Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Moneter - Pada Februari Lalu, BI Pertahankan Bunga Acuan di Level 6%

BI Diprediksi Fokus pada Stabilitas

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang akan berlangsung, Kamis (21/3), diperkirakan tetap menahan suku bunga acuan BI-7Day Reverse Repo Rate (RR) di level enam persen karena beberapa pertimbangan dari faktor eksternal dan internal.

Chief Economist BNI, Ryan Kiryanto, mengatakan dari eksternal, diyakini arah gerak bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) semakin longgar atau dovish. Federal Reserve AS (The Fed), lanjutnya, tak lagi agresif menaikkan Fed Fund Rate (FFR), mengingat sudah ada indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi AS di bawah tiga persen disertai laju inflasi mendekati dua persen.

"Pilihan The Fed ada dua, antara menahan FFR di level saat ini yg 2,25-2,50 persen hingga akhir tahun 2019 atau menaikkan FFR hanya sekali sebesar 25 bps menjadi 2,5-2,75 persen hingga akhir tahun 2019," kata Ryan di Jakarta, Selasa (19/3). Bahkan, ada yang menghendaki FFR turun 25 basis poin (bps) menjadi di rentang 2,0-2,25 persen hingga akhir 2019 untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi AS.

Sejumlah bank sentral di dunia juga cenderung menahan suku bunga acuannya dan beberapa bank sentral malah sudah menurunkan suku bunga acuan (BOJ, ECB). Dari faktor internal, BI dan pemerintah, papar Ryan, memiliki stance yang sama, yakni stability over growth sehingga pilihan paling rasional dan taktis adalah tetap menahan BI-7DRRR di level enam persen.

Menurut Ryan, level bunga acuan enam persen saat ini sesungguhnya sudah priced in atau factored in di mana level itu sudah mempertimbangkan peluang FFR naik 25-50 bps pada 2019.

"Keputusan ini bisa membantu penguatan daya tahan ekonomi Indonesia terhadap tekanan eksternal (trade war, risiko geopolitik dan Brexit), menjaga stabilitas makroekonomi, khususnya rupiah, dan mempertahankan daya tarik investor asing untuk memegang aset dalam rupiah karena lebih atraktif," katanya.

Level tersebut, tambah Ryan, juga membantu masuknya dana asing atau capital inflows yang dapat menguatkan kurs rupiah, IHSG di BEI serta memperkecil defisit transaksi berjalan (CAD) menjauhi 3 persen dari PDB. Momentum pertumbuhan pun masih bisa dikelola dengan baik. "Ditahannya BI7DRRR akan disambut gembira kalangan perbankan, sektor riil dan investor portofolio karena level enam persen ini dinilai akomodatif," tutup Ryan.

Kendalikan CAD

Sebelumnya, BI untuk keempat-kalinya secara berturut-turut mempertahankan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar enam persen pada Februari lalu. Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan kembali langkah itu untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan (CAD) dan mempertahankan daya tarik instrumen keuangan domestik.

Sebagai catatan, pada 2019, BI memiliki pekerjaan rumah yang cukup besar untuk menurunkan defisit transaksi berjalan hingga 2,5 persen dari PDB, dari defisit transaksi berjalan di 2018 yang sebesar 2,98 persen PDB. Penurunan defisit transaksi berjalan memerlukan upaya keras mengingat tengah masih tingginya laju impor, termasuk impor untuk memenuhi permintaan minyak dan gas.

Rektor Perbanas Institute, Hermanto Siregar, menilai keputusan BI itu bertujuan untuk menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. "Suku bunga belum bisa diturunkan, karena nilai tukar rupiah memang masih perlu dijaga kestabilannya," kata Hermanto, beberapa waktu lalu. Hermanto mengatakan keputusan tersebut adalah tepat dalam situasi The Fed belum akan menyesuaikan suku bunga acuan.

bud/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Vitto Budi, Antara

Komentar

Komentar
()

Top