Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Lalu Lintas Devisa l Bank Sentral Tetap Fokus untuk Menerapkan Kebijakan Antisipatif

BI Tak Perketat Kontrol Modal Asing

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Di beberapa negara lain, pengenaan pajak terhadap modal asing kerap digunakan otoritas setempat untuk membendung keluarnya modal asing, saat sebuah negara sedang diguncang tekanan eksternal.

Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyatakan saat ini tidak berencana mendorong pengenaan pajak bagi imbal hasil untuk modal asing, baik yang masuk (inflow) maupun keluar (outflow). Bank sentral tetap memegang komitmennya untuk menerapkan kebijakan yang antisipatif (pre-emptive), selangkah lebih maju (ahead of the curve), dan frontloading.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menegaskan tidak pernah melontarkan wacana pengenaan aturan pajak itu. Dia mengaku hanya mencontohkan bahwa di beberapa negara lain, pengenaan pajak terhadap modal asing kerap digunakan otoritas setempat untuk membendung keluarnya modal asing, saat sebuah negara sedang diguncang tekanan ekonomi eksternal.

"Jadi sekali lagi, ini bukan rencana atau inisiatif yang akan dilakukan BI dalam waktu sekarang," ujar Perry dalam pertemuan dengan media di Jakarta, Jumat (8/6).

Sejak awal tahun, Indonesia memang mendapat tekanan kencang arus modal keluar karena ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve AS (The Fed), dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS, tenor 10 tahun. Nilai tukar rupiah pernah melemah hingga 4,5 persen secara tahun kalender sejak awal tahun hingga 21 Mei 2018.

Namun, sejak Perry memegang kendali BI dan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin sebanyak dua kali dalam tempo dua pekan, rupiah berangsur menguat hingga dua persen dan kembali ke level psikologis 13.900 rupiah per dollar AS.

"Perhitungan 13 triliun rupiah sejak 24 Mei 2018, inflow masuk, khususnya ke surat berharga negara, obligasi, dan saham," ujar dia. "Kami akan terapkan kebijakan yang pre-emptive, ahead of the curve, dan frontloading," tambah dia.

Pemberian Insentif

Sebelumnya, bankir menilai pemberian insentif atau keringanan kepada investor dinilai sangat diperlukan agar mereka tetap mau mengelola dananya dalam bentuk dollar AS di dalam negeri. Pendekatan itu dimaksudkan agar investasi, terutama berdenominasi dollar AS tidak mudah keluar (outflow) apabila terjadi guncangan di pasar global.

"Kalau dilarang keluar, nanti dikira capital control, jadi berikan insentif," kata Direktur Utama Bank Mandiri, Kartiko Wirjoatmodjo di Jakarta, Selasa pekan ini.

Pria yang akrab dipanggil Tiko ini menjelaskan bentuk insentif yang bisa diberikan pengurangan pajak deposito bagi eksportir yang mau menyimpan dollar AS di dalam negeri dan menggunakan rupiah.

Selain itu, perusahaan multinasional yang bermukim di Indonesia bisa memperoleh insentif pajak, apabila deviden yang diperoleh, kembali diinvestasikan di dalam negeri.

Dia menyakini bentuk-bentuk insentif tersebut bisa menahan keluarnya modal keluar seiring dengan meningkatnya tekanan global.

"Jadi, lebih baik kita memberikan insentif supaya dollar tidak dipulangkan keluar negeri dan pindah ke negara lain," kata Tiko.

Namun, menurut dia, ide pengenaan pajak bagi investor jangka pendek di Surat Berharga Negara (SBN), agar tidak melarikan modal keluar negeri, belum perlu dilakukan.

"Beberapa negara memang melakukan, tapi khawatirnya, iklim investasi portofolio terganggu. Ini bisa dipertimbangkan, tapi hati-hati," katanya.

Terkait kemungkinan revisi UU Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, Tiko mengatakan hal tersebut akan lebih baik dilakukan ketika kondisi ekonomi dalam situasi stabil.

"Bagusnya pembahasan dilakukan dalam kondisi tidak volatile agar tidak dipersepsikan negatif dan dilihat kita sedang merancang capital control," katanya.

mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top