Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Benny Susetyo: Perlu Kesadaran Kritis dalam Menentukan Pemimpin

Foto : istimewa

Pakar Komunikasi Politik Antonius Benny Susetyo.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pakar komunikasi politik Antonius Benny Susetyo menyampaikan pentingnya pendidikan politik agar masyarakat memiliki kecerdasan dalam menentukan calon pemimpin Indonesia ke depan, baik memilih presiden, gubernur, walikota, bupati, atau anggota DPR.

"Pendidikan politik menjadi sarana sangat penting agar publik memiliki kesadaran untuk menentukan masa depan bangsa ini, dibutuhkan sebuah kehati-hatian dan kebijaksanaan serta kemampuan untuk terus-menerus mampu melihat rekam jejak sang pemimpinnya," kata Benny.

Selain itu, Benny yang budayawan juga mengatakan, dibutuhkan sebuah analisa sosial tentang bagaimana rekam jejak, prestasi, capaian, kematangan psikologi, dan emosional seorang pemimpin, sehingga diharapkan dapat menentukan pemimpin yang jauh lebih rasional.

"Pilihan rasional berarti menggunakan kesadaran akal budi. Maka kita harus mulai belajar mencari pemimpin dengan menggunakan kesadaran kritis kita seperti dikatakan oleh Descartes, sang filsuf ternama dari Prancis: 'Saya berpikir maka saya ada'. Maka rakyat harus berpikir dengan hati-hati dan sungguh-sungguh untuk mencari pemimpin yang benar-benar mendekati sesuai dengan konteks zamannya dan pemimpin itu yang akan mengantarkan Indonesia pada pintu gerbang peradaban," jelasnya.

Pintu gerbang peradaban dunia, kata Benny, dapat ditentukan ketika para pemilih menjadi pemilih yang kritis dan rasional serta pemilih yang betul-betul mampu membaca sebuah realitas kehidupan.

"Maka dibutuhkan kesadaran kritis agar dalam memilih pemimpin tidak terjebak hanya dipermukaan dan terjebak dengan kesadaran palsu dimana kita akhirnya tidak menemukan pemimpin yang orisinal, yang betul-betul pemimpin, yang benar-benar mampu membawwa sebuah perubahan dan menjawab tantangan zamannya," katanya lugas.

Lebih lanjut, Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila itu juga menyampaikan alasannya, karena keberagaman Indonesia yang dari 740 suku etnis, ragam budaya dan agama serta agama lokal. Oleh sebab itu lanjut Benny, diperlukan pemimpin masa depan yang bisa merangkul kemajemukan juga mengayomi semua agama yang ada di Indonesia.

"Maka mencari pemimpin dibutuhkan yang bisa diterima kita semua, pemimpin yang bisa merangkul juga pemimpin yang mampu menghadapi situasi global dan mampu membaca geostrategi dan geopolitik. Hal itulah pemimpin yang diharapkan, maka pemimpin harus ada kombinasi seperti Soekarno-Hatta, kombinasi itu harusnya yang risikonya paling kecil yaitu pemimpin yang bisa memberi harapan untuk generasi masa depan," terangnya.

Lebih lanjut, Benny mengatakan, dalam kontestasi politik selama ini, publik hanya disuguhi perebutan simbol tentang dukungan Jokowi dan mengekor tanpa ada suatu terobosan atas apa yang harus dilakukan untuk membangun peradaban politik masa depan Indonesia.

"Publik seharusnya diberikan satu gagasan tentang apa yang dilakukan calon-calon presiden itu untuk mengatasi misalnya stunting, untuk mengatasi kemiskinan, untuk mengatasi kesenjangan pendidikan, untuk mengatasi tentang bagaimana pemerataan itu. Sehingga, mereka itu mampu memberikan sebuah program perencanaan yang terarah," ujarnya.

Menurut Benny, di tengah hangatnya perpolitikan dan perebutan simbol Jokowi, hal yang menjadi sangat penting juga diperlukan adu gagasan untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.

"Pertarungan merebut simbol Pak Jokowi apakah sangat efektif untuk mendapat dukungan suara ataukah yang lebih penting bagaimana pemimpin-pemimpin, calon presiden itu memiliki gagasan yang orisinal, gagasan-gagasan bagaimana mencapai kemajuan, gagasan-gagasan bagaimana mereka terlibat di dalam sebuah upaya-upaya untuk terwujudnya cita-cita Bung Karno mengenai Trisakti yaitu punya kemandirian di bidang politik, ekonomi dan kepribadian dalam konteks politik global saat ini," katanya.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top