatat bahwa ada perubahan luar biasa dalam pola musiman kematian di Inggris setelah 1348.
Sementara sebelum black death kematian terbesar terjadi pada bulan-bulan musim dingin, pada abad berikutnya kematian terbesar pada periode dari akhir Juli hingga akhir September. Dia menunjukkan bahwa ini sangat menunjukkan adanya transformasi disebabkan oleh virulensi wabah pes.
Ciri lain yang sangat khas dari black death dan epidemi wabah pada umumnya, baik di masa lalu maupun dalam wabah besar pada awal awal abad ke-20, mencerminkan dasar mereka pada tikus dan kutu tikus. Proporsi penduduk pedesaan jauh lebih tinggi terjangkit wabah dan mati daripada perkotaan.
Dalam kasus wabah Inggris, fitur ini telah digaris bawahi oleh sejarawan Oxford, Paul Slack. Ketika sekitar 90 persen populasi tinggal di pedesaan, hanya penyakit dengan sifat ini yang dikombinasikan dengan kekuatan mematikan yang ekstrem yang dapat menyebabkan kematian yang luar biasa dari black death dan banyak epidemi wabah di kemudian hari.
Semua penyakit yang disebarkan melalui infeksi silang antar manusia, sebaliknya, mendapatkan kekuatan penyebaran yang semakin meningkat dengan meningkatnya kepadatan penduduk dan menyebabkan angka kematian tertinggi di pusat-pusat perkotaan.
Terakhir dapat disebutkan bahwa para sarjana telah berhasil mengekstraksi bukti genetik dari agen penyebab wabah pes. Kode DNA bakteri Yersinia pestis, dari beberapa pemakaman korban wabah di pemakaman Prancis yang dikuburkan dalam periode antara 1348-1590.
Dulu orang mengira black death berasal dari Tiongkok. Tetapi penelitian terbaru menunjukkan wabah itu dimulai pada musim semi 1346 di wilayah dengan padang rumput, yang membentang dari pantai barat laut Laut Kaspia hingga Russia bagian selatan.
Di sana bahkan wabah pes masih terjadi sampai hari ini. Dua penulis sejarah kontemporer mengidentifikasi muara Sungai Don di mana ia mengalir ke Laut Azov sebagai asal daerah wabah. Tetapi hal ini mungkin salah karena bisa berasal dari di daerah muara Sungai Volga di Laut Kaspia.
Akibatnya jalur karavan Jalur Sutra antara Tiongkok dan Eropa terputus. Inilah yang menjadi alasan black death tidak menyebar dari timur melalui Russia menuju Eropa barat, tetapi berhenti tiba-tiba di perbatasan Mongol dengan Kerajaan Russia.
Namun menurut Benedictow, epidemi sebenarnya dimulai dengan serangan yang dilakukan oleh bangsa Mongol di pusat perdagangan terakhir pedagang Italia di Kaffa sekarang Feodosiya di Crimea, yang dicaplok Russia. Pada musim gugur 1346, wabah pecah di antara para pengepung dan dari mereka merambah ke kota.
"Ketika musim semi tiba, orang Italia melarikan diri dengan kapal mereka. Dan black death menyelinap tanpa diketahui di atas kapal dan berlayar bersama mereka," tulis dia. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top