Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebutuhan Impor I Rencana Mengubah Sistem Kuota ke Sistem Tarif Terburu-buru

Benahi Akurasi Data Pangan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Peluang membanjirnya komoditas pangan impor dalam negeri yang merugikan para petani dalam negeri bermula dari penggunaan data yang tidak akurat.

JAKARTA-Pemerintah diminta untuk menyajikan data yang lebih akurat mengenai kebutuhan pangan sebelum memutuskan melakukan impor dalam jumlah tertentu. Perlunya akurasi data tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kuota impor pangan yang menghantam produksi dalam negeri.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, meminta pemerintah untuk lebih cermat dalam mengevaluasi impor pangan. Pasalnya, penyelewengan impor bukan karena skemanya, tetapi karena masih lemahnya akurasi data kebutuhan pangan.

"Rencana mengubah sistem kuota ke sistem tarif terlalu terburu-buru, semestinya evaluasi dulu akurasi data kebutuhannya," kata Bhima, di Jakarta, Minggu (2/7).

Bhima juga menjelaskan bahwa kasus penyeludupan bawang putih dari Tiongkok beberapa waktu lalu hanyalah puncak gunung es dari masalah bocornya sistem pengawasan impor. Sistem kuota terangnya terbukti gagal dalam mengendalikan membanjirnya impor pangan. Kendati demikian, Bhima tidak menganjurkan untuk langsung bergeser ke sistem tarif.

Untuk membendung impor pangan semuanya harus dimulai dari urusan data. Data merupakan hulu dari semuanya, baru diperkuat oleh pengawasan. Tanpa data yang akurat pengawasan tidak akan pernah berjalan dengan efektif.

Dia mengakui perubahan ke skema tarif bisa diterima sepanjang itu bertujuan untuk memproteksi pangan dan industri strategis. Namun, tidak boleh gegabah juga. Sebab, selain perlu persiapan teknis, pemerintah juga perlu untk menyiapkan tim untk menghadapi negara yang mengadu ke WTO.

"Jangan sampai kebijakan tarif yang sudah lama diwacanakan gagal akibat kalah di arbitrase WTO. Apalagi beberapa negara importir pangan seperti AS, Australia, Tiongkok, dan Selandia Baru yang diprediksi menggugat Indonesia akibat kebijakan baru ini," katanya.

Seperti diketahui, pemerintah tengah mengkaji kemungkinan perubahan pengaturan impor pangan dari sistem kuota menjadi tarif bea masuk. Itu diagendakan dibahas seusai Lebaran tahun ini. Wacana perubahan sistem pengaturan impor ini berawal dari permintaan Presiden Jokowi pada Februari lalu.

Rawan Penyelewengan

Saat itu, Presiden Jokowi meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengkaji kemungkinan menghapus penetapan kuota sebagai instrumen pembatasan impor. Menurut Presiden, penerapan kuota dinilai rawan disalahgunakan oleh para pemburuan rente sehingga perlu diubah ke sistem tarif.

Untuk sampai ke sistem tarif perlu dipelajari terlebih dahulu agar ketika diubah bisa memperbaiki sistem impor pangan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, akhir pekan lalu, menyampaikan tujuan perubahan sistem tersebut adalah agar harga pangan lebih stabil ke depannya, termasuk saat hari-haris besar keagamaan seperti halnya Lebaran dan Natal.

Namun, Darmin juga menegaskan bahwa tarif bea masuk yang ditetapkan harus diperhitungkan baik-baik. "Sebab bila terlalu besar maka penyelundupan tetap juga terjadi, sementara tujuan perubahan skema ialah untuk menekan penyelundupan sebagai efek dari sistem kuota," ungkapnya.

Pengenaan bea masuk antidumping kerap diterapkan apabila harga ekspor suatu barang yang diimpor bernilai lebih rendah dari harga normalnya sehingga menyebabkan kerugian (injury) bagi industri dalam negeri. ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top