Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perdagangan Dunia - Ketidakpastian Global Akan Menekan Pertumbuhan Ekonomi

Bank Dunia: Indonesia Harus Siap Hadapi Perang Dagang

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

>>Ketegangan perdagangan AS dan Tiongkok akan berlanjut dalam waktu yang panjang.

>>Tekanan depresiasi rupiah bakal terus terjadi karena kebutuhan dollar tinggi.

BOGOR - Bank Dunia memperingatkan Indonesia harus bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya perang dagang yang dilakukan oleh negara yang punya kekuatan ekonomi, terutama Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

"Kita berharap tidak akan ada perang dagang dan agar tidak ada pihak yang terlibat dalam perang dagang.

Tapi, Indonesia seperti negara-negara lainnya juga harus bersiap dengan adanya perang dagang antara negara ekonomi besar," kata Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim, di SDN Takil 01 Kecamatan Caringin, Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/7).

Dia mengemukakan hal itu ketika berkunjung ke SDN Tangkil 01 bersama Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri Kabinet Kerja guna melihat pelaksanaan program pemerintah untuk menanggulangi stunting.

"Di tengah kondisi global, Indonesia menjadi contoh yang baik karena punya banyak hal seperti rasio utang terhadap GDP (gross domestik product) yang rendah dibanding negara berkembang lain, manajemen anggarannya publik yang kuat sehingga perekonomian Indonesia ada dalam kondisi baik," ungkap Kim.

Dia pun menegaskan bahwa perang dagang tidak pernah bermanfaat untuk siapa pun.

"Karena perdagangan adalah elemen yang paling krusial bagi negara berkembang agar dapat tumbuh lebih cepat," tambah Kim. Seperti dikabarkan, Presiden AS, Donald Trump, menyatakan akan mengenakan tarif impor 25 persen untuk 818 produk Tiongkok mulai 6 Juli 2018.

AS membidik 1.300 produk dari Tiongkok yang akan dikenakan tarif senilai 50 miliar dollar AS. Tarif baru itu berlaku untuk impor baja dan aluminium dari Tiongkok, serta potensi untuk tarif tambahan pada otomotif dan suku cadang mobil.

Pengenaan tarif impor tinggi tersebut memicu aksi balasan sehingga akan memicu perang dagang di antara kedua Raksasa Ekonomi Dunia itu. Perang tarif juga akan meluas ke negara lain.

Kanada, Meksiko, Uni Eropa (UE), dan Tingkok telah membalas, atau mengumumkan rencana untuk membalas, pengenaan tarif impor untuk produk AS dengan nilai sekitar 75 miliar dollar AS.

Sebelumnya, sejumlah kalangan menilai kebijakan proteksionisme yang dilontarkan Presiden Trump itu bertujuan mempersempit defisit perdagangan AS dengan negara-negara tersebut terutama dengan Tiongkok.

Sedangkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan pemerintah Indonesia mewaspadai dinamika kebijakan perdagangan antara AS dan Tiongkok yang ketegangannya diperkirakan akan berlanjut dalam jangka waktu yang panjang.

"Indonesia perlu untuk mewaspadai bahwa terjadi dinamika yang tinggi antara negara-negara Barat dan Tiongkok, dan itu dampaknya menimbulkan spillover," kata Sri Mulyani, Senin.

Menurut Menkeu, gejolak tersebut akan membuat beberapa indikator mengalami pergerakan dan bisa menimbulkan tekanan ke pertumbuhan ekonomi.

"Kita dihadapkan suasana global yang bergerak. Memang dampaknya dengan suku bunga (BI) naik, mungkin pertumbuhan ekonomi akan tertekan itu tidak bisa dihindari," ucap Sri Mulyani.

Dampak Negatif

Selain bakal menyusutkan perdagangan dunia, perang dagang juga menimbulkan ketidakpastian global. Ketidakpastian global tersebut berdampak negatif ke pasar keuangan dunia.

Ini yang menyebabkan mata uang negara berkembang melemah, termasuk rupiah, dipicu oleh penguatan dollar secara luas.

Pengamat ekonomi Indef, Achmad Heri Firdaus, mengatakan tekanan depresiasi terhadap rupiah bakal terus berlanjut karena dari faktor internal permintaan atau kebutuhan dollar yang terus meningkat untuk membayar utang, impor, dan dividen, serta remitansi tenaga kerja asing.

Oleh karena itu, lanjut dia, segala macam cara perlu dilakukan untuk memperbaiki posisi rupiah, seperti menjaga capital outflow, menggenjot eskpor, dan mendatangkan investasi asing langsung.

"Termasuk juga pengendalian impor. Karena impor kita yang semakin tinggi, baik barang modal, bahan baku, maupun konsumsi.

Itu harus dipilah mana yang urgent, kalau masih bisa diproduksi di dalam negeri ngapain impor," papar Heri. Heri menegaskan sudah saatnya Indonesia membangun kemandirian, terutama dalam hal pangan.

Bahkan, kemandirian ini seharusnya dilakukan sejak dulu. Namun, pada kenyataanya selalu kedodoran. Hal itu bisa dilihat dari neraca perdagangan pertanian yang mengalami defisit sejak 2007. "Impor buah-buahan banyak, impor sayuran, segala macam.

Itu defisit. Ya kalau mau mandiri, bagaimana kebutuhan nasional ini bisa dipenuhi dari dalam negeri," tukas dia.

Sementara itu, perang dagang dinilai sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kenaikan premi risiko yang dikenakan saat penerbitan instrumen utang di Indonesia atau yang biasa disebut Credit Default Swap (CDS) belakangan ini.

Pada Rabu (4/7), CDS Indonesia untuk tenor lima tahun berada di 138,44 basis poin. Sementara itu untuk tenor 10 tahun berada di 214,28 basis poin. fdl/ahm/WP

Penulis : Muhamad Umar Fadloli

Komentar

Komentar
()

Top