Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Industri NasionalI Selain Depresiasi, Industri Juga Dihadapkan pada Penurunan Ekspor

Bahan Baku Impor Mesti Ditekan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Penggunaan bahan baku lokal akan membuat industri nasional tahan terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Jakarta - Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berdampak terhadap industri nasional, khususnya yang mengandalkan bahan baku penolong impor untuk menunjang produksinya. Pelemahan rupiah telah membuat biaya atau cost produksi melonjak.

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan industri yang paling terdampak mayoritas bahan bakunya impor, seperti farmasi serta makanan dan minuman (mamin). Tak hanya itu, sektor lain yang ikut terdampak depresiasi rupiah meliputi industri finansial serta industri menengah besar yang pinjamannya dalam bentuk dollar AS.

"Tentu pelemahan rupiah ini sangat berpengaruh pada industri yang impornya banyak, karena impornya menggunakan mata uang dollar, tetapi jualnya di dalam negeri dengan rupiah. Yang dibutuhkan ialah stabilitas mata uang," ungkapnya, di Jakarta, Selasa malam(22/5).

Meski demikian, Airlangga menyatakan tak semua sektor terpukul akibat depresiasi rupiah. Ada beberapa sektor yang justru meraup untung, seperti industri-industri kecil di Bantul yang mayoritas menggunakan bahan baku lokal, tenaga kerja lokal tetapi orientasinya ekspor. Selain itu, ada juga industri otomotif yang menggunakan 70 persen komponen lokal.

Selain dihadapkan dengan pelemahan rupiah, industri nasional dihadapkan pada permasalahan yang tengah dihadapi sejumlah negara tujuan ekspor. Kondisi tersebut membuat industri nasional terkendala menjual produk mereka ke luar negeri yang diindikasikan dengan penurunan ekspor.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor pada April 2018 sebesar 14,46 milliar dollar AS, turun 7,19 persen dari capaian pada bulan sebelumnya. Khusus untuk ekspor nonmigas, terjadi penurunan sebesar 6,8 persen dari Maret 2018 menjadi 13,28 miliar dollar AS.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Haris Munandar, mengatakan penurunan ekspor dipicu faktor eksternal, seperti persoalan di sejumlah negara mitra tradisonal serta beberapa hal lainnya lagi. "Tetapi ke depan, kita usahakan ekspor itu meningkat, kita dorong investasi, tingkatkan produksi, serta ekspansi," ungkap Haris.

Siap Berinvestasi

Terkait pengembangan kendaraan emisi karbon rendah, Menperin menyampaikan beberapa manufaktur otomotif di Indonesia telah siap berinvestasi untuk mengembangkan low carbon emission vehicle/ LCEV) atau mengusung konsep ramah lingkungan, termasuk mobil listrik.

"Misalnya, Mitsubishi yang telah menghibahkan sebanyak 10 mobil listrik kepada Pemerintah Indonesia untuk dilakukan studi bersama mengenai teknologinya. Kemudian, Toyota juga tengah melakukan studi bersama dengan melibatkan UI, UGM, ITS, dan ITB yang akan mempelajari teknologi berbagai tipe mobil listrik," paparnya.

Menperin menilai salah satu kunci pengembangan mobil listrik itu berada di teknologi energy saving, yaitu penggunaan baterai. "Indonesia punya sumber bahan baku untuk pembuatan komponen baterai, seperti nikel murni," ujarnya.

Menurutnya, nikel murni tersebut bisa diproduksi dan diolah di dalam negeri. "Bahkan, sudah ada industri pengolahan nikel murni yang berinvestasi di Morowali dan Halmahera. Selain itu, ada satu bahan baku lainnya, yakni kobalt yang juga dapat mendukung pembuatan baterai. Potensi kobalt ini ada di Bangka," imbuhnya.

Dengan ketersediaan dua sumber bahan baku itu, Menperin optimistis teknologi baterai untuk mobil listrik dapat dikuasai terlebih dahulu. Seiring penerapan teknologi tersebut, mobil ramah lingkungan juga bisa menggunakan fuel cell atau bahan bakar hidrogen.

"Kemenperin bekerja sama dengan Fraunhofer dan Tsukuba University melakukan litbang pada jenis ganggang tertentu dengan Palm Oil Mill Effluent yang bisa menghasilkan biofuel," tutupnya.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top