Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Berharap Advokasi Dikedepankan Dalam Dugaan Kartel Minyak Goreng

Foto : Istimewa

Suasana sidang di KPPU

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diharapkan lebih mengedepankan pendekatan advokasi kebijakan dalam perkara dugaan kartel minyak goreng. Pasalnya, sumber permasalahan utama krisis minyak goreng pada akhir 2021 sampai dengan pertengahan 2022 lalu karena kebijakan yang tidak tepat.

Dari fakta persidangan juga menunjukkan tidak ada bukti para pelaku usaha telah melanggar Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Setelah mendengarkan keterangan para saksi maupun ahli, ternyata penyebab utama kisruh minyak goreng ada di tataran regulasi. Seandainya bisa dideteksi lebih dini, semestinya KPPU lebih mengedepankan fungsi dan kewenangan mereka memberikan masukan dan saran ke Pemerintah ketimbang membiarkan investigator membawa perkara ini ke ranah penyelidikan dan pemeriksaan.

"Kami meyakini, majelis komisi memiliki wisdom dalam memutuskan perkara ini dengan tepat guna memperbaiki industri minyak goreng," kata kuasa hukum Wilmar Group, Rikrik Rizkiyana dari Kantor Hukum Assegaf, Hamzah & Partners, usai sidang perkara dugaan kartel minyak goreng.

Dalam sidang itu mengagendakan penyampaian kesimpulan oleh para pihak dan menjadi sidang terakhir sebelum majelis komisi mengeluarkan putusan. Dalam sidang tersebut, Wilmar Group melalui kuasa hukumnya menyampaikan sejumlah poin kesimpulan atas dugaan pelanggaran yang didalilkan oleh investigator KPPU.

Lebih lanjut Rikrik mengatakan dari kutipan keterangan para saksi fakta maupun ahli, pihaknya menyimpulkan bahwa masalah utama dalam perkara tersebut adalah kebijakan Pemerintah pada 2022 yang berubah-ubah dan justru merugikan banyak pihak, terutama penerapan harga eceran tertinggi (HET) dan domestic market obligation (DMO).

Penerapan HET bukan saja merugikan produsen karena harus menjual di bawah harga keekonomian, tetapi juga memicu rush buying yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng kemasan di pasaran.

"Banyaknya peraturan membuat industri ini menjadi highly regulated sehingga tidak tepat jika dianalisis menggunakan hukum persaingan usaha," katanya.

Wilmar dalam kesimpulannya juga menegaskan tidak ada bukti perjanjian penetapan harga dengan pelaku usaha atau terlapor lain. Dengan demikian tidak ada pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5/1999 sebagaimana dugaan investigator KPPU.

"Para saksi, termasuk mantan Dirjen di Kemendag, Oke Nurwan mengatakan kenaikan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober-Desember 2021 dan Maret-Mei 2022 dipicu kenaikan harga CPO, bukan karena adanya perjanjian antara pelaku usaha. Pertemuan-pertemua yang dilakukan GIMNI juga tidak pernah membahas penetapan harga," papar Rikrik.

Tidak Memenuhi Syarat

Lebih lanjut, pihaknya juga menyimpulkan, analisis ekonomi yang dilakukan investigator tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi bukti ekonomi. Analisis tersebut tidak menggunakan uji kartel yang tepat serta data-data yang representatif.

Terakhir, pihak Wilmar Group juga menegaskan tidak ada bukti penahanan pasokan baik yang dilakukan sendiri maupun bersama terlapor lain sebagaiman tertuang dalam Pasal 19 huruf c UU Nomor 5/1999.

Baca Juga :
Gelar Pasar Murah

Kliennya tidak pernah menahan produksi maupun penjualan. Sebaliknya, volume produksi dan penjualan pada periode Januari-Maret 2022 meningkat pesat. Sebagaimana keterangan mantan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan, tidak tersedianya minyak goreng kemasan di pasar disebabkan penerapan HET dan persoalan distribusi di level yang lebih rendah dari distributor utama.

Dalam perkara tersebut, KPPU menduga sebanyak 27 produsen minyak goreng kemasan, termasuk lima perusahaan dari Wilmar Group, melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c UU Nomor 5/1999. Para Terlapor diduga membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober - Desember 2021 dan periode Maret- Mei 2022, dan membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari - Mei 2022 yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng kemasan di pasar domestik.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top