Benteng van Der Wijck Saksi Bisu Perang Jawa
Foto: istimewaBelanda menggunakan bekas kantor VOC untuk dijadikan bentang. Benteng van Der Wijck merupakan sakti taktik Benteng Stelsel untuk mengalahkan perlawanan pasukan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa.
Lokasi Benteng Van der Wijck cukup tidak biasa. Benteng yang berada 1,4 kilometer dari pusat Kota Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen, ini cukup jauh dari laut. Jaraknya dari pantai terdekat yaitu Pantai Suwuk saja mencapai 22,5 kilometer.
Selain lokasinya yang jauh dari laut, benteng tersebut seluruhnya terbuat dari batu bata merah. Padahal umumnya banteng terbuat susunan batu bata yang diplester dengan pasir dengan perekat dari batu kapur. Apalagi banteng ini bukan berada di tempat yang diperebutkan atau menjadi pusat perlawanan masyarakat pribumi.
Menurut laman Cagar Budaya Kemdikbud, ternyata Benteng Van der Wijck sebelum adalah sebuah kantor kantor Kongsi Perdagangan Hindia-Timur atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang ada di Gombong. Meski sebuah kantor dagang, tapi bangunan ini cukup kuat.
Ada perbedaan pendapat tahun pembangunnya banteng tersebut dilakukan. Dalam buku Pengantar Ilmu Perang (2008) karya Suryohadiprojo, benteng Van der Wijck didirikan pada 1818 oleh Jenderal Johannes graaf van den Bosch. Bangunan ini dibangun sebagai kantor VOC.
"Pembangunan banteng itu dilakukan di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Godert Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen. Gubernur Hindia Belanda ke-41 ini memerintah antara 19 Agustus 1816 - 1 Januari 1826. Bangunan kantor tersebut kemudian diubah menjadi benteng pada 1818," demikian keterangan dari laman Cagar Budaya Kemdikbud.
Dalam sumber lain dinyatakan jika benteng ini mulai dibangun pada 1844. Selesai dibangun pada 1848, benteng baru itu kemudian diberi nama Benteng Cochius. Nama ini berasal dari Frans David Cochius yang hidup 1787-1876, seorang Jenderal yang bertugas di daerah barat Bagelen dan ahli dalam pembangunan benteng.
Sebagai cagar budaya, Benteng Van der Wijck saat ini berada di Kompleks Sekolah Calon Tamtama (Secata) A Gombong yang beralamat di Jalan Sapta Marga, Gombong. Pada masa pemerintahan Belanda lokasi tersebut memang menjadi sekolah militer. Tidak heran dari dulu hingga kini cukup terawat dan dikelola baik untuk tujuan wisata sejarah.
Benteng Van de Wijck memiliki bentuk segi delapan atau oktagon. Memiliki 4 pintu masuk utama ke dalam benteng, pintu utamanya menghadap ke arah barat daya. Bangunan dua lantai ini memiliki 32 kamar. Setiap kamar memiliki dimensi sangat luas dengan pintu penghubung dan jendela.
Luas benteng atas dan bawah sebesar 3.606 meter persegi. Tinggi dari benteng yaitu 9,67 meter dan ditambah cerobong setinggi 3,33 meter. Pada benteng ini terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 meter.
Benteng van Der Wijck pernah berperan dalam penerapan strategi Benteng Stelsel atau Aturan Bentang. Latar belakang pembangunan banteng bermula dari kebijakan Gubernur Jenderal Capellen memiliki pandangan liberal. Sesuai dengan semangat yang tengah berembus di Eropa setelah Revolusi Prancis yang terjadi antara 1789-1799, ia berusaha memperbaiki ekonomi masyarakat petani dengan menghentikan pembayaran sewa tanah di daerah Negara Agung Mataram.
Picu Protes
Namun kebijakan Gubernur Jenderal Capellen itu menimbulkan protes dari kalangan ningrat pemilik tanah dan menjadi perlawanan. Pecahlah Perang Jawa yang dipimpin oleh seorang pangeran dari Kesultanan Yogyakarta dengan nama Pangeran Diponegoro. Perang ini berlangsung lima tahun antara 1825-1830.
Perang Jawa cukup cukup merepotkan Hindia-Belanda karena sangat menguras sumber daya pemerintah Hindia Belanda. Untuk melawan Pangeran Diponegoro, pemerintah kolonial menggunakan strategi Benteng Stelsel yang dicetuskan oleh Jenderal Hendrik Merkus Baron de Kock pada 1827.
Benteng Stelsel merupakan sebuah strategi perang yang diterapkan oleh Belanda untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Siasat perang berhasil meredam perlawanan pasukan Diponegoro. Strategi ini kembali digunakan dalam Perang Padri.
Secara garis besar strategi perang ini adalah pada setiap kawasan yang sudah berhasil dikuasai Belanda, dibangun benteng pertahanan atau kubu pertahanan. Kemudian dari masing kubu pertahanan tersebut dibangun infrastruktur penghubung berupa jalan atau jembatan.
Penggunaan strategi Benteng Stelsel dengan menjepit kedudukan musuh sekaligus dapat mengendalikan wilayah yang dikuasai. Pada sisi lain taktik ini memberi dampak pada pengerahan tenaga kerja paksa yang banyak terutama untuk membangun infrastruktur dalam mendukung strategi tersebut.
Strategi Benteng Stelsel mulai digunakan pada 1827. Dalam strategi ini, Belanda membangun benteng di beberapa wilayah di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur untuk mempersempit ruang gerak gerilya yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro beserta pasukannya.
Bekas kantor VOC yang ada di Gombong tersebut kemudian digunakan sebagai markas tentara untuk mendukung strategi Benteng Stelsel. Dalam pembangunannya Belanda mempekerjakan kurang lebih 1.400 orang yang berasal dari Banyumas dan Bagelen.
Pada 1856, Benteng Cochius demikian nama awalnya difungsikan menjadi sekolah militer Pupillen School atau sekolah taruna untuk orang-orang Eropa. Benteng berganti nama menjadi Benteng Van Der Wijck sebagai hadiah atas jasanya di bidang kemiliteran Belanda.
Di masa pendudukan Jepang, Benteng Van Der Wijck masih difungsikan sebagai tempat pelatihan tentara Pembela Tanah Air (Peta). Ketika Jepang pergi, banteng itu dimanfaatkan oleh tentara Republik Indonesia untuk pelatihan. Namun Belanda kembali menguasai Gombong melalui Agresi Militer pada Juli 1947.
Selanjutnya Belanda menciptakan garis demarkasi atau garis batas yang dikenal dikenal dengan nama garis demarkasi Van Mook sebagai batas kekuasaan Belanda-Indonesia. Adapun Kompleks Benteng Van Der Wijck dijadikan sebagai markas pertahanan terdepan untuk menghadapi kekuatan RI yang berada di timur Sungai Kemit.
Setelah Belanda meninggalkan Indonesia, kompleks benteng dimanfaatkan oleh TNI Angkatan Darat. Kerja sama dengan pihak swasta selaku investor, Benteng Van Der Wijck dikembangkan sebagai Daya Tarik Wisata sejak 2000 silam.
Untuk menunjang pariwisata kompleks Benteng Van Der Wijck telah dilengkapi dengan beragam fasilitas, antara lain permainan anak, gedung pertemuan, serta hotel wisata yang masih mempertahankan arsitektur asli bangunan. Kombinasi dengan fasilitas sejarah membuat wisata sejarah menjadi menyenangkan. hay/N-3
Pantai Menganti yang Menawan Hati
Di Gombong, Kabupaten Kebumen terdapat Kawasan Karst Gombong Selatan. Pegunungan kapur ini membujur dari utara ke selatan dan berakhir di laut dan berakhir di Tanjung Karang Bata berupa bukit karang terjal dengan pantai indah di kanan kirinya.
Di sebelah kanan perbukitan dengan rumput hijau itu adalah Pantai Menganti, sementara itu di baliknya adalah Pantai Tanjung Karangbata. Kedua pantai ini dikagumi karena keindahan pemandangannya. Pantai ini bahkan sering disebut dengan sebagai New Zealand-nya Indonesia.
Pantai Menganti beralamat di Desa Karangduwur, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Dikelola oleh Perhutani yang dikelola bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sengkuyung Makmur, menawarkan perpaduan pasir putih berpadu hamparan laut biru Samudra Hindia, batu karang, dan bukit hijau.
Asal usul nama Menganti tidak jelas. Namun mitos yang beredar, konon ada seorang panglima perang Kerajaan Majapahit yang memiliki seorang pujaan hati. Sayang sekali hubungan keduanya tidak direstui sang raja. Meski tidak direstui mereka sepakat untuk bertemu di tepi samudra yang memiliki pasir putih itu.
Setelah sekian lama waktu berlalu penantian, sang panglima hanya berakhir sia-sia. Panglima hanya bisa terus menanti di atas bukit kapur. Penantian sang panglima itulah yang memunculkan nama Pantai Menganti yang dikaitkan dengan kata "menanti."
Dari posisinya, Pantai Menganti berjarak sekitar 29,8 kilometer dari pusat Kecamatan Gombong, bisa ditempuh dalam waktu 1 jam 8 menit. Rute paling cepat menuju itu dari Kecamatan Gombong melalui Kecamatan Ayah. Perjalanan kemudian diteruskan melewati Jalan Pantai Menganti.
Tidak mudah untuk sampai di pantai ini lantaran medannya jalannya sangat menantang, menembus perbukitan karst dan hutan. Kondisi kendaraan harus prima sebelum benar-benar memutuskan pergi, karena jalannya berliku-liku disertai tanjakan yang ekstrem.
Sebelum sampai di pantai, pengunjung bisa berhenti di titik yang disebut Banjaran. Ini adalah spot foto untuk bisa menikmati keindahan pantai dari ketinggian. Di sini wisatawan bisa duduk beristirahat sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju pantai di bawahnya.
Setelah sampai di tempat parkir, wisatawan harus menuruni beberapa anak tangga untuk sampai ke tepi pantainya. Kawasan pantai pasir di Menganti berada di sisi barat dari Tanjung Karang Bata. Di timur tanjung ini adalah Pantai Karangbata yang bertebing mirip Uluwatu dan Nusa Penida, di Bali.
Pantai Menganti juga menjadi kawasan nelayan menyandarkan perahu. Ketika siang hari, banyak perahu nelayan yang berlabuh di tepi pantai. Di sini juga banyak berdiri warung makan dan toilet yang disediakan untuk pengunjung.
Di sekitar tanjung berserakan bebatuan sisa letusan gunung api purba. Bukit ini banyak berdiri gazebo sehingga kini disebut Bukit Gazebo. Rumah-rumah kecil beratap ilalang disewakan dengan tarif 10.000 rupiah kepada pengunjung untuk beristirahat sembari menikmati panorama laut yang berpadu dengan hijaunya pegunungan.
Di Pantai Menganti tersedia juga beberapa spot foto yang sudah dibangun, salah satunya yakni Jembatan Merah. Sesuai namanya jembatan yang dibangun di atas batu karang ini dicat berwarna merah.
Bagi yang ingin berkemah bisa melakukannya di kawasan perbukitan Tanjung Karangbata yang menghadap ke timur. Jika berkemah di sini, maka pengunjung akan mendapatkan bonus berupa sunrise pada pagi .
Panorama yang bisa disaksikan dari Tanjung Karangbata memang sangat spektakuler. Tebing yang menjulang tinggi dan memanjang di tepi laut membuat Anda merasa bak berada di New Zealand. Di sini terdapat gazebo yang didirikan pada lereng bukit yang curam.
Sementara di Pantai Menganti yang berada di sebelah barat tanjung terdapat tebing tinggi menjulang dengan nama Tebing Bidadari. Keunikannya di sini pengunjung akan menjumpai empat buah curug atau air terjun dengan ketinggian sekitar 50 meter.
Ada juga Puncak Mercusuar yang menjadi spot populer wisatawan untuk menikmati sunset maupun sunrise sambil melihat pemandangan Pantai Menganti dari atas. Airnya jatuh di batu karang yang berada dekat dengan laut.
Pengunjung sering menggunakan bukit yang yang berdiri tegak 90 derajat ini untuk sebagai latar foto. Seperti dapat ditemui di media sosial, hasil foto di Tebing Bidadari sangat instagenik seakan berada di luar negeri.
Tanjung di Pantai Menganti cukup menjorok ke laut. Untuk keamanan pelayanan di sini dibangun mercusuar dengan tinggi 20 meter. Pada titik tinggi ini pada sore hari menjadi tempat yang paling cocok untuk menikmati senja. Suasana di sini bertambah syahdu dengan burung-burung laut yang beterbangan. hay/N-3
Berita Trending
- 1 Ini Gagasan dari 4 Paslon Pilkada Jabar untuk Memperkuat Toleransi Beragama
- 2 Cawagub DKI Rano Karno Usul Ada Ekosistem Pengolahan Sampah di Perumahan
- 3 Pasangan Andika-Hendi Tak Gelar Kampanye Akbar Jelang Pemungutan Suara Pilgub Jateng
- 4 Pusat perbelanjaan konveksi terbesar di Situbondo ludes terbakar
- 5 Ini Cuplikan Tema Debat Ketiga Pilkada DKI