Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Berharap pada Tenaga Kerja Asing

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Keinginan pemerintah untuk mempermudah proses perizinan penggunaan tenaga kerja asing (TKA) sudah lama, sekitar setahun yang lalu. Ini dilakukan untuk meningkatkan kegiatan investasi dan ekspor, lebih khusus lagi sektor-sektor tertentu seperti perdagangan online, instruktur vokasi, dan tenaga perwatan mesin.

Namun, entah kenapa, Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas terkait penataan TKA mengungkapkan mendapat keluhan bahwa proses perizinan penggunaan TKA masih berbelit-belit. Jokowi juga mendapati masing-masing instansi berjalan sendiri-sendiri dalam melakukan pengawasan dan pengendalian.

Selain itu, Jokowi juga mengaku menerima laporan dari beberapa pengguna TKA terkait proses pengendalian dan pengawasan. Menurut Presiden, para pengguna TKA merasa terganggu dan tidak nyaman dengan pengawasan yang terpisah-pisah, Kementerian Tenaga Kerja jalan sendiri, Imigrasi jalan sendiri, instansi yang lain juga melakukan pengawasan sendiri-sendiri.

Presiden Jokowi menjelaskan adanya investasi akan diikuti dengan masuknya TKA. Karena itu, tenaga kerja asing dengan kualifikasi tertentu masih dibutuhkan dalam proses investasi. Untuk itu, Presiden meminta agar prosedur perizinan lebih sederhana dan tidak rumit. Hal itu berlaku dalam pengajuan rencana pengajuan tenaga kerja asing (RPTKA), izin penempatan tenaga asing (IPTA), maupun visa tinggal terbatas dan izin tinggal terbatas (VITAS). Presiden bahkan menegaskan untuk dijalankan lebih cepat dengan berbasis online dan dilakukan secara terintegrasi, terpadu antara Kementerian Tenaga Kerja dan Imigrasi di bawah Kementerian Hukum dan HAM.

Keluhan Presiden sesungguhnya sempat disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution awal tahun ini. Jokowi mengancam Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri agar segera menerbitkan aturan kemudahan tenaga kerja ini pada Februari 2018. Apabila Hanif belum bisa menyelesaikannya, dia mengancam akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk kemudahan TKA.

Pemerintah tampaknya ingin memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi digital sebagai sumber investasi dan ekspor. Pemerintah juga menyadari bahwa tenaga instruktur asing diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jumlah sumber daya manusia dalam bidang ekonomi digital, instruktur pendidikan vokasi, dan tenaga keperawatan mesin. Selain itu, TKA dibutuhkan untuk mempercepat pengadaan kebutuhan sumber daya manusia di tingkat lokal yang masih belum mencukupi.

Sementara itu, Kementerian Tenaga Kerja mencatat jumlah tenaga kerja asing (TKA) hingga saat ini mencapai 126 ribu orang atau meningkat 69,85 persen dibandingkan akhir 2016 sebanyak 74.813 orang. Dari jumlah itu, mayoritas pekerja tersebut berasal dari Tiongkok, kemudian Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura.

Berdasarkan data yang ada, wajar jika Presiden mengeluhkan TKA yang ada masih tidak sesuai dengan harapannya, terutama untuk kebutuhan ekonomi digital. Padahal, saat ini kontribusi ekonomi digital terhadap perekonomian global telah mencapai 22 persen. Kontribusi aplikasi teknologi digital terhadap PDB global pada 2020 mencapai dua triliun dollar AS. Sementara itu, nilai perdagangan secara daring di kawasan ASEAN diperkirakan mencapai 88 miliar dollar AS pada 2015 hingga 2025. Nilai ini untuk berbagai produk apparel, elektronik, produk rumah tangga dan bahan makanan.

Masih kurangnya tenaga kerja asing di sektor tertentu menjadi tantangan bagi pejabat terkait untuk mengembangkan program yang memberikan nilai tambah bagi pendapatan nasional. Jadi, para pembantu presiden mesti menyadari untuk membuat kebijakan yang mendukung terciptanya kemandirian nasional dengan produk yang mempunyai daya saing tinggi.

Komentar

Komentar
()

Top