Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Berharap pada Pendekatan Vegetatif

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah telah mengalokasikan anggaran 1,9 triliun rupiah untuk penanganan bencana banjir dan longsor melalui pendekatan vegetatif. Ini maksudnya, bukan hanya memperbaiki bangunan-bangunan fisik, tetapi yang berkaitan dengan reboisasi.

Presiden Joko Widodo mencontohkan penanaman bibit pohon yang dilakukan di Kecamatan Sukajaya, Bogor, Jawa Barat, merupakan salah satu contoh pendekatan vegetatif. Di daerah bekas bencana banjir dan longsor ini, pemerintah menyiapkan kurang lebih 92 ribu bibit tanaman. Bibit tanaman tersebut terdiri atas tanaman yang memiliki nilai ekonomi, seperti jengkol, durian, sirsak, hingga petai. Pemerintah juga menyiapkan tanaman yang berfungsi untuk memperbaiki ekosistem, seperti tanaman vetiver dan sereh wangi yang akarnya bisa 3,5 meter sampai 4 meter.

Secara khusus, Presiden meminta masyarakat setempat agar memanfaatkan tanaman bernilai ekonomis serta tidak merusak tanaman pencegah longsor seperti vetiver. Nantinya, pemerintah akan mengedukasi masyarakat menanam vetiver, sereh wangi tidak dicabut.

Apa yang diinginkan pemerintah adalah tidak hanya pembuatan jalan membuka isolasi atau penanganan pengungsi, sekolah, pangan, Bansos, kesehatan, dan lain lain, tapi bagaimana menanami bentang alamnya yang sudah rusak dan harus diperbaiki, ditanami pohon yang telat seperti vetiver, dalam kombinasi pepohonan dan bangunan konservasi tanah dan air atau ekohidrolika. Ini semua adalah eko hidrolika yaitu bagaimana mengombinasi dalam mengelola bentang alam dan tata airnya pada bentang alam dengan lereng yang curam.

Jadi, ada yang baru dalam menanggulangi bencana dan pemulihan lahan serta alam secara komprehensif dan terintegrasi dengan masyarakat. Pola baru yang kerja mengenai penanganan darurat bencana alam itu telah dilaksanakan sejak Januari 2020 lalu setelah bencana longsor yang membawa korban dan merusak puluhan rumah penduduk.

Untuk program tersebut, pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar 1,9 triliun rupiah untuk seluruh Indonesia pada tahun 2020. Anggaran tersebut, tidak hanya untuk daerah yang terkena bencana, tetapi juga daerah lain yang berpotensi mengalami kerusakan ekologi. Disebutkan, tidak hanya yang terkena bencana, tetapi yang debit airnya sudah turun seperti Danau Toba akan dihijaukan kembali, demikian juga Waduk Gajah Mungkur yang sedimentasinya sudah turun.

Kita mendukung langkah pemerintah menghijaukan kembali daerah yang terkena bencana. Kita juga berharap penduduk yang terkena program reboisasi dipindahkan ke tempat aman sehingga bisa kembali beraktivitas.

Pemerintah pasti selalu melakukan perbaikan sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat. Selain itu, isu tentang perubahan iklim juga mendorong kesadaran masyarakat untuk mendukung pelestarian lingkungan. Sosialisasi pemerintah tentang penghijauan juga jauh lebih luas. Terpenting lagi, selain pendekatan vegetatif, ada pendampingan sehingga berkelanjutan. Sebab, pengalaman selama ini terkait dengan pengawasan. Di sinilah pentingnya aparat pemerintah daerah dan hukum untuk selalu konsisten menjaga lingkungan serta menegakan aturan.

Lebih dari itu, program reboisasi dan gerakan penghijauan lahan kritis harus diaudit. Pasalnya, program itu mengabiskan dana ratusan miliar dengan wilayah program yang sulit dijangkau. Audit program itu sangat penting untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan program. Artinya, apakah program itu tepat sasaran atau tidak. Sebab, uang yang dihabiskan untuk program itu tidak sedikit. Audit juga penting karena kontrol masyarakat atas program itu tidak mudah. Lokasi reboisasi umumnya berada di wilayah-wilayah bekas penebangan liar, yang kebanyakan sulit dijangkau. n

Komentar

Komentar
()

Top