Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kerja Sama Bilateral - Nilai Kesepakatan BCSA Ditambah dari USD15 Miliar Jadi USD30 Miliar

BI-PBoC Tingkatkan Nilai "Swap"

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dan bank sentral Tiongkok atau People's Bank of China (PBoC) memperpanjang sekaligus meningkatkan nilai perjanjian pertukaran bilateral dalam mata uang lokal (Bilateral Currency Swap Arrangement/ BCSA).

Peningkatan nilai itu dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan ekonomi domestik, terutama untuk mengantisipasi tekanan dari ketidakpastian ekonomi global.


Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam keterangan di Jakarta, Senin (19/11), mengatakan nilai kesepakatan BCSA ditambah dari 100 miliar yuan atau setara 15 miliar dollar AS, menjadi 200 miliar yuan atau setara 30 miliar dollar AS.


"Perjanjian ini merefleksikan penguatan kerja sama moneter dan keuangan antara BI dan Bank Sentral Tiongkok sekaligus menunjukkan komitmen kedua bank sentral untuk menjaga stabilitas keuangan di tengah berlanjutnya ketidakpastian di pasar keuangan global," kata Perry.


Kesepakatan ditandatangani Perry Warjiyo dan Gubernur PBoC Yi Gang, pada pekan lalu dan berlaku selama tiga tahun dengan opsi bisa diperpanjang berdasarkan kesepakatan bersama.

Lebih lanjut, Perry mengatakan perjanjian juga menunjukkan kuatnya kerja sama bidang keuangan antara dua negara.


"Kami meyakini bahwa kerja sama dengan bank sentral lain semakin meningkatkan kepercayaan pasar terhadap fundamental ekonomi Indonesia," kata Perry.


Mekanisme kerja sama swap merupakan jaminan yang diberikan masing-masing pihak mengenai penetapan kurs atau nilai tukar, dan jumlah uang yang akan dipertukarkan selama jangka waktu berlakunya kerja sama tersebut.

Fasilitas swap biasanya digunakan untuk melindungi nilai investasi atau kredit dari gejolak nilai tukar yang bisa menimbulkan kerugian karena adanya selisih nilai tukar.


Tak hanya itu, kerja sama swap tersebut sebagai salah satu upaya suatu negara melakukan diversifikasi valuta asing (valas) dan mengurangi kebergantungan terhadap dollar AS sebagai alat transaksi internasional.


Defisit Melebar


Seperti diketahui, defisit negara perdagangan antara RI dan Tiongkok melebar. Data terbaru Kementerian Perdagangan menunjukkan neraca ekspor-impor RI dan Tiongkok sepanjang Januari-September 2018 defisit 12,54 miliar dollar AS atau sekitar 183,24 triliun rupiah, meningkat 35,05 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.


Total perdagangan RI dan Tiongkok sepanjang Januari-September 2018 mencapai 52,77 miliar dollar AS atau sekitar 771,12 triliun rupiah. Angka tersebut tumbuh 29,27 persen secara yoy.


Sebelumnya, pada Oktober lalu, BI juga melakukan hal serupa dengan bank sentral Jepang atau Bank of Japan (BoJ). Amendemen itu memungkinkan Indonesia melakukan swap rupiah dengan dollar AS atau yen hingga 22,76 miliar dollar AS.


Fasilitas penyediaan devisa tersebut dapat digunakan BI untuk mengintervensi pasar guna mengendalikan nilai tukar rupiah.

Namun, fasilitas tersebut bersifat kondisional. Artinya, BI akan mempergunakan devisa tersebut jika hanya bank sentral benar-benar membutuhkan likuiditas valutas asing (valas) untuk stabilisasi rupiah.


Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan upaya stabilisasi rupiah merupakan kewenangan BI melalui penggunaan sejumlah instrumen moneter yang mereka miliki.

"Saya tidak mau dibilang intervensi, tapi dalam situasi begini pilihannya tidak banyak lagi yaitu menaikkan suku bunga atau membiarkan rupiah terus melamah," katanya. bud/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top