Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Konflik di Myanmar I Ban Ki-moon Peringatkan Risiko Perpecahan Jika Junta Tetap Gelar Pemilu

Ban: Junta Harus Berinisiatif untuk Akhiri Krisis

Foto : AFP/MYANMAR MILITARY INFORMATION TEAM

Pertemuan di Naypyidaw I Mantan Sekjen PBB, Ban Ki-moon (kiri), saat bertemu dengan pemimpin junta di Myanmar, Min Aung Hlaing di Naypyidaw pada Senin (24/4). Ban Ki-moon berada di Myanmar untuk misi mendesak junta militer menghentikan k­ekerasan dan mendorong dialog di antara semua pihak.

A   A   A   Pengaturan Font

BANGKOK - Mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon, pada Selasa (25/4) mengatakan bahwa junta militer yang berkuasa di Myanmar harus mengambil langkah pertama untuk menemukan jalan keluar dari kekacauan negara tersebut.

"Dengan tekad yang sabar, saya percaya jalan ke depan dapat ditemukan untuk keluar dari krisis saat ini. Junta militer ini harus mengambil langkah pertama," kata Ban dalam pernyataan yang dikeluarkan setelah perjalanan dua harinya ke Myanmar, yang berakhir pada Senin (24/4).

Ban, wakil ketua kelompok pemimpin global independen yang disebut The Elders, adalah salah satu orang asing paling terkenal yang mengunjungi negara itu sejak junta militer Myanmar melakukan kudeta pada Februari 2021.

Krisis politik di Myanmar yang dipicu oleh kudeta, saat ini telah berubah menjadi perang saudara, dengan junta militer menggunakan angkatan udaranya untuk membombardir distrik-distrik yang menunjukkan perlawanan paling besar terhadap rezimnya.

Media milik pemerintah Myanmar melaporkan bahwa Ban telah bertemu dengan pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing, dan mengatakan bahwa pembicaraan antara keduanya berlangsung secara positif.

Sementara itu menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh The Elders pada Selasa, Ban juga bertemu dengan mantan Presiden Thein Sein, seorang pensiunan jenderal yang memimpin negara tersebut dari tahun 2011 hingga 2016.

Ban menyebut pertemuan itu merupakan penjajakan, dengan mengatakan perjalanan itu bertujuan untuk mendesak junta militer menghentikan kekerasan dan mendorong dialog di antara semua pihak, termasuk dengan pemerintah bayangan, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang dicap junta sebagai teroris.

Ban pun menekankan urgensi bagi Myanmar untuk membuat kemajuan dalam peta jalan bagi perdamaian yang digagas Asean dan juga menegaskan kembali kecaman internasional atas serangan udara militer baru-baru ini di wilayah Sagaing, yang menewaskan lebih dari 160 warga sipil.

Ban pun memperingatkan bahwa mengadakan pemilu dalam kondisi saat ini dapat menyebabkan kekerasan dan perpecahan lebih lanjut. "Hasilnya juga kemungkinan akan ditolak oleh masyarakat Myanmar dan Asean, serta komunitas internasional yang lebih luas," kata mantan Sekjen PBB itu.

Ban diketahui telahmelakukan kunjungan ke Naypyidaw sejak Minggu (23/4) atas undangan junta militer Myanmar. Selama menjadi Sekjen PBB dari 2007 hingga 2016, dia beberapa kali berkunjung ke Myanmar. Pada tahun 2009, dia pergi ke Myanmar untuk mendesak para jenderal yang berkuasa membebaskan semua tahanan politik, termasuk Suu Kyi.

Setelah kudeta tahun 2021, Ban telah meminta Sekretaris Jenderal PBB saat ini Antonio Guterres untuk terlibat langsung dengan militer Myanmar, untuk menghindari eskalasi kekerasan.

Hancurkan Bukti

Terkait dengan serangan udara militer baru-baru ini di wilayah Sagaing, kantor beritaRadio Free Asia(RFA) pada Selasa melaporkan bahwa aksi serangan udara kedua oleh pesawat militer junta dimaksudkan untuk menghancurkan bukti. LaporanRFAitu mengutip keterangan para pemberontak.

"Serangan udara militer pekan lalu di sebuah desa di wilayah Sagaing utara Myanmar di mana serangan sebelumnya menewaskan hampir 200 orang, adalah bagian dari upaya untuk menghancurkan bukti," kata Ba La Gyi, ketua kelompok paramiliter Pasukan Pertahanan Rakyat anti-junta di sub-kota Ma Lal.

Serangan udara junta pada 11 April di Desa Pa Zi Gyi di Kota Praja Kanbalu diyakini sebagai salah satu serangan paling mematikan terhadap warga sipil di Myanmar sejak kudeta Februari 2021. Serangan itu pun menuai kecaman dari seluruh dunia.AFP/RFA/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top