Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Subsidi I Kenaikan Subsidi BBM Picu Pembengkakan Anggaran Belanja Negara

Batasi Penggunaan Produk Berubsidi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Selain faktor eksternal, kenaikan harga minyak mentah dunia dan penguatan dollar AS, pembengkakan subsidi disebabkan tidak adanya upaya penyesuaian harga produk bersubsidi.

JAKARTA - Pemerintah harus membatasi penggunaan produk bersubsidi agar tidak terus-terusan membebani keuangan negara. Selama ini, konsumsi produk bersubsidi, baik LPG maupun solar subsidi minim pengawasan serta tidak dibatasi sehingga salah sasaran.

Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan menegaskan pemerintah harus bisa membatasi penggunaan LPG 3 kilogram (kg) dan juga solar subsidi, termasuk juga listrik yang terus disubsidi. Menurutnya, pembelian solar subsidi tidak ada batasan sama sekali.

"Siapapun bisa membeli. Bahkan di daerah, yang membeli adalah truk-truk pengangkut kelapa sawit dan juga tambang. Ini yang menyebabkan jebolnya anggaran subsidi solar," ungkap Mamit di Jakarta akhir pekan lalu.

Terkait anggaran subsidi yang membengkak di APBN 2018, menurut Mamit, hal itu sudah bisa diprediksi sejak awal tahun. Ada tiga alasannya yang membuat anggaran subsidi membengkak, pertama adalah kenaikan harga minyak mentah dunia dan pelemahan kurs rupiah dalam beberapa bulan terakhir ini.

Kedua, harga LPG 3 kg tidak naik, sementara konsumsi terus tumbuh setiap tahunnya. Hal ini diakibatkan tidak adanya larangan bagi golongan tertentu membeli LPG 3 kg, yang mana saat ini sistem distribusinya sangat terbuka. Ketiga, adanya kenaikan subdisi untuk solar dari 500 rupiah menjadi 2.000 rupiah karena memang selisih harga solar dengan keekonomian sangat jauh.

Seperti diketahui, anggaran subsidi energi dalam APBN 2018 membengkak 59 triliun rupiah. Angka ini diperoleh dari selisih antara realisasi anggaran subsidi energi sebesar 153,5 triliun rupiah dengan pagu dalam APBN 94,5 triliun rupiah. Anggaran sebesar itu untuk mensubsidi BBM, LPG 3 kg, serta listrik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi anggaran yang lebih besar dari alokasi terjadi karena perubahan kebijakan pada subsidi BBM. "Subsidi ada perubahan policy (kebijakan) subsidi energi dari 500 rupiah per liter jadi 2.000 rupiah per liter waktu harga minyak tinggi," ungkapnya.

Menurut catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) subsidi BBM dan LPG 3 kg tembus 207 persen atau mencapai 97 triliun rupiah dari alokasi 46,9 triliun rupiah. Subsidi BBM dan LPG 3 kg ini bengkak 50,1 triliun rupiah. Sedangkan, untuk subsidi listrik tembus 118,6 persen atau sebesar 56,5 triliun rupuiah dari alokasi sebesar 47,7 triliun rupiah atau bengkak 8,8 triliun rupiah.

Tetap Terkendali

Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radi berpendapat, selain perubahan kebijakan, pembengkakan subsidi juga merupakan konsekuensi lonjakan harga minyak dunia. Dia menambahkan kalau tahun ini harga minyak cenderung turun, realisasi subsidi bisa di bawah subsudi dipatok APBN.

"Kelebihan subsidi bisa dialokasikan ke oil fund, yang merupakan dana sisa, yang bisa digunakan dalam menomboki bengkaknya subsidi saat harga minyak dunia kembali melambung tinggi," kata Fahmi.

Terkait pembengkakan subsidi yang kian membebani anggaran negara, menurut Fahmi, dibanding total APBN, proporsi subsidi energi relatif kecil, apalagi sebelumnya sudah diturunkan. Karenanya, kenaikan maupun penurunan subsidi tidak begitu berpengaruh terhadap APBN. ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top