Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Utang - BI Sudah Mengatur Pengendalian Utang Swasta

Berkaca Kasus BLBI, Negara Jangan Tanggung Utang Swasta

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sejumlah kalangan mengemukakan berkaca pada kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara hingga saat ini dan memiskinkan bangsa, maka pemerintah memang seharusnya menolak usulan Badan Anggaran (Banggar) DPR yang mewajibkan negara ikut menanggung utang swasta.

Direktur Eksekutif Indonesia Resources Initiative (IRI), Wisnu Agung Prasetya, mengatakan usulan Banggar DPR agar pengendalian utang swasta masuk dalam APBN artinya jika terjadi gagal bayar utang swasta, pemerintah mesti ikut menanggungnya.

"Ini usulan yang sangat membahayakan keuangan negara karena akan mengulang skandal BLBI yang merugikan negara ribuan triliun rupiah," ujar dia ketika dihubungi, Kamis (6/7).

Hal senada dikemukakan oleh ekonom Indef, Abra Talattov. Menurut dia, pengendalian utang swasta tidak perlu dimasukkan ke dalam dokumen APBN karena ada implikasi besar terhadap risiko fiskal serta menimbulkan moral hazard.

"Apalagi pemerintah sebetulnya sudah memiliki instrumen regulasi dalan mengawasi dan mengendalikan utang swasta," ujar Abra. Dalam skandal BLBI, negara akhirnya menanggung utang bankir akibat kesalahan pengelolaan bank saat krisis keuangan 1997/1998, melalui penerbitan obligasi rekapitalisasi perbankan eks BLBI.

Hingga kini, pajak rakyat yang dihimpun dalam APBN mesti membayar bunga obligasi rekap itu sekitar 70 triliun rupiah tiap tahun. Sejumlah kalangan sebelumnya menyebutkan pemerintah sulit untuk bisa melewati masalah keuangan negara tanpa segera menghentikan pembayaran bunga obligasi rekap.

Sebab, akumulasi bunga di atas bunga obligasi rekap yang juga dibayar dengan penerbitan surat berharga negara (SBN) selama 19 tahun itu membuat hampir 75 persen utang negara berasal dari beban utang BLBI tersebut. Saat ini, utang pemerintah hampir mencapai 4.000 triliun rupiah,

dan beban kewajiban pembayaran utang tiap tahun terus meningkat sehingga mempersempit kapasitas APBN untuk program kesejahteraan rakyat.

Seperti dikabarkan, Banggar DPR mengusulkan perlunya perubahan program pengendalian utang negara yang dihasilkan Panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat RAPBN 2018.

Saat rapat dengan pemerintah dan Bank Indonesia (BI), Ketua Banggar DPR, Aziz Syamsuddin, mengatakan internal Banggar mengusulkan agar dalam program pengendalian utang, pemerintah juga memenuhi kewajiban menjaga akuntabilitas pengelolaan utang swasta.

Adapun hasil Panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat RAPBN 2018, program pengendalian utang hanya mencakup utang pemerintah pusat.

"Diperlukan perubahan sehingga memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang pemerintah dan utang swasta," ujarnya, Rabu (5/7)

Implikasi Besar

Menkeu Sri Mulyani yang hadir mewakili pemerintah menilai ada implikasi besar bila usulan Banggar itu disetujui. Sebab, hal itu sama saja mewajibkan pemerintah harus menanggung utang swasta.

"Ini akan sangat berbahaya sekali karena ini (APBN-P) adalah dokumen yang legal dan dokumen politik. Kalau swasta tidak bisa bayar, mereka bisa klaim ke pemerintah," kata Sri Mulyani. Dia meminta agar usulan Banggar itu diubah.

Pemerintah cukup melakukan monitoring yang ketat terhadap utang swasta. Pemerintah juga mengusulkan agar ketentuan itu tidak dicantumkan dalam kebijakan belanja pemerintah pusat, namun cukup tercantum dalam asumsi makro RAPBN 2018 tentang kebijakan defisit.

Akhirnya, Banggar menyutujui usulan itu. Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, juga menilai usulan DPR tersebut jelas akan mengganggu keuangan negara karena nanti jika utang swasta dijamin pemerintah, beban APBN akan meningkat, terutama saat ada kenaikan risiko, misalnya, di saat krisis. "Kalau ada swasta yang gagal bayar, nanti yang rugi adalah rakyat.

Karena uang jaminan diperoleh dari pajak," kata dia. Terkait pengendalian utang swasta, Wisnu mengatakan hal itu sebenarnya sudah dilakukan BI melalui Peraturan Bank Indonesia, yang mengatur tiga hal yakni kewajiban hedging atau lindung nilai, rasio likuiditas minimum saat jatuh tempo, dan rating kredit. ahm/YK/WP

Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top