Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ketahanan Pangan I Biaya Logistik Lumbung Pangan Diperkirakan Masih Tinggi

Badan Pangan sebagai Wadah Petani Tingkatkan Pendapatan

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Pangan adalah masalah serius karena menyangkut nasib perut 270 juta rakyat Indonesia.

» Badan Pangan berwewenang menyerap produk dari petani dengan harga yang pantas.

JAKARTA - Pembentukan Badan Pangan dinilai sangat mendesak karena berbagai program yang terkait dengan upaya pemerintah menciptakan ketahanan pangan akan sulit tercapai tanpa ada lembaga kuat yang mengelola.

Penciptaan lumbung pangan (food estate) misalnya di Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Sumatera Utara (Sumut) tidak akan berjalan dengan baik tanpa pengelolaan yang baik, mulai dari hulu (produksi) hingga ke hilir atau distribusi hingga ke konsumen.

Pakar Pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jawa Timur, Ramdan Hidayat, yang dihubungi di Surabaya, mengatakan pemerintah harus segera mewujudkan otoritas untuk membangun ketahananan pangan, yang benar-benar punya kewenangan dalam mencapai tujuannya, bukan sekadar fungsi koordinasi.

"Urusan pangan adalah masalah serius karena menyangkut nasib perut 270 juta rakyat Indonesia, maka penanganannya juga harus serius. Di Kepolisian saja ada yang mengurusi soal penimbunan pangan dikepalai jenderal bintang dua, maka otoritas ini harus lebih tinggi, semacam Kementerian Koordiantor Pangan," kata Ramdan.

Tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) pun sudah jelas yaitu untuk mewujudkan dan menjamin lima pilar Ketahanan Pangan yang telah ditetapkan oleh WHO, yakni ketersediaan, pemerataan, utility, keterjangkauan, dan keamanan. "Jadi, tujuannya mempercepat ketahanan pangan yang berdaulat, termasuk kewenangan menyerap produk petani dengan harga yang pantas, jadi bukan berpikir keuntungan saja," kata Ramdan.

Apalagi, banyak negara saat pandemi mengurangi ekspor dan mengutamakan memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri. Momen ini harusnya dimanfaatkan untuk memberi insentif kepada petani yang mau berproduksi. Selain subsidi Saprodi ditingkatkan, asuransi petani dan memastikan panen dibeli dengan harga yang patut yakni di atas harga produksi.

Badan Pangan pun diharapkan mengoordinasikan pembangunan puluhan ribu hektare food estate, terutama komoditas penyumbang inflasi.

Biaya Logistik

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Pertanian yang berlangsung di Jakarta, Senin (8/2), mengatakan salah satu tantangan dari pembangunan food estate adalah potensi tingginya biaya logistik untuk mengangkut dan mendistribusikan hasil panen dari lumbung pangan di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas Kalimantan Tengah (Kalteng).

"Kalau Kalteng produksinya melimpah, sukses 1 hektare bisa 5 ton. Berapa juta ton gabah padi mau dibawa. Berapa ongkos angkutnya dari lokasi ke pelabuhan, ke Jawa, karena umumnya pangsa terbesar pangan adalah Pulau Jawa," kata Sudin.

Kondisi tersebut memang berbeda dengan distribusi hasil panen hortikultura di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara, karena dapat didistribusikan ke kota sekitar, seperti Aceh, Medan, dan Padang yang lebih dekat.

Biaya logistik untuk distribusi gabah dari Kalteng, jelasnya, tidak boleh lebih dari 25 persen karena akan membuat harga berasnya menjadi mahal. "Jangan sampai biaya angkutnya lebih dari 25 persen, kalau 10 persen masih wajar," kata Sudin.

Proyek food estate yang dicanangkan pemerintah ditujukan untuk mengantisipasi krisis pangan yang diperingatkan lembaga pangan dunia FAO. Pemerintah menargetkan luas lumbung pangan untuk tanaman padi 62.750 hektare. Namun pada tahap awal, pengembangan food estate tersebut difokuskan pada lahan seluas 30.000 hektare di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas Kalteng.

Pemerintah juga telah meningkatkan anggaran ketahanan pangan dari sekitar 80 triliun rupiah pada 2020 menjadi 104 triliun rupiah dalam APBN 2021. Anggaran ketahanan pangan tersebut dialokasikan ke kementerian dan lembaga (K/L) sebesar 62,8 triliun rupiah, untuk non-K/L berupa subsidi 25,3 triliun rupiah, belanja lain-lain 5,4 triliun rupiah, dan transfer ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai 5,6 triliun rupiah. n SB/ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top