Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

“Bioskop Berbisik" Ajak Kaum Tunanetra Tiongkok Menonton Film Layar Lebar

Foto : AFP/Jade GAO

Nonton “Bioskop Berbisik” l Zhang Xinsheng saat menunggu teman-temannya yang tunanetra untuk bersama-sama menonton film di sebuah bioskop di Beijing, Tiongkok, pada awal Agustus lalu. Mereka bisa “menyaksikan” film berkat bantuan dari tim sukarelawan bioskop berbisik yang memperkenalkan film pada kaum tunanetra.

A   A   A   Pengaturan Font

Setiap akhir pekan, Zhang Xinsheng rela harus menempuh perjalanan selama dua jam hanya untuk menonton film bersama teman-temannya. Dengan bantuan tongkat putih dan sebuah aplikasi peta yang bisa memberikan petunjuk arah bersuara pada telepon pintarnya, Zhang bisa menjelajahi sistem kereta bawah tanah Beijing yang membingungkan.

Zhang kehilangan penglihatannya pada awal usia dua puluhan karena kondisi degeneratif. Namun, sejak menjadi tunanetra ia jatuh hati pada dunia sinema lewat klub "bioskop berbisik", di mana sukarelawan membisikkan narasi yang jelas kepada kaum tunanetra atau buta parsial yang keranjingan nonton bioskop.

"Setelah saya mendengarkan film untuk pertama kalinya pada 2014, rasanya seperti sebuah dunia (baru) terbuka untuk saya," kata Zhang. "Saya merasa bisa mengerti alur cerita filmnya terlepas dari kebutaan saya. Ada gambar-gambar jelas yang terbentuk dalam pikiran saya ketika (sang narator) mendeskripsikan adegan yang ada seperti (adegan) tawa atau tangis," papar dia.

Kini pada usia 51, Zhang selalu melakukan perjalanan mingguannya ke sebuah bioskop di Qianmen di wilayah kota tua di Beijing, tanpa pernah sekalipun absen.

Tak sedikit penonton yang datang ke pemutaran film setiap Sabtu yang diselenggarakan oleh Bioskop Xin Mu, yang terdiri dari sekelompok sukarelawan yang pertama kali memperkenalkan film kepada kaum tunanetra di Tiongkok.

Metode yang digunakan amat sederhana. Seorang narator mendeskripsikan apa yang terjadi di layar, termasuk ekspresi wajah, bahasa tubuh, latar belakang, dan pakaian. Mereka juga menjelaskan petunjuk visual yang mungkin terlewatkan seperti perubahan pemandangan dari daun-daun berguguran menjadi salju yang menggambarkan proses berjalannya waktu.

Pada Juli lalu, grup tersebut memutar film berjudulA Street Cat Named Bob. Sebuah karya yang mengisahkan tentang seekor kucing liar yang membantu seorang pria tunawisma di London berhenti mengkonsumsi narkoba dan menjadi penulis terkenal.

Wang Weili, sang narator, menggambarkan apa yang terjadi di layar seperti ini: "Salju turun di London, sebuah kota di Inggris. [Kota itu] agak mirip dengan Beijing, tapi bangunan-bangunannya tidak terlalu tinggi," papar Wang di sela-sela dialog yang disulih suara dalam bahasa Mandarin.

"Seorang pria dengan teropong, dua tabung silinder panjang yang digunakan untuk melihat benda dari jarak jauh, sedang memantau James saat iangamendi sudut jalan bersama Bob, si kucing," ucap Wang.

Inspirasi untuk memperkenalkan film ke penonton tunanetra muncul di benak Wang setelah ia menggambarkan filmThe Terminatorkepada seorang teman.

"Saya melihat keringat mengucur dari dahinya ketika saya mendeskripsikan adegan aksi. Ia sangat bersemangat," tutur Wang. "Ia terus berkata, beri tahu aku apa yang kamu lihat!"

Setelah itu, Wang lalu menyewa sebuah kamar sempit di sebuah halaman tua Beijing dengan uang tabungannya pada 2005 dan memulai klub bioskop berbisik dengan bermodalkan sebuah televisi layar datar kecil, DVD player bekas, dan sekitar 20 kursi. "Bioskop darurat" seluas 20 meter persegi miliknya itu selalu dipenuhi penonton.

Menjelaskan film ke penonton tunanetra tidaklah mudah, terutama jika alur ceritanya memiliki elemen sejarah atau imajinatif yang belum pernah mereka alami. Untuk itu, Wang sebelum memutarkan film sepertiJurassic Parkmisalnya, Wang membiarkan penonton memegang beberapa model dinosaurus.

"Saya menonton sebuah film setidaknya enam atau tujuh kali dan menulis naskah rinci saya sendiri," kata pengusaha yang kini jadi aktivis disabilitas itu.

Kesempatan Langka

Menurut keterangan The China Association for the Blind, saat ini Tiongkok diperkirakan memiliki lebih dari 17 juta orang dengan gangguan penglihatan dengan delapan juta di antaranya buta total.

Dalam beberapa dekade terakhir, kota-kota di Tiongkok telah membangun lebih banyak jalan bagi tunanetra, menambahkan huruf braille pada tombol lift, dan memperbolehkan kaum tunanetra mengikuti ujian mengisi lapangan pekerjaan di pemerintahan dan perguruan tinggi.

"Tapi komunitas tunanetra tidak punya banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas budaya," kata Dawning Leung, pendiri Audio Description Association di Hong Kong, seraya mengatakan bahwa kaum tunanetra terkucil dari bioskop, teater atau pameran seni lantaran tak ada kesadaran tentang perlunya narasi audio.

"Bahkan deskripsi audio di museum ditulis dengan mempertimbangkan bagi orang yang bisa melihat. Mereka memberi tahu tentang sejarah sebuah benda atau di mana benda itu ditemukan, tapi jarang menggambarkan seperti apa rupanya," tutur Dawning.

Oleh karena itu selama bertahun-tahun para aktivis telah mendorong undang-undang yang meminta deskripsi audio untuk film, program televisi atau karya seni di Tiongkok daratan, seperti yang ada di Hong Kong. Namun, kemajuannya tidak banyak.

Melalui pemutaran film gratis di Bioskop Xin Mu, telah menawarkan kesempatan langka bagi penonton tunanetra untuk menjadi bagian daribox officeterbesar di dunia.

"Film telah membantu memperkaya hidup saya. Film-film itu membantu saya memahami tantangan hidup," kata Zhang yang berprofesi sebagai terapis pijat sambil menuturkan bahwa film favoritnya adalah filmblockbusterBollywood berjudulDangalyang mengisahkan tentang seorang ayah yang tegas melatih putrinya untuk mengatasi tabu sosial dan menjadi pegulat juara.

"Terkadang saya berpikir (setelah menyaksikan film itu), ingin seperti tokoh protagonis di film dimana saya dapat mengubah nasib saya dengan bekerja keras," pungkas Zhang. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top