Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Produk Nasional I Masih Banyak Masyarakat Belum Bisa Bedakan Batik Produk Lokal dan Impor

Batik Impor Gerus Produk Lokal

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kain batik impor dari Tiongkok masuk ke pasar dalam negeri dengan harga lebih murah daripada produk batik dalam negeri.

JAKARTA - Potensi penjualan batik di pasar global sangat besar seiring besarnya nilai market share produk pakaian di dunia. Hal itu membuka peluang peningkatan ekspor bagi produsen batik di Tanah Air.

Ironisnya, di dalam negeri, sejumlah produsen batik lokal tak berdaya mengadapi gempuran produk mancanegara, terutama dari Tiongkok. Mereka kalah bersaing karena harga batik lokal tak kompetitif dibandingkan produk asal Negeri Panda.

Serbuan produk batik impor saat ini membuat produsen lokal kian terpukul. Penjualan batik oleh produsen lokal turun drastis. Kondisi tersebut turut dirasakan produsen batik garutan dari Kabupaten Garut, Jawa Barat. Mereka mengeluhkan penjualan batik lokal yang sering kalah bersaing dengan produk impor, terutama dari Tiongkok. Harga batik asal Tiongkok selalu lebih murah sehingga dipilih masyarakat dalam negeri.

"Batik impor harganya 100 ribu rupiah bisa dapat tiga, beda dengan batik cap lokal harganya sekitar 200 ribu rupiah," ungkap pemilik Batik Garutan Saha Deui (SHD), Agus Sugiarto, di Garut, seperti dikutip dari Antara, Selasa (2/10).

Dia menuturkan, kain batik impor dari Tiongkok masuk ke pasar dalam negeri dengan harga lebih murah daripada produk batik dalam negeri. Menurut dia, persoalan harga itu sering kali membuat produk dalam negeri kalah bersaing. Akibatnya, masyarakat sebagai konsumen lebih memilih produk impor yang lebih murah.

Persoalan lain, lanjut dia, masyarakat belum mengetahui perbedaan batik produk dalam negeri dan impor, sehingga perlu ada sosialisasi dan pemahaman tentang batik lokal. "Suka sedih kalau lihat pegawai pemerintah atau swasta pakai batik impor," katanya.

Dia berharap pemerintah membantu dalam pemasaran batik khas dari Garut agar penjualan lebih meningkat dan semakin banyak diminati banyak orang. Selama ini, lanjut dia, penjualan batik langsung kepada wisatawan, dan bekerja sama dengan agen perjalanan wisata.

Potensi Meningkat

Seperti diketahui, sejak 2 Oktober 2009, UNESCO mengakui batik sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. Karena itu, pemerintah terus berupaya melestarikan warisan bangsa tersebut.

Kementerian Perindustrian menilai potensi batik dapat meningkatkan nilai tambah terhadap produk industri nasional. Kemenperin mencatat keunggulan industri batik nasional terlihat dari capaian nilai ekspor sebesar 58,46 juta dollar AS atau setara 878,55 miliar rupiah (kurs 15.028 rupiah per dollar AS) pada 2017 dengan tujuan pasar utama ke Jepang, Amerika Serikat (AS), dan Eropa.

Bahkan, potensi perdagangan produk pakaian jadi di dunia sebesar 442 miliar dollar AS atau setara 6.642,49 triliun rupiah menjadi peluang besar bagi industri batik dalam negeri untuk semakin meningkatkan pangsa pasarnya mengingat batik sebagai salah satu bahan baku produk pakaian jadi.

Untuk itu, Kementerian Perindustrian menyatakan akan terus aktif mempromosikan batik agar menjadi bagian kebutuhan masyarakat untuk berbagai aspek kehidupan. "Jadi, tidak hanya digunakan sebagai pakaian resmi, batik juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan ekonomi," ujar Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, di Jakarta, kemarin.

mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top