Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Riil

Awas, Properti Bakal Dirundung Kredit Bermasalah

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sejumlah kalangan mengingatkan bahwa rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) sektor properti bakal meningkat di tengah perlambatan penyaluran kredit dan menurunnya daya beli masyarakat.

Ekonom Institute for Development Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan secara total rasio non performing loan sektor properti masih di bawah 5 persen dan masih di bawah batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia (BI).

"Namun, potensi kredit bermasalah di sektor properti masih berpeluang naik sampai akhir tahun, terutama di sektor perkantoran dan ruko (rumah toko)," katanya saat dihubungi, Rabu (2/8). Bhima mengatakan, jika kondisi daya beli secara umum belum pulih, hal ini bisa memengaruhi kinerja keuangan si penyewa maupun pemilik ruang perkantoran.

"Ujung-ujungnya, kemampuan mencicil para penyewa akan jadi lebih rendah dan ini yang menjadi sumber kredit macetnya," tambah dia.

Sementara itu, ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengungkapkan NPL sektor properti cenderung meningkat terutama pada pembiayaan properti komersial seperti rumah toko dan rumah kantor. Dia menyebutkan dari data Bank Indonesia (BI) NPL ruko/rukan meningkat dari akhir tahun lalu di kisaran 3,88 persen pada Mei 2017 menjadi 4,48 persen.

"Tren peningkatan risiko kredit pada properti komersial mengindikasikan sektor riil yang masih dalam fase konsolidasi," katanya.

Menurut dia, karena mempertimbangkan masih tingginya risiko kredit properti komersial tersebut. Perbankan tentunya cenderung berhatihati dalam penyaluran kredit properti tersebut. "Di samping itu, perbankan pun mempercepat restrukturisasi kredit bermasalah, manajemen portofolio kredit.

Bank cenderung akan menyalurkan kredit properti dengan tingkat risiko yang lebih kecil, misalnya segmen properti residensial seperti KPR dan KPA," jelas dia. Dihubungi terpisah, Head of Advisory Jones Lang Lasalle (konsultan properti), Vivin Harsanto, mengungkapkan bisnis properti sejak 2015 hingga sekarang cenderung mengalami penurunan 15-20 persen.

Faktor utamanya karena kondisi ekonomi makro yang belum pulih secara utuh. "Mungkin satu, dua tahun ke depan masih ada pelemahan," katanya. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) penyaluran kredit properti mengalami perlambatan pertumbuhan pada Juni 2017.

Posisi kredit properti tercatat 746,8 triliun rupiah atau tumbuh 12,1 persen dibandingkan periode bulan sebelumnya yang tumbuh 13,7 persen year on year (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut bersumber dari kredit yang disalurkan kepada sektor konstruksi dan real estate, meskipun tertahan oleh peningkatan pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan rumah (KPR).

Sementara itu, untuk kredit konstruksi tumbuh melambat dari 24,1 persen menjadi 20,8 persen pada Juni 2017. Demikian pertumbuhan kredit real estate melambat menjadi 10,4 persen lebih rendah dibandingkan periode bulan sebelumnya 15,9 persen yoy. Kondisi sebaliknya terjadi pada KPR dan KPA yang tumbuh 7,7 persen yoy menjadi 7,9 persen pada Juni 2017. ahm/AR-2

Komentar

Komentar
()

Top