Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Aturan Fintech Perlu Diperjelas

Foto : dok. pribadi
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kekhawatiran adanyafinancial technologyberpotensi jadi pesaing perbankan kian lama kian luntur. Malahan belakangan fintech dianggap mampu menjadi perpanjangan tangan perbankan untuk menyalurkan pinjaman ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Hanya saja upaya kolaborasi kedua industri keuangan masih terhalang belum adanya aturan yang jelas mengenaichanneling fintechdan perbankan.

Direktur Amartha Mikro Fintek Aria Widyanto mengatakan, beberapa fintech memang telah menjalin kerja sama denganhampir 20 bank perkreditan rakyat di daerah-daerah untuk menyalurkan dana ke usaha ultra mikro.Terbaru, Amartha telah bekerja sama dengan Bank Mandiri untuk bisa menyalurkan plafon sekitar hampir Rp100 miliar hingga kuartal I-2019.

Namun, dari pengalamannya bekerja sama dengan perbankan, Aria mengakui, upayanya kerap teradang regulasi yang belum spesifik tentangchanneling perbankanini.

"Dari DP3F (Direktorat Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Financial Technology)yang memgawasifintechitu sangatencouragekita bisa bekerja sama dengan bank. Tapi, mungkin dari para pengawas perbankannya itu belum terlaluwell informed. Belum ada mekanisme yang formal dari OJK, " tuturnya kepada wartawan, Jumat (31/8).

Sebenarnya, aturan terbaru mengenaichanneling perbankanyang diterbitkan OJK tertuang dalam POJK 12 Tahun 2018. Namun, memang dalam aturan tersebut belum disusun mengenai mekanisme yang pasti, untuk menjadikanfintechsebagai perpanjangan tangan dari perbankanAlhasil, pengawas perbankan kerap ragu untuk menjalin kerja samachannelingdenganfintech.

"Tidak dilarang, tapi tidak ada juga landasan untuk dijadikan acuan untuk ke sana," imbuhnya.

Padahal dengan menjadikanfintechsebagai saluran pengaliran pinjaman, perbankan sangat diuntungkan. Aria mengemukakan, ini karena pinjaman yang sukses disalurkanfintechnantinya akan tetap dicatat di perbankan sebagai produk perbankan.

"Kami kan jadi kepanjangan tangannya bank. Tapi di peraturan bank, belum adafintechterselip. Menimbulkan keraguan perbankan untuk bisachannelingkefintech," keluhnya.

Peneliti Indef, Bhima Yudhistira mengamini, saat ini memang belum ada aturan pasti terkaitchannelingperbankan terhadapfintech. Karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk segera membuat aturan mengenai hal ini. Apalagi mengingat, sebenarnyafintechbisa sangat membantu pertumbuhan perbankan.

"Terbukti,fintechmendorong peningkatan industri perbankan 0,8%," ucapnya.

Tak sekadar itu, menurutnya, bank juga bisa terbantu memenuhi aturan penyaluran porsi kredit ke UMKM sebesar 20% lewatchannelingdenganfintech.

"Banyak bank yang porsi kredit UMKM-nya belum 20%. Kalau lewat fintech disalurkan, catatan transaksinya kan sebagai penyaluran perbankan," tutur Bhima.

Untuk diketahui, Bank sentral lewat PBI no 17/12/PBI/2015 mewajibkan perbankan untuk menyalurkan kredit ke UMKM sebesar minimal 20% dari total portfolio kreditnya di 2018. Aturan ini diterbitkan guna menopang pertumbuhan UMKM di nusantara.

Namun, hingga Mei 2018, tak semua bank bisa memenuhi ketentuan tersebut. Menurut catatan BI, sekitar 20% bank belum bisa memenuhi kewajiban rasio minimal penyaluran kredit UMKM tersebut. Total bank yang ada di Indonesia sendiri berjumlah 115, termasuk 10 di antaranya merupakan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA).

Jika dihitung dari persentase bank yang belum memenuhi kewajiban 20% tersebut, berarti terdapat 21 bank umum domestik yang belum memenuhi ketentuan tersebut.

Untuk diketahui, kewajiban minimal 20% penyaluran kredit UMKM tersebut paling lambat dipenuhi pada akhir tahun ini. mza

Komentar

Komentar
()

Top