Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Awas Genital Warts Bisa Berubah Menjadi Kanker Serviks

Foto : ISTIMEWA

penyakit kutil

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Genital warts atau yang secara awam disebut kutil kelamin sering dianggap sepele karena dalam beberapa kasus tidak menimbulkan gejala yang berarti. Padahal jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, sekitar 50 persen penyakit mampu bertransformasi menjadi kanker serviks yang mematikan.

"Genital memang genital warts tidak menyebabkan kematian. Namun kalau sudah berupa menjadi kanker serviks bisa menyebabkan kematian," kata Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (Dermato-venereologi) Klinik Pramudia, dr. Amelia Soebyanto, Sp.DV, dalam media briefing Kupas Tuntas Genital Warts pada Perempuan, Rabu (15/6).

Agar genital warts tidak menjadi penyakit yang menjadi berbahaya perlu adanya deteksi dini dengan pemeriksaan ke dokter spesialis kulit dan kelamin. Caranya mengetahui adanya human papilloma virus (HPV) yaitu yang menjadi penyebab terjadinya infeksi menular seksual (IMS) yang paling umum terjadi. Khusus genital warts virus HPV yang menjadi penyebab adalah HPV tipe 6 dan tipe 11

Jenis HPV berisiko rendah dapat menyebabkan genital warts pada vulva, vagina, leher rahim, rektum, anus, penis, atau skrotum. Sementara itu HPV berisiko tinggi bisa langsung menyebabkan kanker serviks. Namun demikian tipe HPV yang berisiko rendah dapat berkembang menjadi kanker serviks.

"Ketika genital warts terjadi pada leher rahim atau di dalam vagina, hal ini dapat menyebabkan perubahan serviks atau displasia. Pada akhirnya bisa berujung pada terjadinya kanker serviks sebagai bentuk komplikasinya," terang Amelia

Tanda adanya genital warts adalah benjolan halus/kasar berwarna kulit, merah muda, maupun keabuan, dan aja juga yang bentuknya seperti kembang kol. Kondisi tersebut semakin lama semakin banyak dan membesar dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada beberapa kasus, beberapa gejala yang perlu disadari juga timbulnya gatal atau ketidaknyamanan di area genital dan perdarahan saat berhubungan.

dr.Amelia menerangkan, mereka yang berisiko tinggi untuk mendapatkan genital warts adalah mereka yang aktif secara seksual dan memiliki kebiasaan berganti-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan pengaman (kondom). Selain itu memiliki riwayat infeksi menular seksual, serta memiliki gaya hidup yang kurang sehat seperti sering mengonsumsi alkohol dan merokok. Penyandang HIV seropositif juga memiliki resiko yang lebih tinggi tertular virus HPV.

Insidensi genital warts di seluruh dunia dari 2001-2012 pada perempuan adalah 120,5 kasus per 100.000 per tahun, dengan puncak kasus pada usia usia 24 tahun. Di Indonesia sendiri, Kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) yang dilaporkan oleh 12 Rumah Sakit Pendidikan mulai 2007-2011 menunjukkan angka kejadian genital warts ini menduduki peringkat 3 terbesar. Distribusi terbanyak atau 62, 5 persen ditemukan pada perempuan usia 25-45 tahun.

"Penularan genital warts, selain dari hubungan seksual yang menyebabkan kontak langsung dengan mukosa dari penderitanya, juga bisa ditularkan dari ibu ke bayinya saat melahirkan. Selain itu, meskipun jarang terjadi, kontak langsung maupun tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi dengan HPV (fomites) juga dapat menularkan ke orang lain. Mereka yang sudah terinfeksi dan mengalami Genital Warts juga harus waspada karena sifatnya kambuhan," jelas dr. Amelia.

Ia menambahkan, kondisi daya tahan tubuh yang sedang lemah menurun (imunosupresi) yang mendasari, infeksi berulang dari kontak seksual, atau lesi yang belum muncul atausubklinis dan tidak diketahui, bisa menyebabkan kekambuhan. Ketika prognosis atau prediksi terhadap penyakit, pengobatan yang dijalankan, cukup baik pun kondisi genital warts bisa sering berulang.

"Salah satu yang penting dilakukan adalah deteksi dini genital warts. Penegakan diagnosis umumnya dapat melalui pemeriksaan klinis langsung. Beberapa pemeriksaan penunjang di antaranya adalah tes asam asetat, pap smear, patologi, pemeriksaan dengan alat pembesaran optik atau kolposkop, dan identifikasi genom HPV. Namun yang perlu sering dilakukan secara rutin yakni pemeriksaan klinis, tes asam asetat dan pap smear. Diagnosis yang tepat merupakan langkah awal sebelum pemberian terapi," tutur dr. Amelia.

Pengobatan genital warts dengan mengontrol lesi melalui pengolesan cairan kimia, tindakan elektrokauter atau bedah listrik, cryotherapy atau bedah beku, laser, serta bedah eksisi. Pertimbangan pemberian terapi ini, jelasnya, disesuaikan dengan luas dan derajat keparahan penyakit, lokasi, komplikasi terkait terapi, preferensi pasien, ketersediaan terapi, dan juga kondisi penyerta (komorbiditas).

Sampai saat ini memang masih belum ada obat spesifik yang dapat mencegah penambahan jumlah atau replikasi virus sehingga pengobatan masih bertujuan untuk menghilangkan gejala klinis saja dan tidak dapat menghilangkan virus. Ini yang menyebabkan masih sering terjadi kekambuhan. Hal ini tentu memberikan masalah psikologis dan juga finansial bagi pasien.

"Maka dari itu, salah satu langkah yang bisa dilakukan oleh masyarakat khususnya perempuan adalah mencegahnya dengan vaksin HPV yang dapat diberikan setelah genital warts bersih melalui terapi pengobatan, ataupun bagi mereka yang belum pernah tertular virus namun di usia produktif," tutup dr. Amelia.

CEO Klinik Pramudia dr. Anthony Handoko, SpKK, FINSDV, mengatakan, insiden kasus genital warts menjadi salah satu penyakit IMS yang paling sering ditemukan di Klinik Pramudia. Oleh karenanya pihaknya berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik dan memberikan edukasi terkait penyakit tersebut. "Melalui edukasi dapat menekan angka insidensinya di Indonesia seiring rencana dilakukan vaksinasi oleh pemerintah kepada anak sekolah umur 11-13 tahun," ujar dia.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top