Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Kebijakan Moneter

BI Diperkirakan Naikkan Suku Bunga Lagi ke Level 6 Persen

Foto : Sumber: Bank Indonesia - KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Setelah menaikkan suku bunga acuan BI7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR Rate) pada pertengahan bulan Januari 2023, Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih menaikkan 25 basis poin (bps) atau 0,25 persen ke level 6 persen pada bulan Februari.

Ekonom Senior DBS Group Research, Radhika Rao, memperkirakan suku bunga acuan BI akan naik satu kali lagi sebelum mencapai puncak menjadi 6 persen. Saat ini, suku bunga acuan BI berada pada tingkat 5,75 persen setelah BI kembali menaikkan 25 basis poin dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Januari 2023.

"DBS Group Research memperkirakan kenaikan suku bunga satu kali lagi pada Februari 2023 sebelum mencapai puncak menjadi 6 persen, sesuai dengan jumlah kenaikan yang diharapkan dari Bank Sentral Amerika Serikat (AS)," kata Radhika dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (27/1).

Menurut Rao, kondisi likuiditas dalam negeri kemungkinan tetap kondusif sehingga bank sentral mempertahankan sikap pro pertumbuhan meskipun tidak agresif seperti sebelumnya.

Dengan inflasi yang telah melewati puncak dan Bank Sentral AS yang telah menghentikan siklus kenaikan suku bunga pada tahun ini, Indonesia tidak lagi berada dalam keadaan mendesak untuk menaikkan suku bunga secara agresif.

Kendati demikian, nilai tukar rupiah yang turun 2,2 persen pada kuartal IV-2022 dan inflasi yang masih di atas target membuat BI memilih mempertahankan pengetatan secara bertahap dan tidak terlalu berarti.

"Prioritas lain bank sentral adalah menarik likuiditas mata uang asing (foreign exchange) kembali ke sistem keuangan dalam negeri," kata Rao.

Selaku otoritas moneter, BI pada Desember 2022 lalu, menyampaikan rencana memperkenalkan instrumen moneter baru untuk menarik pendapatan dollar dari ekspor ke pasar dalam negeri dengan menawarkan imbal hasil yang kompetitif.

"Selain meningkatkan ketersediaan mata uang asing domestik, arus masuk itu akan mendukung rupiah dan menurunkan biaya pinjaman terkait," katanya.

Imbal hasil yang rendah telah menghalangi likuiditas mata uang asing untuk kembali ke pasar domestik, kendati Indonesia mengalami surplus neraca dagang sejak awal tahun 2022 dan investasi yang mencetak rekor tertinggi.

"Ada indikasi bahwa kumpulan sektor yang diperlukan untuk mengalihkan pendapatan dari luar negeri kembali ke sistem lokal akan diperluas," papar Rao.

"Capital Outflow"

Pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Sri Susilo, yang diminta pendapatnya mengatakan kemungkinan kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 0,25 pada bulan depan memungkinkan, namun terlalu dini untuk membuat perkirakan.

"Saat ini kemungkinan suku bunga BI kan cuma dua, tetap atau naik. Kalau turun tidak mungkin, jadi tekanan kurs menguat atau perubahan ekstrem di bank sentral AS lalu menaikkan suku bunga, pasti akan mendorong BI naikkan suku bunga," kata Susilo.

Namun dengan kondisi ceteris paribus seperti hari ini, Susilo yakin tidak akan ada kenaikan bunga bank. Sebab inflasi inti sudah bisa dikendalikan setelah sebelumnya sempat melonjak karena krisis pangan dan energi. "Tantangan utama tinggal capital outflow dan perlu dilihat seperti apa ke depan," pungkas Susilo.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top